Demi Syiar Islam, Kaligrafi Mujtahid Al Fatah Bertahan di Tengah Pandemi COVID-19

Selasa, 27 Juli 2021 - 09:29 WIB
loading...
Demi Syiar Islam, Kaligrafi Mujtahid Al Fatah Bertahan di Tengah Pandemi COVID-19
Mujtaid Al Fatah, pengrajin kaligrafi saat menunjukkan garapannya di tempat produksi, Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Foto/SINDOnews/Angga Rosa
A A A
SEMARANG - Badai pandemi COVID-19 meluluhlantakkan perekonomian masyarakat , tanpa terkecuali kerajinan kaligrafi. Seorang perajin kaligrafi di Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Mujtahid Al Fatah berusaha keras mempertahankan kelangsungan usahanya, lantaran itu bagian dari syiar Islam yang dilakukannya.



Dia mengatakan, sebelum pandemi COVID-19 , penjualan kaligrafi laku keras. Setiap tiga hari sekali bisa dipastikan ada konsumen yang membeli. Pembelinya dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk mantan Menteri Tenaga Kerja, Muhammad Hanif Dhakiri juga pernah membeli kaligrafinya. "Dulu setiap tiga hari sekali, saya bisa menjual lebih dari lima kaligrafi berbagai ukuran. Sejak pandemi COVID-19 , omzet anjlok hingga 80 persen," katanya.



Meski demikian, pengrajin kaligrafi lulusan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang ini, tidak mau menutup usaha dan meminta karyawannya untuk berproduksi meski dalam jumlah sedikit. Sebab, pengasuh Pondok Pesantren DQS Bener, Tengaran ini, menjadikan usaha kaligrafi sebagai bagian dari syiar Islam.



"Saya melukan syiar ajaran agama Islam dengan berbagai cara. Usaha kaligrafi ini, juga saya gunakan untuk syiar. Jadi meski kondisi sedang lesu, saya tetap berusaha untuk berproduksi dan memasarkannya sembari syiar," ujarnya.

Dia menceritakan, ini dilakoninya sejak 2008 silam. Saat itu, dirinya masih mengajar di pondok pesantren di Klaten. "Awalnya saya menjualkan kaligrafi dari salah satu produsen. Saat itu, saya hanya keliling satu pekan sekali. Kemudian saya tekuni dan akhirnya bisa produksi sendiri," terangnya.

Baca Juga: memasarkan kaligrafi
"Kalau dibanding dengan produsen lain, hanya beda tipis. Namun, tetap ada pembedanya. Selain lebih rapi dan penulisnya benar, kaligrafi saya memiliki ciri tersendiri. Saya juga menerima pesanan sesuai permintaan konsumen," ucapnya.



Meski telah menemukan teknik dan tulisan kaligrafi yang diminati, Fatah tetap menerima masukan dan kritikan dari berbagai pihak. Ini demi perbaikan kualitas produksi. "Saya juga terus bereksplorasi dan melakukan inovasi agar lebih baik dan konsumen bisa puas," katanya.

Sementara dalam memasarkan karyanya, selain melalui sales, dirinya juga memasarkan sendiri. Harganya juga relatif murah, mulai dari Rp300.000 hingga Rp6 juta. "Harga menyesuaikan ukuran dan tingkat kesulitannya ," ucapnya.



Fatah juga memasarkan kaligrafinya di pasar tiban di jalan lingkar selatan (JLS) Salatiga yang buka setiap Minggu pagi hingga siang. Di tempat itu, dia juga sering memberikan hadiah kepada anak-anak yang bisa membaca kaligrafinya dengan benar. "Anak-anak yang bisa baca, saya kasih satu kaligrafi. Tujuan saya, untuk menyemangati anak-anak agar rajin mengaji (baca Alquran)," ujarnya.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2799 seconds (0.1#10.140)