PPKM Diperpanjang, Ini Tanggapan Pelaku Seni dan Pedagang di Majalengka
loading...
A
A
A
MAJALENGKA - Pemerintah pusat kembali memperpanjang PPKM hingga 23 Agustus 2021. Kebijakan itu, mengundang reaksi protes dari mereka yang aktivitas sehari-harinya berhubungan dengan khalayak ramai.
Niz Nisa, MC di Kabupaten Majalengka adalah salah satu contoh pihak yang terpaksa mengelus dada dengan kebijakan tersebut. Bagi Niz, perpanjangan PPKM itu, akan membuat ‘air mata’ penggiat seni kembali berderai. Sepinya Job, yang berdampak terhadap mandeknya pemasukan, membuat sebagian mereka dalam ketidak jelasan.
“Sebagian dari kami sesungguhnya ada beberapa yang udah hopeless. Diperpanjang lagi, bagaimana kelanjutan hidup para pekerja seni yang mnggantungkan hidup hanya dari panggungan,” kata Niz kepada MPI, Senin (16/8/2021).
Saat pemberlakuan PPKM sebelumnya, jelas dia, dengan status Majalengka sebagai daerah yang memberlakukan PPKM level 3, ada beberapa yang memang masih bisa bekerja. Namun, kondisi tersebut dinilianya tidak nyaman.
“Sekalipun ada sebagian yang masih bisa bekerja, tetap ada banyak hal keterbatasan, kerja juga enggak nyaman. Aku kangen kerja di tempat yang layak, nggak di pelosok atau pedalamanan yang mana terkadang jalan sulit ditempuh. Selain itu equipment juga tidak memadai,” jelas dia.
“Misalnya memakai mic musala atau mic salon aktif rumahan yang echo-nya 18 kali. Itu sangat tidak nyaman. Iya betterlah, daripada nggak boleh samasekali,” lanjut dia.
Ketua Majalengka Singers Community (MSC) Rekha Dewi Asgarini mengaku tidak bisa berbuat banyak dengan pemberlakuan PPKM yang diperpanjang. Dia beralasan, selama ini, pembatasan aktivitas lewat PPKM, tidak dibarengi dengan solusi yang bijak.
“Ya sedihlah, marah. Marahnya bercabang kaditu-kadieu (kesana kemari) Sedih, marah sama pemerintah. Sedih, marah sama temen-teman yang abai Prokes. Percuma kan kita Prokes ketat, sementara sekitar kita abai. PPKM menurut saya tidak terlalu efektif. Apalagi aturan dan pembatasan pada masa PPKM tidak di-seimbang-kan dengan solusi. Maka yang terjadi adalah PPKM justru membuat imun turun,” kata dia.
Sebagai seniman yang aktivitasnya di atas panggung, jelas dia, komunitasnya selalu memperhatikan Prokes. Meskipun tidak nyaman, lanjut dia, tetapi mereka tetap melaksanakannya, karena kondisi mereka ‘mengharuskan’ tetap beraktivitas. “Kmai selalu prokes ketat. Di depan stage pake plastik transparan. Nggak apa-apa kami nyanyi kaya di dalem aquarium,” jelas dia.
Dalam setiap manggung, jelas dia, personil yang berada di komunitasnya senantiasa sebisa mungkin menjaga Prokes. Tidak terkecuali, pihaknya juga sejatinya menolak ketika ada yang mau berjoget.
“Otomatis pasti pakai masker, kcuali penyanyi kalau lagi nyanyi, sama tukang tiup. Malah kadang masker sama faceshiled, sarung tangan juga, cover mik, selalu pakai handsanitizer, sebisa mungkin menolak yang joget. Meskipun susahnya minta ampun,” jelas dia. Baca: Terkait Konflik Lahan dengan Petani Batanghari Jambi, Ini Tanggapan PT WKS.
“Sebenarnya kalau joged, kami temenin kalau diminta. Itupun kami atau MC sudah meminta untuk yang joged itu pakai masker. Penyanyi yang nemenin joged juga pakai masker dan menjaga jarak,” lanjut dia.
Sementara, salah satu pelaku usaha kuliner, Irvan Taufik Iskandar menilai, selagi masih diperbolehkan melayani, pihaknya tidak terlalu memermasalahkan. Meskipun omzet yang didapat tidak seusai dengan yang diinginkan, tetapi kebolehan itu dinilai cukup membawa angin segar. Baca Juga: Tak Kenal Lelah, Pasukan Marinir Gencarkan Serbuan Vaksin di Sorong.
“Selama masih bisa melayani dine in dengan syarat prokes, Insyaallah kami bisa mengikuti, usaha masih bisa jalan. Kalau udah larangan dine in itu udah susah buat kami mah. Omzet dine in terbatas waktu dan kapasitas masih mending, daripada nggak boleh dine in pisan,” pungkasnya.
