Tuah Sumpah Palapa Gajah Mada yang Membungkam Kecongkakan Para Pembesar Kerajaan Majapahit

Senin, 25 Oktober 2021 - 05:00 WIB
loading...
Tuah Sumpah Palapa Gajah Mada yang Membungkam Kecongkakan Para Pembesar Kerajaan Majapahit
Mahapatih Gajah Mada membungkam kecongkakan para petinggi Kerajaan Majapahit dengan menepati janjinya dalam Sumpah Palapa untuk menaklukkan kerajaan nusantara. Foto: Istimewa
A A A
SUMPAH Palapa yang diucapkan Gajah Mada setelah resmi menjabat Amangkubumi mampu membungkam kecongkakan para pembesar kerajaan Majapahit, yang awalnya mencemooh dan menertawakannya.

Amukti Palapa, menurut Mohamad Yamin dalam bukunya ‘Gajah Mada Pahlawan Persatuan Nusantara menjelaskan bahwa ‘Sumpah itu bernama Sumpah Palapa, yang bermaksud bahwa Gajah Mada berpantang bersenang-senang memikirkan diri sendiri dan akan berpuasa selama cita-cita negara belum sampai.

Di muka para menteri dan di tengah-tengah paseban, Gajah Mada mengucapkan janji, "Saya baru akan berhenti berpuasa makan buah Palapa jikalau seluruh Nusantara takluk di bawah kekuasaan negara (Majapahit)," (Yamin; 1977;51).

Tuah Sumpah Palapa Gajah Mada yang Membungkam Kecongkakan Para Pembesar Kerajaan Majapahit



Jadi, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa tidak asal bicara tapi, berdasarkan pengkajian mendalam agar Kerajaan Majapahit menguasai 10 wilayah penting tadi di bawah panji Nusantara.

Ironisnya, Sumpah Palapa yang digelorakan Gajah Mada yang ingin menyatukan wilayah Nusantara justru mendapat tantangan hebat di kalangan pembesar Kerajaan Majapahit sendiri.

Mantan patih Arya Tadah yang semula mendukung Gajah Mada menggantikan dirinya sebagai Amangkubumi tak memercayai sumpah Gajah Mada dan memperoloknya.

Para petinggi kerajaan seperti Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng merespons dengan negatif. Begitu juga Jabung Terewes, Lembu Peteng dan Ra Kembar dan Warak menertawakannya.

Sikap para pembesar kerajaan ini pun membuat Gajah Mada murka. Maka, keluarlah Gajah Mada ke halaman Istana dan menantang Ra Kembar yang terlalu congkak. Maka, perang tanding terjadi lalu Ra Kembar berhasil dibunuhnya. Begitu juga Warak dalam perkelahian yang sama.

Selain itu, juga Lembu Peteng dan Jabung Terewes. Semua berhasil dikalahkannya. Dengan demikian melalui sumpahnya Gajah Mada berhasil membuka jalan untuk mempersatukan Nusantara.

Menurut ucapan Gajah Mada dalam Pararaton terdapat 10 wilayah yang dianggap mewakili Nusantara dan harus mengakui kejayaan Majapahit. Yaitu, Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik.

Gurun yang dimaksud adalah Pulau Lombok sekitarnya. Seram adalah kerajaan di wilayah kepala Burung, Papua, sedangkan Tanjung Pura wilayah Kalimantan.

Tuah Sumpah Palapa Gajah Mada yang Membungkam Kecongkakan Para Pembesar Kerajaan Majapahit



Haru masuk wilayah Pantai Timur Sumatera, Pahang masuk wilayah semanjung Melayu yang kini masuk Malaysia. Dompu masuk Sumbawa, dan Sunda di Jabar, Palembang di Sumsel dan Tumasik kini masuk Singapura.

Semua wilayah itu menurut obsesi Gajah Mada harus tunduk dan dibawah panji kekuasaan Majapahit. Gajah Mada tidak asal bidik 10 wilayah tadi yang harus masuk dalam kekuasaan Majapahit.

Sebab, ke 10 wilayah itu dulunya bekas kerajaan besar yang mempunyai sejarah lebih tua dari Kerajaan Majapahit sendiri.

Pada jaman Majapahit dibawa Raja Hayam Wuruk, Majapahit sekali lagi menyerang dan menundukkan Pulau Dewata. Berturut-turut Dompu, Sumbawa juga ditaklukan tentara Majapahit.

Berangsur-angsur, Gajah Mada berhasil memimpikan ambisinya menyatukan Nusantara dibawah panji Majapahit, dalam menuntaskan misinya itu, Gajah Mada membutuhkan waktu 21 tahun.

Ambisi Gajah Mada menyatukan kerajaan nusantara tidak lah mudah, karena sejumlah kerajaan menolak untuk tunduk dan mengakui kekuasaan Majapahit, salah satunya Kerajaan Samudra Pasai. Patih Gajah Madah bahkan harus menyusun strategi dan siasat jitu agar misinya berhasil.

