RMI-PBNU Minta Pemerintah Tidak Paksakan Buka Pondok Pesantren

Sabtu, 30 Mei 2020 - 10:17 WIB
loading...
RMI-PBNU Minta Pemerintah...
Seorang santri membaca Alquran.Foto/ilustrasi
A A A
JAKARTA - Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) atau Asosiasi Pesantren Indonesia meminta pemerintah hati-hati menyiapkan kondisi new normal di lingkungan pondok pesantren. Jika memang tidak siap dengan konsekuensinya, pemerintah diminta tidak memaksakan pembukaan kembali pesantren.

Apalagi saat ini jumlah dan pertumbuhan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 (Corona) di Indonesia masih tinggi dan mengkhawatirkan. Persebaran virus ini juga makin meluas. Sementara prasyarat untuk mencegah penularan Covid-19, terutama jaga jarak (social/physical distancing), semakin sulit diwujudkan.

Ketua Pengurus Pusat RMI-PBNU Abdul Ghofarozzin mengatakan, keadaan demikian seharusnya membuat pemerintah tetap waspada dan memastikan aturan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat berjalan secara efektif.

"Namun, justru yang dirasakan adalah pelonggaran terhadap PSBB dan pemerintah akan segera melaksanakan New Normal atau kelaziman baru. Hal ini sangat berisiko bagi makin luas dan besarnya persebaran Covid-19, termasuk dalam lembaga pendidikan," ujar Abdul Ghofarozzin.

Terhadap Pesantren, Ghofarozzin menilai pemerintah belum memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani Corona. Namun, tiba-tiba pemerintah mendorong agak terlaksana New Normal dalam kehidupan pesantren.

"Hal demikian tentu saja mengkhawatirkan. Alih-alih untuk menyelematkan pesantren dari Covid-19, pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal justru dapat menjadi klaster baru pandemi Covid-19. Sesuatu yang sepatutnya dihindari," katanya.

Untuk itu, RMI-PBNU menyatakan bahwa pelaksanaan new normal di pesantren tidak dapat dilakukan jika tidak ada dukungan pemerintah. Setidaknya ada tiga syarat new normal bisa diterapkan di pesantren. Pertama, kebijakan pemerintah yang konkret dan berpihak sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam menjaga pesantren dari risiko penyebaran virus Corona.

Kedua, dukungan fasilitas kesehatan untuk pemenuhan pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan. Ketiga, dukungan sarana dan fasilitas pendidikan meliputi fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali ke pesantren dan biaya pendidikan (syahriyah/SPP dan kitab) bagi santri yang terdampak secara ekonomi.

"Apabila tidak ada kebijakan nyata untuk tiga hal di atas maka RMI-PBNU menyarankan pesantren memperpanjang masa belajar di rumah," urainya. RMI-PBNU juga mengimbau agar setiap keputusan yang diambil terkait dengan nasib pesantren harus melibatkan kalangan pesantren.

Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz menilai new normal di pesantren membutuhkan banyak persiapan.

"Terdapat ribuan pesantren dan jutaan santri yang akan kembali melakukan kegiatan ajar- mengajar, membutuhkan perlidungan kesehatan dari pandemi Covid-19. Kebutuhan sarana dan prasarana tentu membutuhkan dana yang tidak bisa di-cover oleh pesantren itu sendiri," ujarnya.

Eem mengatakan, dengan kondisi sarana dan prasarana pesantren di Indonesia yang belum memenuhi standar kesehatan untuk menjalankan konsep 'new normal' maka membutuhkan fasilitas yang memadai. “Kebutuhan fasilitas ini membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga diperlukan alokasi dana APBN hingga APBD untuk pesantren-pesantren di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Eem menjelaskan, alokasi dana tersebut diperuntukkan bagi kebutuhan mempersiapkan sarana dan prasarana sesuai dengan prokol kesehatan Covid-19.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1327 seconds (0.1#10.140)