Letusan Dahsyat Gunung Kelud, Menandai Lahirnya Raja Termasyhur Majapahit Hayam Wuruk
loading...
A
A
A
Kepemimpinan Hayam Wuruk, membawa Kerajaan Majapahit dalam masa keemasan. Kerajaan yang didirikan Raden Wijaya ini, berada di puncak kejayaannya, dengan menguasai wilayah Nusantara, serta jalur perdagangan internasional.
Jauh sebelum menjadi raja yang disegani di Nusantara, kelahiran Hayam Wuruk memiliki sejumlah cerita yang menggemparkan. Calon penerus tahta Kerajaan Majapahit ini, lahir bersama dengan sebuah peristiwa alam besar. Peristiwa alam besar ini bahkan dikisahkan pada kitab Negarakertagama, yang dituliskan Mpu Prapanca.
Hayam Wuruk merupakan anak dari pasangan Bhre Kahuripan atau bernama asli Tribhuwana Tunggadewi, dan Sri Kertawardhana. Dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit", Slamet Muljana menyebutkan, Tribhuwana Tunggadewi, menikah dengan Sri Kertawardhana pada tahun 1250 Masehi.
Pada Kitab Negarakertagama diuraikanm penerus tahta Majapahit itu lahir pada tahun 1256 Masehi. Saat itu terjadi gempa bumi di Pabanyu Pindah. Sedangkan pupuh pertama Kitab Negarakertagama, menguraikan bahwa kelahiran Raja Hayam Wuruk didahului oleh meletusnya Gunung Kampud.
Gempa bumi di Pabanyu Pindah itu, diduga akibat dari meletusnya Gunung Kampud atau sekarang dikenal dengan sebutan Gunung Kelud yang berada di perbatasan Kediri, Blitar, dan Malang. Sayangnya keterkaitan antara gempa dan letusan Gunung Kampud itu, belum ada penjelasannya yang ebih detail.
Tetapi dari Kitab Pararaton, diketahui bahwa nama kecil Hayam Wuruk adalah Raden Tetep. Nama abisekanya adalah Sri Rajasanagara atau sang Hyang Wekasing Suka. Prabu Hayam Wuruk mempunyai berbagai paraban.
Pada lingkungan wanita, ia disebut Pager Antimun, dalam lingkungan Agama Siwa dia disebut Janeswara, dan dalam pedalangan Ki Dalang Tirtaraju. Di tari banyol saat itu Hayam Wuruk kecil suka memainkan peranan Gagak Katawang.
Pada Kitab Negarakertagama pupuh 91 diuraikan, Hayam Wuruk memiliki suara merdu merayu-rayu, betapa bagus permainan tari topengnya. Pada Kitab Negarakertagama inilah kesukaan Hayam Wuruk terhadap para wanita saat masih muda diuraikan.
Namun penobatannya sebagai Raja Majapahit tak diuraikan secara jelas dan pasti. Pada Negarakertagama pupuh 6/1, dinyatakan penobatan Sri Nata, namun tidak bertarikh tahun. Sementara pada piagam OJO LXXXIV yang berasal dari Karesidenan Surabaya, terdapat nama Dyah Hayam Wuruk, Bhatara Sri Rajasanagara, dan berbagai nama keluarga raja.
Di piagam itu dijelaskan pula pendirian Candi Prapancasapura, yang dipastikan saat itu Candi Prapancasapura itu berdiri, Hayam Wuruk telah dinobatkan sebagai Raja Majapahit, dengan nama Abiseka Sri Rajasanagara.
Baca Juga
Jauh sebelum menjadi raja yang disegani di Nusantara, kelahiran Hayam Wuruk memiliki sejumlah cerita yang menggemparkan. Calon penerus tahta Kerajaan Majapahit ini, lahir bersama dengan sebuah peristiwa alam besar. Peristiwa alam besar ini bahkan dikisahkan pada kitab Negarakertagama, yang dituliskan Mpu Prapanca.
Hayam Wuruk merupakan anak dari pasangan Bhre Kahuripan atau bernama asli Tribhuwana Tunggadewi, dan Sri Kertawardhana. Dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit", Slamet Muljana menyebutkan, Tribhuwana Tunggadewi, menikah dengan Sri Kertawardhana pada tahun 1250 Masehi.
Baca Juga
Pada Kitab Negarakertagama diuraikanm penerus tahta Majapahit itu lahir pada tahun 1256 Masehi. Saat itu terjadi gempa bumi di Pabanyu Pindah. Sedangkan pupuh pertama Kitab Negarakertagama, menguraikan bahwa kelahiran Raja Hayam Wuruk didahului oleh meletusnya Gunung Kampud.
Gempa bumi di Pabanyu Pindah itu, diduga akibat dari meletusnya Gunung Kampud atau sekarang dikenal dengan sebutan Gunung Kelud yang berada di perbatasan Kediri, Blitar, dan Malang. Sayangnya keterkaitan antara gempa dan letusan Gunung Kampud itu, belum ada penjelasannya yang ebih detail.
Tetapi dari Kitab Pararaton, diketahui bahwa nama kecil Hayam Wuruk adalah Raden Tetep. Nama abisekanya adalah Sri Rajasanagara atau sang Hyang Wekasing Suka. Prabu Hayam Wuruk mempunyai berbagai paraban.
Pada lingkungan wanita, ia disebut Pager Antimun, dalam lingkungan Agama Siwa dia disebut Janeswara, dan dalam pedalangan Ki Dalang Tirtaraju. Di tari banyol saat itu Hayam Wuruk kecil suka memainkan peranan Gagak Katawang.
Pada Kitab Negarakertagama pupuh 91 diuraikan, Hayam Wuruk memiliki suara merdu merayu-rayu, betapa bagus permainan tari topengnya. Pada Kitab Negarakertagama inilah kesukaan Hayam Wuruk terhadap para wanita saat masih muda diuraikan.
Namun penobatannya sebagai Raja Majapahit tak diuraikan secara jelas dan pasti. Pada Negarakertagama pupuh 6/1, dinyatakan penobatan Sri Nata, namun tidak bertarikh tahun. Sementara pada piagam OJO LXXXIV yang berasal dari Karesidenan Surabaya, terdapat nama Dyah Hayam Wuruk, Bhatara Sri Rajasanagara, dan berbagai nama keluarga raja.
Di piagam itu dijelaskan pula pendirian Candi Prapancasapura, yang dipastikan saat itu Candi Prapancasapura itu berdiri, Hayam Wuruk telah dinobatkan sebagai Raja Majapahit, dengan nama Abiseka Sri Rajasanagara.
(eyt)