Lihat Juga: Menteri Karding Minta Jajaran Bantu Kembalikan Ijazah hingga Akte Milik Mila meski Nonprosedural
Niz Nisa, MC di Kabupaten Majalengka adalah salah satu contoh pihak yang terpaksa mengelus dada dengan kebijakan tersebut. Bagi Niz, perpanjangan PPKM itu, akan membuat ‘air mata’ penggiat seni kembali berderai. Sepinya Job, yang berdampak terhadap mandeknya pemasukan, membuat sebagian mereka dalam ketidak jelasan.
“Sebagian dari kami sesungguhnya ada beberapa yang udah hopeless. Diperpanjang lagi, bagaimana kelanjutan hidup para pekerja seni yang mnggantungkan hidup hanya dari panggungan,” kata Niz kepada MPI, Senin (16/8/2021).
Saat pemberlakuan PPKM sebelumnya, jelas dia, dengan status Majalengka sebagai daerah yang memberlakukan PPKM level 3, ada beberapa yang memang masih bisa bekerja. Namun, kondisi tersebut dinilianya tidak nyaman.
“Sekalipun ada sebagian yang masih bisa bekerja, tetap ada banyak hal keterbatasan, kerja juga enggak nyaman. Aku kangen kerja di tempat yang layak, nggak di pelosok atau pedalamanan yang mana terkadang jalan sulit ditempuh. Selain itu equipment juga tidak memadai,” jelas dia.
“Misalnya memakai mic musala atau mic salon aktif rumahan yang echo-nya 18 kali. Itu sangat tidak nyaman. Iya betterlah, daripada nggak boleh samasekali,” lanjut dia.
Ketua Majalengka Singers Community (MSC) Rekha Dewi Asgarini mengaku tidak bisa berbuat banyak dengan pemberlakuan PPKM yang diperpanjang. Dia beralasan, selama ini, pembatasan aktivitas lewat PPKM, tidak dibarengi dengan solusi yang bijak.
“Ya sedihlah, marah. Marahnya bercabang kaditu-kadieu (kesana kemari) Sedih, marah sama pemerintah. Sedih, marah sama temen-teman yang abai Prokes. Percuma kan kita Prokes ketat, sementara sekitar kita abai. PPKM menurut saya tidak terlalu efektif. Apalagi aturan dan pembatasan pada masa PPKM tidak di-seimbang-kan dengan solusi. Maka yang terjadi adalah PPKM justru membuat imun turun,” kata dia.
Sebagai seniman yang aktivitasnya di atas panggung, jelas dia, komunitasnya selalu memperhatikan Prokes. Meskipun tidak nyaman, lanjut dia, tetapi mereka tetap melaksanakannya, karena kondisi mereka ‘mengharuskan’ tetap beraktivitas. “Kmai selalu prokes ketat. Di depan stage pake plastik transparan. Nggak apa-apa kami nyanyi kaya di dalem aquarium,” jelas dia.
Dalam setiap manggung, jelas dia, personil yang berada di komunitasnya senantiasa sebisa mungkin menjaga Prokes. Tidak terkecuali, pihaknya juga sejatinya menolak ketika ada yang mau berjoget.
“Otomatis pasti pakai masker, kcuali penyanyi kalau lagi nyanyi, sama tukang tiup. Malah kadang masker sama faceshiled, sarung tangan juga, cover mik, selalu pakai handsanitizer, sebisa mungkin menolak yang joget. Meskipun susahnya minta ampun,” jelas dia. Baca: Terkait Konflik Lahan dengan Petani Batanghari Jambi, Ini Tanggapan PT WKS.
“Sebenarnya kalau joged, kami temenin kalau diminta. Itupun kami atau MC sudah meminta untuk yang joged itu pakai masker. Penyanyi yang nemenin joged juga pakai masker dan menjaga jarak,” lanjut dia.
Sementara, salah satu pelaku usaha kuliner, Irvan Taufik Iskandar menilai, selagi masih diperbolehkan melayani, pihaknya tidak terlalu memermasalahkan. Meskipun omzet yang didapat tidak seusai dengan yang diinginkan, tetapi kebolehan itu dinilai cukup membawa angin segar. Baca Juga: Tak Kenal Lelah, Pasukan Marinir Gencarkan Serbuan Vaksin di Sorong.
“Selama masih bisa melayani dine in dengan syarat prokes, Insyaallah kami bisa mengikuti, usaha masih bisa jalan. Kalau udah larangan dine in itu udah susah buat kami mah. Omzet dine in terbatas waktu dan kapasitas masih mending, daripada nggak boleh dine in pisan,” pungkasnya.
Lihat Juga: Menteri Karding Minta Jajaran Bantu Kembalikan Ijazah hingga Akte Milik Mila meski Nonprosedural
(nag)