New Normal, Restrukturisasi Kredit UMKM Harus Terus Jalan
loading...
A
A
A
SURABAYA - New normal diharapkan menjadi sarana pengoptimalan sinergitas pemerintah dan pelaku usaha. Kenormalan baru ini sebagai momentum besar bagi pelaku usaha kecil (UMKM) untuk bertransformasi.
Anggota Komisi B (bidang perekonomian) DPRD Jatim Achmad Amir Aslichin mengatakan, new normal di Indonesia tak ubahnya lari maraton. Napas perekonomian sekaligus penerapan protokol kesehatan, wajib dijaga.
Syarat mencapai ritme itu adalah keselarasan peran antara pemerintah dan pelaku usaha, khususnya UMKM. “Sama-sama membutuhkan untuk geliatkan kembali perekonomian yang lesu akibat dampak Covid-19,” ujarnya, Sabtu (6/6/2020).
Lulusan The University of Melbourne, Australia tersebut menegaskan, pemerintah harus mampu membuat skala prioritas. Stimulus ekonomi untuk pelaku UMKM harus terus terealisasi selama pandemi.
Salah satu yang krusial adalah, penerapan relaksasi dan restrukturisasi kredit bagi nasabah UMKM oleh bank BUMN. “Me-reschedule cicilan, bukan pemotongan atau penghapusan. Sehingga tidak sampai membebani bank itu sendiri,” terang mantan anggota DPRD Sidoarjo dua periode itu.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) setidaknya ada 163.713 UMKM dan 1.785 koperasi terkena dampak Covid-19. Di satu sisi, UMKM adalah tulang punggung dan penyangga utama ekonomi Indonesia.
Kontribusinya terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun lalu, mencapai 65 persen atau sekitar Rp2.394,5 triliun. Selain itu, UMKM mampu menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja nasional.
"Karena itu, relaksasi dan restrukturisasi kredit dapat meringankan pelaku usaha. Dengan keringanan yang didapat diharapkan pelaku usaha semakin inovatif menyambut new normal. Baik itu dari sisi produk dan marketing penjualannya," imbuh Amir Aslichin.
Per Mei 2020, lanjutnya, tercatat ada sekitar delapan juta UMKM atau sekitar 13 persen dari jumlah keseluruhan, sudah bergeser dari offline ke online. Dengan kata lain, digitalisasi UMKM adalah sebuah keharusan. Tak hanya itu, literasi finansial UMKM juga merupakan aspek penting yang perlu dibenahi.
Menurutnya, masih banyak pelaku UMKM khususnya mikro dan kecil belum memiliki catatan hasil usaha. Belum adanya laporan keuangan bisnis ini tentu akan menyulitkan UMKM. “Seperti dalam hal menentukan skala prioritas, antara optimalisasi pemasaran ataukah efisiensi biaya produksi,” jelasnya.
Ketua Dewan Koordinasi Wilayah (DKW) Garda Bangsa Jatim ini mengungkapkan, adaptasi digital maupun penguatan literasi finansial, merupakan faktor penentu keberhasilan UMKM bertransformasi. Setidaknya pelaku usaha mampu menangkap peluang dari fenomena bisnis daring (e-commerce) selama masa pandemi. “Branding strategy salah satu kuncinya,” ucapnya.
Lihat Juga: Perkuat Industri Kreatif dan UMKM, Airin-Ade Hadirkan Program Kreasi serta Community Center
Anggota Komisi B (bidang perekonomian) DPRD Jatim Achmad Amir Aslichin mengatakan, new normal di Indonesia tak ubahnya lari maraton. Napas perekonomian sekaligus penerapan protokol kesehatan, wajib dijaga.
Syarat mencapai ritme itu adalah keselarasan peran antara pemerintah dan pelaku usaha, khususnya UMKM. “Sama-sama membutuhkan untuk geliatkan kembali perekonomian yang lesu akibat dampak Covid-19,” ujarnya, Sabtu (6/6/2020).
Lulusan The University of Melbourne, Australia tersebut menegaskan, pemerintah harus mampu membuat skala prioritas. Stimulus ekonomi untuk pelaku UMKM harus terus terealisasi selama pandemi.
Salah satu yang krusial adalah, penerapan relaksasi dan restrukturisasi kredit bagi nasabah UMKM oleh bank BUMN. “Me-reschedule cicilan, bukan pemotongan atau penghapusan. Sehingga tidak sampai membebani bank itu sendiri,” terang mantan anggota DPRD Sidoarjo dua periode itu.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) setidaknya ada 163.713 UMKM dan 1.785 koperasi terkena dampak Covid-19. Di satu sisi, UMKM adalah tulang punggung dan penyangga utama ekonomi Indonesia.
Kontribusinya terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun lalu, mencapai 65 persen atau sekitar Rp2.394,5 triliun. Selain itu, UMKM mampu menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja nasional.
"Karena itu, relaksasi dan restrukturisasi kredit dapat meringankan pelaku usaha. Dengan keringanan yang didapat diharapkan pelaku usaha semakin inovatif menyambut new normal. Baik itu dari sisi produk dan marketing penjualannya," imbuh Amir Aslichin.
Per Mei 2020, lanjutnya, tercatat ada sekitar delapan juta UMKM atau sekitar 13 persen dari jumlah keseluruhan, sudah bergeser dari offline ke online. Dengan kata lain, digitalisasi UMKM adalah sebuah keharusan. Tak hanya itu, literasi finansial UMKM juga merupakan aspek penting yang perlu dibenahi.
Menurutnya, masih banyak pelaku UMKM khususnya mikro dan kecil belum memiliki catatan hasil usaha. Belum adanya laporan keuangan bisnis ini tentu akan menyulitkan UMKM. “Seperti dalam hal menentukan skala prioritas, antara optimalisasi pemasaran ataukah efisiensi biaya produksi,” jelasnya.
Ketua Dewan Koordinasi Wilayah (DKW) Garda Bangsa Jatim ini mengungkapkan, adaptasi digital maupun penguatan literasi finansial, merupakan faktor penentu keberhasilan UMKM bertransformasi. Setidaknya pelaku usaha mampu menangkap peluang dari fenomena bisnis daring (e-commerce) selama masa pandemi. “Branding strategy salah satu kuncinya,” ucapnya.
Lihat Juga: Perkuat Industri Kreatif dan UMKM, Airin-Ade Hadirkan Program Kreasi serta Community Center
(msd)