Dalam usaha menaklukkan Samudra Pasai, Gajah Mada mengirimkan utusan untuk memerintahkan supaya kerajaan Islam tersebut tunduk di bawah Majapahit.



Namun, keinginan Mahapatih Gajah Mada tersebut langung ditolak mentah-mentah oleh Raja Malikuddhahir II. Penolakan itu disampaikan kepada utusan Gajah Mada yang menghadap Malikuddhahir II.

"Bilang sama Gajah Mada, Samudra Pasai negeri yang berdaulat dan tidak akan tunduk dengan kerajaan manapun termasuk Majapahit," ujar Malikuddhahir II.

"Hamba hanya menyampaikan pesan tuan. Baiklah pesan tuan juga akan hamba sampaikan pada Majapahit," ujar utusan Majapahit tersebut sembari berpamitan.

Sejak kepergian utusan Majapahit, Malikuddhahir II sadar, jika Majapahit tidak akan tinggal diam dan pasti bakal mengirimkan pasukan untuk menyerangnya. Untuk itu Malikuddhahir II pun memerintahkan panglima perangnya supaya mempersiapkan segala kemungkinan.

Benar saja, setelah mendengar jawaban dari Samudra Pasai, Majapahit langsung mengerahkan pasukannya untuk menyerang Samudra Pasai. Sekitar 50 kapal laut siap menyerang Samudra Pasai.

Melihat kedatangan pasukan Majapahit, Samudra Pasai langsung menyusun kekuatan dengan menyiapkan semua pasukan perangnya. Akhirnya kedua pasukan pun langsung berhadapan di pesisir pantai. "Lebih baik kalian menyerah dan tunduk kepada Majapahit sebelum kami habisi semuanya," ujar panglima perang Majapahit.

Mendengar ancaman itu, panglima Samudra Pasai pun menjawab dengan tenang. "Kami tidak akan menyerahkan sejengkal pun tanah kami," katanya.

Rasa amarah langsung menyelimuti panglima Majapahit mendengar jawaban tersebut. "Baiklah sepertinya kalian memilih mati," ujarnya sembari bersiap memerintahkan prajuritnya untuk berperang.

Perang pun tak terelakan, korban jiwa berjatuhan dari kedua belah pihak. Kalimat takbir terus terdengar dari pasukan Samudra Pasai. Konon perang tersebut berlangsung selama tiga hari dan hanya berhenti saat senja tiba.

Memasuki hari keempat, Malikuddhahir mulai berhitung, ia menilai pasukan Majapahit pasti mulai melemah dan berkurang. Sehingga diambil keputusan untuk melakukan penyergapan langsung ke tenda-tenda penginapan pasukan Majapahit.


Penyergapan yang dilakukan menjelang pagi itu berlangsung sukses, pasukan Majapahit semuanya menyerah, termasuk sang panglima. Namun oleh Kerajaan Pasai mereka tidak ditawan tapi disuruh kembali ke Majapahit. Meski mengalami kekalahan diperang pertama, Majapahit dikhabarkan tidak menyerah.

Majapahit kembali menyerang Samudra Pasai dengan dipimpin langsung oleh Gajah Mada. Saat penyerangan kedua Majapahit melakukannya dari dua arah, darat dan laut. Tragisnya saat terjadi penyerangan tersebut, tengah terjadi goncangan di Samudra Pasai karena adanya pemberontakan dan perebutan kekuasaan.

Meski pasukan Samudra Pasai berhasil memukul mundur pasukan darat Majapahit, namun pasukan laut Majapahit berhasil masuk ke kota Pasai dan menguasainya.

Kerajaan lain yang sulit ditaklukkan Gajah Mada adalah Kerajaan Bali. Penguasa terakhir Kerajaan Bali Aga bernama Sri Ratna Bumi Banten. Sang raja inilah yang menentang ekspansi Kerajaan Majapahit yang dipimpin Gajah Mada pada 1343.

Kerajaan Bali sulit ditaklukan balatentara Majapahit karena kemampuan balatentaranya yang mumpuni ditambah Patih Kebo Iwa dan panglima perangnya yang sakti membuat kerajaan ini sulit ditaklukan.

Patih Kebo Iwa ini tinggal di Belahbatuh konon kesaktiannya menggentarkan nyali Mahapatih Gajah Mada.

Dimana Gajah Mada takut berhadapan langsung dengan Kebo Iwa. Patih Gajah Mada memang merasakan ada kesulitan besar yang menghantui dirinya dan belum dirasakan sebelumnya.

Tak seperti biasanya walaupun Gajah Mada sering berhadapan dengan musuh lebih besar dan lebih kuat dan memiliki peralatan perang serba lengkap. Tetapi menghadapi Kerajaan Bali Aga, ada rasa takut dan ragu-ragu menyelinap pada diri Gajah Mada.

