BI Beber Tiga Tantangan Pengendalian Inflasi di Jatim
loading...
A
A
A
SURABAYA - Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Timur (Jatim), Difi Ahmad Johansyah menyebutkan, sejak pandemi Covid-19, komoditas di Jatim tidak mengalami gejolak harga yang cukup signifikan. Bahkan tekanan harga di periode Idul Fitri 2020 pun relatif normal, tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya.
"Namun, ada tiga tantangan utama pengendalian inflasi di Jatim. Pertama, kendala distribusi pangan di tengah penerapan pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disejumlah wilayah. Kedua penurunan permintaan masyarakat akibat pelemahan daya beli dan dampak psikologis penyebaran Covid-19. Hal itu berpengaruh pada potensi deflasi komoditas yang lebih dalam," katanya, Sabtu (30/5/2020).
Ketiga, lanjut dia, antisipasi dampak perpanjangan PSBB maupun kondisi new normal pasca COVID-19 terhadap stok dan akses masyarakat atas pangan.
"Kami mengapresiasi TPID Jatim yang telah mengambil berbagai langkah inovasi. Salah satunya, Lumbung Pangan Jatim. Lumbung pangan ini menjadi wadah dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan pangan di Jatim," ujarnya.
Meski begitu, Difi menilai perlu ada evaluasi dan penguatan fungsi Lumbung Pangan Jatim. Sehingga dapat berjalan optimal dalam pelaksanaan tugasnya di masa yang akan datang.
"Selain itu, juga penting dilakukan upaya mapping stok pangan Jatim yang nantinya dapat menjadi landasan Kerjasama Antar Daerah berdasarkan data neraca pangan yang akurat," terangnya.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyiapkan sejumlah langkah pemulihan ekonomi, yang diarahkan untuk memperbaiki dua sisi. Baik pasokan maupun permintaan.
Salah satunya, melalui relaksasi beberapa kebijakan dalam mendorong konsumsi, mendukung dunia usaha dan mempertahankan investasi, serta mendukung ekspor-impor.
"Dengan sistem ini diharapkan dapat muncul inovasi yang mendukung implementasi new normal dan perbaikan ekonomi ke depan. Inovasi tersebut diharapkan berasal dari TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) Kabupaten/Kota di Jawa Timur," katanya.
"Namun, ada tiga tantangan utama pengendalian inflasi di Jatim. Pertama, kendala distribusi pangan di tengah penerapan pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disejumlah wilayah. Kedua penurunan permintaan masyarakat akibat pelemahan daya beli dan dampak psikologis penyebaran Covid-19. Hal itu berpengaruh pada potensi deflasi komoditas yang lebih dalam," katanya, Sabtu (30/5/2020).
Ketiga, lanjut dia, antisipasi dampak perpanjangan PSBB maupun kondisi new normal pasca COVID-19 terhadap stok dan akses masyarakat atas pangan.
"Kami mengapresiasi TPID Jatim yang telah mengambil berbagai langkah inovasi. Salah satunya, Lumbung Pangan Jatim. Lumbung pangan ini menjadi wadah dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan pangan di Jatim," ujarnya.
Meski begitu, Difi menilai perlu ada evaluasi dan penguatan fungsi Lumbung Pangan Jatim. Sehingga dapat berjalan optimal dalam pelaksanaan tugasnya di masa yang akan datang.
"Selain itu, juga penting dilakukan upaya mapping stok pangan Jatim yang nantinya dapat menjadi landasan Kerjasama Antar Daerah berdasarkan data neraca pangan yang akurat," terangnya.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyiapkan sejumlah langkah pemulihan ekonomi, yang diarahkan untuk memperbaiki dua sisi. Baik pasokan maupun permintaan.
Salah satunya, melalui relaksasi beberapa kebijakan dalam mendorong konsumsi, mendukung dunia usaha dan mempertahankan investasi, serta mendukung ekspor-impor.
"Dengan sistem ini diharapkan dapat muncul inovasi yang mendukung implementasi new normal dan perbaikan ekonomi ke depan. Inovasi tersebut diharapkan berasal dari TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) Kabupaten/Kota di Jawa Timur," katanya.
(msd)