Sirnanya Kekebalan Raja Jayanegara dan Akhir Kisah Perselingkuhan

Sabtu, 09 Oktober 2021 - 05:01 WIB
loading...
Sirnanya Kekebalan Raja Jayanegara dan Akhir Kisah Perselingkuhan
Kekebalan Raja Jayanegara sirna di tangan Ra Tanca. Foto ilustarasi
A A A
RAJA-raja pada umumnya dan raja-raja di Jawa khususnya memiliki kesaktian dan ilmu keba l. Hal yang sama juga dimiliki Raja Jayanegara, raja Kerajaan Majapahit. Ironisnya, kesaktian Jayanegara sirna di tangan Ra Tanca, seorang tabib istana merangkap pengawal. Raja Kerajaan Majapahit itu tewas bersimbah darah di tangan seorang tabib.

Kok bisa? Bagaimana bisa seorang tabib membunuh orang nomor satu kerajaan yang memiliki ilmu kebal itu? Pertanyaan ini mebuat semua orang ingin tahu profil Raja Jayanegara.

Jayanegara adalah putra sulung Raden Wijaya dari Dara Petak atau Indreswari, putri Kerajaan Dharmasraya dari Melayu, Sumatera. Menurut Kitab Pararaton, Jayanegara dikenal dengan nama Kalagemet, sebuah nama yang ditafsirkan “lemah” atau “jahat”.

Selain menikahi Dara Petak, Raden Wijaya sesungguhnya sudah punya empat istri yang semuanya adalah putri Kertanagara. Dua saudara Jayanegara yakni, Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat Uri Rajadewi adalah anak Raden Wijaya dari perkawinannya dengan Gayatri Rajapatni.

Sebagaimana ditulis Pitono Hardjowardojo, dkk., Pararaton (1965:46), Dara Petak membujuk Raden Wijaya untuk menjadikan Jayanegara sebagai putra mahkota. Rayuan maut Dara Petak berhasil. Raden Wijaya menjadikan putranya, Jayanegara, sebagai putra mahkota. Padahal kalau merujuk kebiasaan raja-raja di Jawa, yang berhak menggantikan takhta kerajaan adalah anak yang lahir dari permaisuri, entah itu anak laki-laki maupun anak perempuan.

Sejak Jayanegara dinobatkan sebagai putra mahkota, kerajaan mengalami guncangan internal. Orang-orang yang sebelumnya sangat loyal terhadap Raden Wijaya mulai memberontak. Mereka memikirkan masa depan Majapahit karena jatuh ke tangan Kalagemet alias Jayanegara.

Dari sekian banyak pemberontakan yang muncul pada era Jayanegara, ada beberapa yang paling membahayakan, antara lain pemberontakan yang dimotori oleh Ranggalawe pada 1309, Lembu Sora pada 1311, Nambi pada 1316, hingga Kuti pada 1319. Pemberontakan RA Kuti itu yang sulit dipadamkan.

Karena keselamatan raja terancam, pimpinan pasukan Bhayangkara patih Gajah Mada bersama 15 pengawal berinisiatif membawa Raja Jayanegara secara diam-diam pada malam hari ke Desa Badander. Seluruh kerajaan tidak tahu kecuali 15 pasukan Bhayangkara yang mengikuti raja.

Protokol pengawalan dan pengamanan raja begitu ketat. Ketika seorang pelayan raja minta pulang ke Majapahit, Gajah Mada tidak mengizinkan. Dikhawatirkan mereka akan membocorkan lokasi persembunyian raja hingga pasukan RA Kuti bisa menyerangnya.Pengalasan yang nekad pulang langsung dibunuh Gajah Mada. Setelah lima hari mengungsi, Gajah Mada minta izin raja untuk mengecek situasi Kerajaan.

Saat bertemu pejabat tinggi kerajaan, mereka bertanya soal keberadaan raja. Oleh Gajah Mada dijawab bahwa raja sudah tewas diserang pasukan RA Kuti. Maka, pecah lah tangis mereka. "Diam lah, tidakkah tuan-tuan menghendaki RA Kuti sebagai raja? " tanya Gajah Mada seperti dikutip dalam buku 'Biografi Politik Gajah Mada’ karangan Agus Aris Munandar.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1856 seconds (0.1#10.140)