Cukai Rokok Naik, Buruh dan Petani di Jatim Was-was Kehilangan Pekerjaan

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 17:55 WIB
loading...
Cukai Rokok Naik, Buruh dan Petani di Jatim Was-was Kehilangan Pekerjaan
Pekerja memilah tembakau hasil petik di Jember, Jawa Timur. Foto/SINDOnews/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Rencana kenaikan cukai rokok, membuat para buruh pabrik rokok dan petani tembakau di Jatim, diliputi kecemasan. Para buruh pabrik rokok yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI Jatim, menolak kenaikan cukai rokok pada tahun 2022.



Diperkirakan hampir sebanyak 65.000 pekerja pabrik rokok di Jatim terdampak bila pemerintah menaikkan cukai rokok pada tahun depan. Menurut Ketua FSP RTMM SPSI Jatim, Purnomo, kenaikan cukai rokok akan mengerek harga rokok naik, dan perusahaan akan melakukan berbagai langkah efisiensi. "Hal ini karena biaya operasional industri ini cukup besar. Mulai dari pengurangan jam kerja, pengurangan upah, bahkan pengurangan karyawan," ujarnya.



FSP RTMM Jatim berharap pemerintah mendengar keluh kesah para pekerja. Tenaga kerja sektor industri rokok dan tembakau di Jatim, saat ini berjumlah 64.431 pekerja, atau berkurang sekitar 5.000 pekerja dibandingkan tahun 2020. Hal ini menunjukkan dalam jangka waktu satu tahun terjadi penurunan sekitar 5.000 pekerja. Salah satunya karena imbas kenaikan cukai rokok.



" Industri rokok di Jatim sangat besar dibandingkan provinsi lainnya. Industri rokok menaungi puluhan ribu pekerja. Selama pandemi COVID-19, tercatat sudah tiga pabrik yang tutup. Pabrik-pabrik lain berupaya bertahan dengan strategi efisiensi. Jadi, kami mohon sekali, Pak Presiden, tunda dulu, jangan naikkan cukai rokok lagi. Jangan sampai industri ini hancur," tegasnya.

Selama satu setengah tahun pandemi, para pekerja rokok berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Bila cukai rokok dinaikkan, maka pabrikan akan mengurangi jam kerja, yang berujung pada pengurangan upah karena borongan kerja yang berkurang.

Sementara itu, pabrikan yang telah tutup, meninggalkan ribuan pekerja menjadi pengangguran. Mereka adalah pekerja dengan usia rata-rata di atas 40 tahun yang sulit mendapatkan pekerjaan baru.



Pelaku industri dan tenaga kerja dari sigaret kretek tangan (SKT) juga sangat mengkhawatirkan rencana kenaikan cukai rokok pada 2022. Seperti diketahui SKT merupakan sektor padat karya yang paling banyak mempekerjakan perempuan sebagai pelinting.

Umumnya, para pelinting ini merupakan tulang punggung keluarga sebagai sumber nafkah utama. Pemerintah diharapkan dapat melindungi rakyat kecil di sektor ini untuk dapat bertahan di tengah tekanan pandemi dengan cara tidak menaikkan cukai SKT.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jatim, Muhdi mengungkapkan, petani tembakau di Jatim ketar-ketir jika pemerintah segera merealisasikan pengumuman kenaikan tarif cukai.



Berkaca pada momen tahun lalu, pengumuman kenaikan cukai langsung memukul harga jual tembakau di petani. Padahal pada saat tersebut, petani baru saja melakukan panen. Tahun ini, kondisi iklim juga tidak bersahabat.

"Dengan alasan apapun kami menolak pemerintah menaikkan tarif cukai. Harga tembakau petani pasti akan langsung drop. Hingga Agustus pekan lalu banyak tanaman tembakau yang mati karena hujan deras. Ditambah lagi menjelang September ini, pabrikan belum melakukan pembelian tembakau petani. Jika pemerintah menambah dengan pengumuman cukai naik, kiamat lah petani tembakau," ujar Muhdi.

Cukai dinaikkan dipastikan akan membuat serapan tembakau dari pabrikan ke petani tembakau akan semakin menurun. "Harga cukai naik, harga jual rokok naik, seharusnya harga tembakau dari petani naik, tapi kenyataannya tidak demikian. Pabrikan akan berupaya bertahan menurunkan jumlah serapan tembakau petani," sebut Muhdi.



Hal lain yang saat ini juga dikhawatirkan petani tembakau di Jatim khususnya adalah produksi yang diproyeksikan menurun hingga 30 persen. Dari sekitar 100 ribu hektar areal produksi tembakau keseluruhan di Jawa Timur, hanya sekitar 80 ribu hektar yang bisa panen. "Karena terdampak cuaca hasil panen tidak terlalu maksimal. Ditambah lagi saat ini pasarnya sangat lesu ," lanjut Muhdi.

Seluruh petani tembakau di Jatim menolak kenaikan tarif cukai. Petani berharap pemerintah justru membantu mendorong industri hasil tembakau (IHT) bangkit dari pandemi. Bukan justru menghantam industri dari hulu hingga hilir.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.7300 seconds (0.1#10.140)