Ganjar Nyatakan Uang Daerah Mengendap di Bank Bukan Kesengajaan
loading...
A
A
A
SEMARANG - Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menyatakan uang daerah yang mengendap pada rekening kas umum daerah (RKUD) pada bank umum bukan kesengajaan. Ganjar menyebut, itu merupakan proses normal pengelolaan keuangan daerah yang sesuai ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Dalam Pasal 13 disebutkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran daerah dilakukan melalui rekening RKUD pada bank umum. "Ini menjadi isu. Uang daerah mengendap di bank itu sengaja atau tidak? Ini bukan kesengajaan. Ini proses normal pengelolaan keuangan daerah," kata Ganjar dalam paparannya saat mengikuti talkshow membedah uang kas pemda di perbankan yang digelar secara virtual oleh Kemendagri, Kamis (16/9/2021).
Menurut Ganjar, saat ini uang Provinsi Jateng yang berada di RKUD pada bank umum sebesar Rp2,3 triliun bukan Rp3,1 triliun sebagaimana yang disebutkan moderator talkshow atau diskusi. Uang tersebut memang disimpan di bank karena itu bagian dari proses pengelolaan keuangan daerah.
"Kalau tidak boleh (disimpan di bank), boleh nggak uangnya saya taruh di peti atau lemari besi? Kalau memang kemudian serapannya harus cepat, boleh nggak ya gaji PNS Jawa Tengah saya bayarkan di bulan Januari selama satu tahun? Boleh nggak dalam pengadaan setelah lelang langsung kita bayar tanpa terminasi? Itu akan lebih cepat lagi (serapannya)," ucap Ganjar.
Dia mengatakan, informasi besaran nominal keuangan daerah yang tidak jelas datanya menjadi isu. Data yang tidak sama harus diluruskan. "Sebenarnya cerita-cerita seperti ini menggelikan buat saya. Terima kasih Pak Dirjen (Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri) yang telah membuat acara diskusi ini sehingga menjadi clear apa yang ada," katanya.
Lebih jauh Ganjar memaparkan postur APBD Jawa Tengah. Pendapatan daerah pada APBD TA 2021 sebesar Rp26,840 triliun. Kemudian pendapatan asli daerah (PAD) senilai Rp14,975 triliun, pendapatan transfer Rp11,842 triliun, lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp23,652 miliar. "Jumlah pendapatan sebesar Rp26,340 triliun," terangnya.
Kemudian belanja daerah Provinsi Jateng pada APBD TA 2021 ini sebesar Rp27,190 triliun, belanja operasi Rp1,606 triliun, belanja tidak terduga Rp20 miliar, belanja transfer Rp7,692 triliun. Jumlah belanjanya sebesar Rp27,190 triliun.
Ganjar menjelaskan, mengapa keuangan daerah mengendap RKUD mengendap di RKUD, sebab pada awal tahun anggaran RKUD sudah terdapat saldo mengendap berupa silpa tahun anggaran sebelumnya. Kemudian setiap hari pendapatan daerah masuk ke RKUD sehingga menambah saldo.
"Uang yang sudah masuk di RKUD tidak dapat segera digunakan untuk melakukan pembayaran belanja karena pelaksanaan kegiatan memerlukan proses dan jangka waktu," terangnya.
Sesuai UU Perbendaharaan Negara pasal 21 disebutkan bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang atau jasa diterima. Pembayaran yang dapat dilakukan untuk mendahului prestasi hanya uang muka. Sehingga otomatis uang daerah yang belum digunakan untuk melakukan pembayaran akan mengendap di RKUD.
"Kemarin saya sudah mengaku dosa kepada Pak Dirjen. Karena pandemi (COVID-19), kami mengendalikan beberapa anggaran sehingga belanjanya tidak terlalu on time karena terjadi refocusing. Maka saat serapannya pada beberapa mata anggaran akhirnya agak terlambat. Tapi apakah kemudian kami ingin mencari bunga? Nggak sama sekali. Apa lagi ada yang punya pikiran, bunga diambil kepala daerah. Wah...suudzonnya berlebihan," terangnya.
Tetapi Ganjar tidak memungkiri, jangan-jangan memang ada daerah yang sengaja menaruh anggaran di RKUD dan tidak berani membelanjakan anggaran atau ingin mengambil keuntungan. "Saya tidak akan defense terlalu kuat. Kita sudah ngomong gini, tempat lain ada kan kita malu," ucapnya.
Menanggapi paparan Ganjar Pranowo, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Moch Ardian tertarik dengan ungkapan Ganjar Pranowo yang khawatir ada kepala daerah yang sengaja mendepositokan anggaran untuk mendapatkan lain-lain pendapatan yang sah.
"Radar kami agak tinggi soal itu. Sebut saja, insentif nakes (tenaga kesehatan) belum dibayarkan di suatu pemerintah daerah, tapi ternyata ada rekening deposito pemda tersebut diperbankan, kami berhipotesa itu sengaja untuk mendapatkan tambahan. Padahal, deposito diperkenankan dalam rangka manajemen kas," katanya.
Dia menyatakan, regulasi memang memberikan ruang kepada pemerintah daerah untuk menyimpan uang di deposito. Namun sifatnya hanya untuk manajemen kas. "Regulasi memang memberikan ruang, dalam rangka manajemen kas, silakan uang daerah mau ditaruh di tabungan monggo, giro boleh, di deposito silakan," ucapnya.