Tetapi sumpah Palapa Gajah Mada yang akan mempersatukan nusantara harus terlaksana. Karena itu Gajah Mada dan punggawa Kerajaan Majapahit mengatur siasat untuk membunuh Kebo Iwa agar bisa menguasai Kerajaan Bali Aga.

Lalu diutus seorang untuk menjemput Kebo Iwa yang ditinggal Gajah Mada di daerah Banyuwangi.

Gajah Mada lalu menyambut kedatangan Kebo Iwa lalu dan mengajukan permintaan kepadanya agar berkenan membuat sumur air yang nantinya akan dipersembahkan untuk wanita calon pendampingnya dan bisa dimanfaatkan rakyat Majapahit yang saat ini sedang kekurangan air.

Kebo Iwa memiliki jiwa besar dan lurus hatinya, akhirnya dia pun meluluskan permintaan tersebut.

Lalu Kebo Iwa segera membuat sebuah sumur air di tempat yang telah ditentukan. Dalam waktu yang cukup singkat, sumur telah tergali cukup dalam. Namun belum ada mata air yang keluar.

Sementara di atas lubang sumur yang digali Kebo Iwa, para prajurit Majapahit terlihat berkerumun, nampak mereka memusatkan perhatian pada Gajah Mada. Seakan mereka menantikan sesuatu perintah.

Tiba-tiba Gajah Mada memerintahkan untuk menimbun sumur yang digali Kebo Iwa dengan batu. Seketika itu juga, para prajurit menimbun kembali lubang sumur yang sedang dibuat Kebo Iwa.

Nampak Kebo Iwa sangat terkejut dan berusaha menahan jatuhnya batu. Dalam waktu yang singkat, lubang sumur itu pun tertutup rapat. Mengubur Kebo Iwa di dalamnya.
Tapi tiba-tiba timbunan batu melesat ke segala penjuru, menghantam prajurit Majapahit.

Batu-batu yang ditimbun melesat kembali ke angkasa dibarengi dengan teriakan prajurit Majapahit yang terhempas. Dari dalam sumur, keluarlah Kebo Iwa, yang ternyata masih terlalu kuat untuk dikalahkan.

Kebo Iwa lalu menyerang Gajah Mada dengan kemarahan dan dendam. Akibat amarah dan dendam yang dirasakan Kebo Iwa, pertempuran berlangsung sengit.

Disela-sela saling serang Gajah Mada berteriak, ”Untuk memersatukan dan memperkuat nusantara, segenap kerajaan hendaklah dipersatukan terlebih dahulu. Dan kau berdiri di garis yang salah sebagai seorang penghalang,” katanya.

Pertempuran antara keduanya masih berlangsung hebat, namun amarah Patih Kebo Iwa mulai menyurut. Rupanya saat Kebo Iwa bertempur dia berpikir harus membuat keputusan yang sulit.

Kata Kebo Iwa dalam hati kecilnya," Kerajaan Bali pada akhirnya akan dapat ditaklukkan oleh usaha yang kuat dari orang ini (Gajah Mada). Keinginannya untuk mempersatukan nusantara agar menjadi kuat kiranya dapat aku mengerti kini. Namun apabila, aku menyetujui niatnya dan ragaku masih hidup, apa yang akan aku katakan nantinya pada Baginda Raja Bali sebagai sangkalan atas sebuah prasangka pengkhianatan,".

Lalu Kebo Iwa berkata, “Wahai Patih Gajah Mada ! Cita-citamu untuk membuat nusantara menjadi satu dan kuat kiranya dapat aku mengerti. Namun selama ragaku tetap hidup sebagai abdi rajaku, aku akan menjadi penghalangmu. Maka, taklukkan aku, hilangkan kesaktianku dengan menyiramkan bubuk kapur ke tubuhku,''.

Pernyataan Kebo Iwa rupanya membuat terkesiap Gajah Mada. Namun Gajah Mada yang mengerti atas keinginan Kebo Iwa, lalu menghantamkan tangannya ke batu kapur, batu itupun luluh lantak menjadi serpihan bubuk.

Gajah Mada menyapukan bubuk tersebut ke arah Kebo Iwa dengan ilmunya, bubuk kapur menyelimuti tubuh sang patih. Nampak Kebo Iwa, sesak napasnya oleh karena bubuk kapur tersebut.

Kiranya bubuk kapur tersebut membuat pernapasan Kebo Iwa menjadi terganggu, hal tersebut mengakibatkan kesaktian Kebo Iwa menjadi lenyap.

Gajah Mada lalu melesat dan menusukkan kerisnya ke tubuh Kebo Iwa. Dengan gugurnya Kebo Iwa maka satu kekuatan besar Kerajaan Bali dapat dilumpuhkan. (sumber: wikipedia/berbagai sumber)
(nic)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1562 seconds (0.1#10.140)