Cerita Warga Takut Corona: Enggan Terima Tamu, Transaksi di Balik Pagar
loading...
A
A
A
SEMARANG - Merebaknya virus corona jenis baru, Covid-19 ditanggapi dengan beragam reaksi oleh warga Kota Semarang. Apalagi masyarakat juga diimbau untuk menjaga jarak (social distancing) hingga menghindari kerumunan massa. Sekolah yang sudah diliburkan lebih dari sebulan, terhitung sejak 16 Maret 2020.
Kondisi itu tak bisa dipungkiri memunculkan rasa kekhawatiran hingga ketakutan warga terhadap ganasnya virus corona. Fenomena phobia ataupun paranoid pun muncul di tengah kekhawatiran akan penularan virus corona yang begitu masif.
Seperti yang terjadi di kompleks perumahan di Kawasan Tembalang, Semarang. Berbagai cara dilakukan warga guna memutus mata rantai peredaran corona.
Contohnya Anggorowati. Ibu rumah tangga ini menerapkan protokol keamanan dan kesehatan dengan sangat ketat. Dia tidak menerima tamu, terutama dari luar perumahan dan membeli makanan secara online.
"Kalau ada tamu terutama yang bukan warga dari sini, saya tak bolehkan masuk rumah. Cukup bicara dari balik pagar. Bahkan ada saudara dari luar kota yang datang ke rumah pun terpaksa hanya berkomunikasi lewat telepon," kata Anggorowati, Selasa (21/4/2020).
Tak hanya itu, Anggorowati yang sejak ada imbuan pemerintah untuk tidak keluar rumah, lebih banyak beli makanan lewat online. "Tapi kalau pesanan sudah datang, saya suruh menaruhnya di atas pagar. Sedangkan uangnya saya bungkus plastik dan taruh di atas pagar," tuturnya.
Menurutnya, semua yang dilakukan sebagai langkah mencegah penularan virus corona. "Bagaimana pun rasa takut itu pasti ada. Makanya saya lebih ketat menerapkan segalanya, mulai menyediakan hand sanitizer atau pun sabun cair di depan rumah," katanya.
Lain halnya dengan Saptono, warga setempat. Rumahnya yang juga difungsikan sebagai toko kelontong atau warung terpaksa ia tutup tapi tidak total. "Warungnya buka, tapi pagar rumah saya tutup. Jadi kalau ada yang beli cukup dari luar pagar. Uang saya minta dimasukkan plastik, begitu juga barang yang dibelinya," ungkap Saptono.
"Terus terang semenjak merebaknya virus corona, saya jadi takut. Daripada menular, sebagai antisipasi ya transaksi di warung cukup dari luar pagar," tuturnya.
Sementara, dari pantauan SINDOnews di lapangan, hampir di semua kompleks perumahan hingga kampung-kampung di Kota Semarang tampak memberlakukan sistem buka tutup portal. Seperti di kompleks perumahan Vila Tembalang, tampak dua portal tertutup rapat dan dijaga oleh petugas sekuriti. Terlihat sebuah spanduk besar bertuliskan "Area Wajib Masker".
Protokol kesehatan dan keamanan pun diberlakukan cukup ketat. Bagi warga yang keluar, masuk wajib cuci tangan dan menjalani pengukuran suhu tubuh. Sementara bagi layanan antar-pesan makanan, ojek online (ojol) tukang sayur keliling dilarang masuk. Mereka hanya diperbolehkan berhenti di depan gerbang pintu masuk.
"Yang pesan makanan lewat gojek atau pesanan belanja hanya boleh dititipkan ke pos sekuriti. Selanjutnya warga datang ke pos dan mengambil pesanannya," kata seorang satpam.
Kondisi itu tak bisa dipungkiri memunculkan rasa kekhawatiran hingga ketakutan warga terhadap ganasnya virus corona. Fenomena phobia ataupun paranoid pun muncul di tengah kekhawatiran akan penularan virus corona yang begitu masif.
Seperti yang terjadi di kompleks perumahan di Kawasan Tembalang, Semarang. Berbagai cara dilakukan warga guna memutus mata rantai peredaran corona.
Contohnya Anggorowati. Ibu rumah tangga ini menerapkan protokol keamanan dan kesehatan dengan sangat ketat. Dia tidak menerima tamu, terutama dari luar perumahan dan membeli makanan secara online.
"Kalau ada tamu terutama yang bukan warga dari sini, saya tak bolehkan masuk rumah. Cukup bicara dari balik pagar. Bahkan ada saudara dari luar kota yang datang ke rumah pun terpaksa hanya berkomunikasi lewat telepon," kata Anggorowati, Selasa (21/4/2020).
Tak hanya itu, Anggorowati yang sejak ada imbuan pemerintah untuk tidak keluar rumah, lebih banyak beli makanan lewat online. "Tapi kalau pesanan sudah datang, saya suruh menaruhnya di atas pagar. Sedangkan uangnya saya bungkus plastik dan taruh di atas pagar," tuturnya.
Menurutnya, semua yang dilakukan sebagai langkah mencegah penularan virus corona. "Bagaimana pun rasa takut itu pasti ada. Makanya saya lebih ketat menerapkan segalanya, mulai menyediakan hand sanitizer atau pun sabun cair di depan rumah," katanya.
Lain halnya dengan Saptono, warga setempat. Rumahnya yang juga difungsikan sebagai toko kelontong atau warung terpaksa ia tutup tapi tidak total. "Warungnya buka, tapi pagar rumah saya tutup. Jadi kalau ada yang beli cukup dari luar pagar. Uang saya minta dimasukkan plastik, begitu juga barang yang dibelinya," ungkap Saptono.
"Terus terang semenjak merebaknya virus corona, saya jadi takut. Daripada menular, sebagai antisipasi ya transaksi di warung cukup dari luar pagar," tuturnya.
Sementara, dari pantauan SINDOnews di lapangan, hampir di semua kompleks perumahan hingga kampung-kampung di Kota Semarang tampak memberlakukan sistem buka tutup portal. Seperti di kompleks perumahan Vila Tembalang, tampak dua portal tertutup rapat dan dijaga oleh petugas sekuriti. Terlihat sebuah spanduk besar bertuliskan "Area Wajib Masker".
Protokol kesehatan dan keamanan pun diberlakukan cukup ketat. Bagi warga yang keluar, masuk wajib cuci tangan dan menjalani pengukuran suhu tubuh. Sementara bagi layanan antar-pesan makanan, ojek online (ojol) tukang sayur keliling dilarang masuk. Mereka hanya diperbolehkan berhenti di depan gerbang pintu masuk.
"Yang pesan makanan lewat gojek atau pesanan belanja hanya boleh dititipkan ke pos sekuriti. Selanjutnya warga datang ke pos dan mengambil pesanannya," kata seorang satpam.
(abd)