Dia mengungkapkan, Di tengah pandemi COVID-19, di daerah ada dinamika yang menarik dan variannya sangat tinggi. Masing-masing daerah dinamikanya berbeda. "Tugas kami mengecek satu demi satu, dari hari demi hari agar anggaran tepat sasaran," tandasnya.
Dalam Pasal 13 disebutkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran daerah dilakukan melalui rekening RKUD pada bank umum. "Ini menjadi isu. Uang daerah mengendap di bank itu sengaja atau tidak? Ini bukan kesengajaan. Ini proses normal pengelolaan keuangan daerah," kata Ganjar dalam paparannya saat mengikuti talkshow membedah uang kas pemda di perbankan yang digelar secara virtual oleh Kemendagri, Kamis (16/9/2021).
Menurut Ganjar, saat ini uang Provinsi Jateng yang berada di RKUD pada bank umum sebesar Rp2,3 triliun bukan Rp3,1 triliun sebagaimana yang disebutkan moderator talkshow atau diskusi. Uang tersebut memang disimpan di bank karena itu bagian dari proses pengelolaan keuangan daerah.
"Kalau tidak boleh (disimpan di bank), boleh nggak uangnya saya taruh di peti atau lemari besi? Kalau memang kemudian serapannya harus cepat, boleh nggak ya gaji PNS Jawa Tengah saya bayarkan di bulan Januari selama satu tahun? Boleh nggak dalam pengadaan setelah lelang langsung kita bayar tanpa terminasi? Itu akan lebih cepat lagi (serapannya)," ucap Ganjar.
Dia mengatakan, informasi besaran nominal keuangan daerah yang tidak jelas datanya menjadi isu. Data yang tidak sama harus diluruskan. "Sebenarnya cerita-cerita seperti ini menggelikan buat saya. Terima kasih Pak Dirjen (Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri) yang telah membuat acara diskusi ini sehingga menjadi clear apa yang ada," katanya.
Lebih jauh Ganjar memaparkan postur APBD Jawa Tengah. Pendapatan daerah pada APBD TA 2021 sebesar Rp26,840 triliun. Kemudian pendapatan asli daerah (PAD) senilai Rp14,975 triliun, pendapatan transfer Rp11,842 triliun, lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp23,652 miliar. "Jumlah pendapatan sebesar Rp26,340 triliun," terangnya.
Kemudian belanja daerah Provinsi Jateng pada APBD TA 2021 ini sebesar Rp27,190 triliun, belanja operasi Rp1,606 triliun, belanja tidak terduga Rp20 miliar, belanja transfer Rp7,692 triliun. Jumlah belanjanya sebesar Rp27,190 triliun.
Ganjar menjelaskan, mengapa keuangan daerah mengendap RKUD mengendap di RKUD, sebab pada awal tahun anggaran RKUD sudah terdapat saldo mengendap berupa silpa tahun anggaran sebelumnya. Kemudian setiap hari pendapatan daerah masuk ke RKUD sehingga menambah saldo.
"Uang yang sudah masuk di RKUD tidak dapat segera digunakan untuk melakukan pembayaran belanja karena pelaksanaan kegiatan memerlukan proses dan jangka waktu," terangnya.
Sesuai UU Perbendaharaan Negara pasal 21 disebutkan bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang atau jasa diterima. Pembayaran yang dapat dilakukan untuk mendahului prestasi hanya uang muka. Sehingga otomatis uang daerah yang belum digunakan untuk melakukan pembayaran akan mengendap di RKUD.
"Kemarin saya sudah mengaku dosa kepada Pak Dirjen. Karena pandemi (COVID-19), kami mengendalikan beberapa anggaran sehingga belanjanya tidak terlalu on time karena terjadi refocusing. Maka saat serapannya pada beberapa mata anggaran akhirnya agak terlambat. Tapi apakah kemudian kami ingin mencari bunga? Nggak sama sekali. Apa lagi ada yang punya pikiran, bunga diambil kepala daerah. Wah...suudzonnya berlebihan," terangnya.
Tetapi Ganjar tidak memungkiri, jangan-jangan memang ada daerah yang sengaja menaruh anggaran di RKUD dan tidak berani membelanjakan anggaran atau ingin mengambil keuntungan. "Saya tidak akan defense terlalu kuat. Kita sudah ngomong gini, tempat lain ada kan kita malu," ucapnya.
Menanggapi paparan Ganjar Pranowo, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Moch Ardian tertarik dengan ungkapan Ganjar Pranowo yang khawatir ada kepala daerah yang sengaja mendepositokan anggaran untuk mendapatkan lain-lain pendapatan yang sah.
"Radar kami agak tinggi soal itu. Sebut saja, insentif nakes (tenaga kesehatan) belum dibayarkan di suatu pemerintah daerah, tapi ternyata ada rekening deposito pemda tersebut diperbankan, kami berhipotesa itu sengaja untuk mendapatkan tambahan. Padahal, deposito diperkenankan dalam rangka manajemen kas," katanya.
Dia menyatakan, regulasi memang memberikan ruang kepada pemerintah daerah untuk menyimpan uang di deposito. Namun sifatnya hanya untuk manajemen kas. "Regulasi memang memberikan ruang, dalam rangka manajemen kas, silakan uang daerah mau ditaruh di tabungan monggo, giro boleh, di deposito silakan," ucapnya.
Dia mengungkapkan, Di tengah pandemi COVID-19, di daerah ada dinamika yang menarik dan variannya sangat tinggi. Masing-masing daerah dinamikanya berbeda. "Tugas kami mengecek satu demi satu, dari hari demi hari agar anggaran tepat sasaran," tandasnya.
(shf)