Kasus Pencabulan 3 Anak di Lutim, LBH Minta Mabes Polri Tetap Supervisi
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar merespons sikap kepolisian yang membuka kembali penyelidikan kasus dugaan pencabulan terhadap tiga anak oleh ayah kandung di Luwu Timur (Lutim).
Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir menyambut baik dibukanya perkara yang diadukan pada Oktober 2019 silam, kemudian ditutup di awal tahun 2020. Polisi beralasan tidak menemukan bukti.
"Mungkin ini kabar baik, yah dengan dibukanya penyelidikan ini. Dengan dibukanya (penyelidikan) ini artinya akan banyak bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap. Kita tunggu saja tindakan Polri," ucapnya, Kamis (14/10/2021).
Dia menambahkan beberapa hal yang harus dilakukan polisi antara lain, memeriksa kembali korban sesuai prosedur peradilan anak, kemudian mengambil bukti yang ada di Rumah Sakit Lutim.
"Itu beberapa hal yang paling awal yang harus dilakukan (polisi). Kami berharap pemeriksaan korban dan lainnya harus melibatkan pendamping dan kuasa hukum," ujar Haedir.
"Kedua kita berharap penyelidikan dilakukan oleh Mabes Polri , atau setidak-tidaknya dilakukan oleh Polda dengan supervisi Mabes Polri. Jadi tidak ke Polres lagi. Harus diambil alih Polda Sulsel ," tegas Haedir.
Diketahui, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyatakan perkara tersebut dibuka dengan dasar laporan tipe A yang dibuat oleh Polisi sendiri.
"Penyidik telah membuat laporan polisi model A tertanggal 12 oktober 2021, perihal adanya dugaan pencabulan anak di bawah umur. Itu ditulis pelaku dalam proses lidik," kata Ahmad di Jakarta dikutip dari SINDOnews.
Meski begitu, perwira Polri tiga bunga tersebut tidak menerangkan penyelidikan baru itu ditangani di satuan polisi mana, apakah Polda Sulsel atau Polres Luwu Timur .
Namun Ahmad mengatakan pengusutannya berfokus pada waktu atau tempus kejadian perkara antara 25 sampai 31 Oktober 2019. Karena terdapat dua versi hasil visum pada medio tersebut. Versi polisi dan keluarga berbeda.
"Perbedaan itu, adanya visum dan pemeriksaan medis secara mandiri dan dengan waktu yang berbeda. Sehingga penyidik mulai mendalami peristiwa dengan tempus atau waktu mulai tanggal 25-31," ujarnya.
Ahmad menuturkan, hasil visum yang dua kali dilakukan polisi pada tanggal 9 dan 24 Oktober tidak ada ditemukan kelainan pada korban. Namun, pihak keluarga melakukan pemeriksaan medis lain pada 31 Oktober, dan menemukan kelainan.
"Sehingga penyidik mendalami peristiwa Tempus atau waktu mulai tanggal 25-31 Oktober 2021. Orang tua korban telah melakukan pemeriksaan sampai 4 atau 5 kali dan terakhir di tanggal 10 Desember 2019," jelasnya.
Polisi, kata dia, sudah meminta keterangan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap dokter yang melakukan pemeriksaan ketiga terhadap korban.
Lebih lanjut Ahmad mengaku, penyidik dari Polda Sulsel dan Polres Luwu Timur masih melakukan pendalaman dan penyelidikan. Ia meminta agar masyarakat mempercayai Korps Bhayangkara dalam mendalami perkara tersebut.
Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir menyambut baik dibukanya perkara yang diadukan pada Oktober 2019 silam, kemudian ditutup di awal tahun 2020. Polisi beralasan tidak menemukan bukti.
"Mungkin ini kabar baik, yah dengan dibukanya penyelidikan ini. Dengan dibukanya (penyelidikan) ini artinya akan banyak bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap. Kita tunggu saja tindakan Polri," ucapnya, Kamis (14/10/2021).
Dia menambahkan beberapa hal yang harus dilakukan polisi antara lain, memeriksa kembali korban sesuai prosedur peradilan anak, kemudian mengambil bukti yang ada di Rumah Sakit Lutim.
"Itu beberapa hal yang paling awal yang harus dilakukan (polisi). Kami berharap pemeriksaan korban dan lainnya harus melibatkan pendamping dan kuasa hukum," ujar Haedir.
"Kedua kita berharap penyelidikan dilakukan oleh Mabes Polri , atau setidak-tidaknya dilakukan oleh Polda dengan supervisi Mabes Polri. Jadi tidak ke Polres lagi. Harus diambil alih Polda Sulsel ," tegas Haedir.
Diketahui, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyatakan perkara tersebut dibuka dengan dasar laporan tipe A yang dibuat oleh Polisi sendiri.
"Penyidik telah membuat laporan polisi model A tertanggal 12 oktober 2021, perihal adanya dugaan pencabulan anak di bawah umur. Itu ditulis pelaku dalam proses lidik," kata Ahmad di Jakarta dikutip dari SINDOnews.
Meski begitu, perwira Polri tiga bunga tersebut tidak menerangkan penyelidikan baru itu ditangani di satuan polisi mana, apakah Polda Sulsel atau Polres Luwu Timur .
Namun Ahmad mengatakan pengusutannya berfokus pada waktu atau tempus kejadian perkara antara 25 sampai 31 Oktober 2019. Karena terdapat dua versi hasil visum pada medio tersebut. Versi polisi dan keluarga berbeda.
"Perbedaan itu, adanya visum dan pemeriksaan medis secara mandiri dan dengan waktu yang berbeda. Sehingga penyidik mulai mendalami peristiwa dengan tempus atau waktu mulai tanggal 25-31," ujarnya.
Ahmad menuturkan, hasil visum yang dua kali dilakukan polisi pada tanggal 9 dan 24 Oktober tidak ada ditemukan kelainan pada korban. Namun, pihak keluarga melakukan pemeriksaan medis lain pada 31 Oktober, dan menemukan kelainan.
"Sehingga penyidik mendalami peristiwa Tempus atau waktu mulai tanggal 25-31 Oktober 2021. Orang tua korban telah melakukan pemeriksaan sampai 4 atau 5 kali dan terakhir di tanggal 10 Desember 2019," jelasnya.
Polisi, kata dia, sudah meminta keterangan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap dokter yang melakukan pemeriksaan ketiga terhadap korban.
Lebih lanjut Ahmad mengaku, penyidik dari Polda Sulsel dan Polres Luwu Timur masih melakukan pendalaman dan penyelidikan. Ia meminta agar masyarakat mempercayai Korps Bhayangkara dalam mendalami perkara tersebut.
(agn)