Hayam Wuruk Bangun Kolam Citra Wulan sebagai Penebus Kematian Putri Sunda

Minggu, 31 Oktober 2021 - 07:15 WIB
loading...
Hayam Wuruk Bangun Kolam Citra Wulan sebagai Penebus Kematian Putri Sunda
Hayam Wuruk bangun kolam Citra Wulan sebagai penebus kematian Putri Sunda .Foto/ilustrasi
A A A
RAJA Majapahit Hayam Wuruk sulit melupakan peristiwa Bubat yang menewaskan Dyah Pitaloka Citraresmi, calon istrinya. Hayam Wuruk terlanjur jatuh hati dengan sekar kedaton (putri raja) Pajajaran yang gagal dinikahinya.

Setiap bulan bersinar penuh (purnama), Hayam Wuruk yang terus berduka terkenang Citraresmi. Sebagai wujud penghormatannya, Raja Hayam Wuruk membangun kolam besar yang tidak jauh dari Majapahit.

Baca juga: Adipati Terung, Panglima Perang Terkahir Majapahit yang Dikalahkan Pasukan Demak

Demikian hipotesis sejarawan Agus Aris Munandar dalam buku Tak Ada Kanal di Majapahit. "Bahwa kolam Citra Wulan sebenarnya bangunan untuk mengenang putri Sunda yang meninggal dalam tragedi bubat," tulisnya.

Peristiwa Bubat terjadi di luar dugaan Raja Hayam Wuruk. Tanpa sepengetahuannya. Iring-iringan Raja dan permaisuri Sunda yang mengantarkan Dyah Pithaloka Citrarasmi untuk menikah dengannya, tiba-tiba berubah menjadi ajang pertempuran.

Pada tahun 1357. Di lapangan Bubat, Patih Gajah Mada dan pasukan Majapahit seperti gelap mata. Gajah Mada meminta Pithaloka dipersembahkan, tapi Raja Sunda kukuh menolak. Pedang dan tombak Majapahit yang sudah lepas dari sarungnya, sontak bergerak.

Perang antara pasukan Majapahit dan pasukan Sunda di lapangan Bubat tidak terelakkan. Pasukan Majapahit berhasil menghabisi Raja dan permaisuri Sunda. Melihat sang junjungan tewas, para Menak Sunda melawan dan sempat membuat pasukan Majapahit kocar-kacir.

Namun bagi Gajah Mada yang kenyang asam garam penaklukan, tidak butuh waktu lama membalik keadaan. Apalagi para Menak Sunda kalah jumlah pasukan. Lapangan Bubat yang tidak jauh dari kotaraja juga memudahkan Gajah Mada menambah pasukan.

Dalam "Menuju Puncak Kemegahan, Sejarah Kerajaan Majapahit" Slamet Muljono menulis, dalam pertempuran yang tidak seimbang itu orang Sunda tidak tersisa. "Tiap orang Sunda yang tampil ke muka pedati Gajah Mada dibinasakan. Tak ada seorang pun yang tinggal hidup".

Melihat kedua orang tuanya binasa, ditambah seluruh pengiringnya ikut terbunuh, Pithaloka Citrarasmi tidak mau berlama-lama hidup. Pithaloka yang sebenarnya juga mencintai Raja Hayam Wuruk memilih mengakhiri hidup.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1651 seconds (0.1#10.140)