Prevalensi Stunting Turun, Plt Bupati Ingin Penanganan Seperti COVID-19

Rabu, 08 September 2021 - 04:07 WIB
loading...
Prevalensi Stunting Turun, Plt Bupati Ingin Penanganan Seperti COVID-19
Plt Bupati Bandung Barat Hengki Kurniawan menghadiri acara Rembuk Stunting dan penandatanganan komitmen bersama konvergensi serta pencegahan stunting di Parongpong, Selasa (7/9/2021). Foto/dok.Humas
A A A
BANDUNG BARAT - Angka prevalensi stunting di Kabupaten Bandung Barat (KBB) saat ini sudah di bawah yang disyaratkan pemerintah pusat. Namun adanya pandemi COVID-19 dan terjadi degradasi ekonomi di masyarakat dikhawatirkan angkanya kembali naik, sehingga harus ada intervensi dan monitoring dari pemerintah.

"Rembuk stunting ini harus menghasilkan rumusan yang bisa menekan terus angka stunting. Sama seperti penanganan COVID-19, komitmen kami serius mengentaskan persoalan ini," kata Plt Bupati Bandung Barat Hengki Kurniawan usai menghadiri acara Rembuk Stunting di Parongpong, Selasa (7/9/2021). Baaca juga: Pengaruhi IQ Anak, BKKBN Berupaya Cegah Stunting di Masa Pandemi

Hengki menyebutkan, saat ini angka prevalensi stunting di KBB dari asalnya 14 persen turun menjadi 11 persen. Dirinya ingin agar persentasenya bisa terus turun sebagai bekal menyiapkan generasi muda mendatang yang terbebas dari stunting. Apalagi di tahun ini di KBB ada 20 desa yang menjadi lokus diberi bantuan serta supporting gizi dan ketahanan pangannya.

Dirinya ingin penanganan stunting ke depan bisa seperti penanganan COVID-19 yang setiap pekannya ada rapat koordinasi dengan provinsi dan kementerian. Kemudian ada data yang diupdate dari mulai tingkat RT hingga kabupaten sehingga bisa terpantau. Itu nantinya akan memudahkan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan yang tepat.

"Tahun depan (2022) akan ada command center di KBB dan harapannya semua bisa terpantau, termasuk stunting. Karena penanganan ini harus semua elemen, pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam memberikan edukasi soal gizi, kebersihan, sanitasi, dll," sebutnya.

Kepala Dinas Kesehatan KBB Eissenhower Sitanggang menambahkan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi stunting. Seperti kurangnya pemahaman soal asupan gizi yang baik, faktor ekonomi, pola hidup bersih, dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan 1.000 hari pertama kehidupan di keluarga.

Sunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh, baik pertumbuhan maupun perkembangan otak. Hal tersebut bisa dicegah sampai anak usia dua tahun, namun jika terlambat maka bisa permanen. Sehingga kecerdasan anak lebih rendah atau kurang jika dibanding dengan anak yang normal.

"Kita terus lakukan maping dan beri bantuan ke desa-desa yang jadi lokus penanganan stunting. Seperti dirembuk stunting ini diberikan ke Desa Ciburuy, Pataruman, dan Gunung Masigit," ucapnya.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2454 seconds (0.1#10.140)