Pengantin Itu Tergilas Mesin Penggilingan, dan Petani Tebu Mulai Berharap Manisnya Gula

Selasa, 15 Juni 2021 - 18:23 WIB
loading...
Pengantin Itu Tergilas Mesin Penggilingan, dan Petani Tebu Mulai Berharap Manisnya Gula
Tradisi pengantin tebu yang digelar di pabrik gula PT RMI Desa Rejoso, Kabupaten Blitar. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Sepasang tebu menjadi mempelai yang siap naik ke pelaminan. Layaknya sepasang pengantin baru, mereka didandani untuk tampil gagah dan cantik bak raja dan ratu. Usai melalui ritual dan panjatan doa, pasangan pengantin tebu itu masuk ke dalam mesin penggilingan.



Ritual kuno pengantin tebu atau temanten tebu ini, digelar di pabrik gula PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Desa Rejoso, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar. Tepat hari Selasa Pahing (15/6/2021). Bersama hancurnya sepasang tebu yang digilas roda gerigi mesin, penggilingan tebu di PT RMI selama 130 hari ke depan, dimulai.



"Ini menandai masuknya musim giling tahun 2021," tutur Factory Manager PT RMI Heri Widarmanto kepada wartawan, Selasa (15/6/2021). Ritual berlangsung di lokasi produksi pabrik gula. Sejumlah orang berpakaian adat Jawa. Yang lelaki mengenakan beskap, lengkap dengan keris terselip di pinggang, serta blangkon di kepala.



Para perempuan menghias diri dengan baju kebaya. Rambut mereka disanggul. Terlihat setandan pisang bercampur bunga setaman. Fungsinya sebagai sesaji . Di sebuah bokor, asap dupa tidak berhenti mengudara. Karena masih dalam situasi pandemi COVID-19, protokol kesehatan diperlakukan secara ketat.

"Ini pertama kalinya menggelar tradisi manten tebu ," tambah Heri. Bak sepasang mempelai manusia. Dua batang tebu dihias sedemikian rupa. Sebatang tebu yang dianggap sebagai tebu kakung (tebu pria) disemati nama Denmas Anggoro. Sedangkan tebu wanita bernama Nimas Jenat.



Kedua nama merujuk pada Selasa Pahing, hari Temanten Tebu selalu digelar. Dalam bahasa Jawa kuno Selasa disebut Anggoro. Sedangkan Pahing adalah Jenat. "Karenanya dinamakan pasangan Anggoro-Jenat," kata Heri mengutip keterangan pranatacara atau pembawa acara.

Sepasang laki-laki dan perempuan berjalan paling depan. Dua batang tebu yang sudah dipertemukan sekaligus dinikahkan tersebut, dibawa mereka. Di atas bentangan karpet bermotif batik, keduanya berjalan menuju mesin penggilingan tebu. Sejumlah laki-laki lain dan perempuan berjalan mengiringi.



Di antara barisan terlihat dua orang mengusung payung bertumpuk tiga. Dipandu seorang laki-laki tua yang bertindak sebagai tetua sekaligus juru kunci acara, dua batang tebu dilempar ke dalam mesin giling yang bergerak. Dalam sekejap berubah menjadi manis air tebu dan sepahan.

"Digelarnya tradisi ini juga sebagai ungkapan syukur dimulainya musim giling. Juga diharapkan ke depan bisa menjadi destinasi wisata budaya," kata Heri. Musim giling di PT RMI ditargetkan selesai dalam 130 hari. Penggilingan tebu yang dimulai 15 Juni 2021, dijadwalkan rampung pada akhir bulan Oktober.



Menurut Heri, kebutuhan giling maksimal per hari sebanyak 1.000 truk atau 8.000 ton. Untuk aktifitas ini, tiket timbang tebu yang dikeluarkan setara kebutuhan 1.000 truk tebu. Sedikit berbeda dengan tahun 2020. Pada musim giling tahun 2021, kuota pengiriman tebu dari petani sesuai kontrak.

Yakni maksimal 600 truk/hari. Pada tahun ini pabrik juga hanya menerima tebu lokal. Pos luar kota dari wilayah Lumajang, Probolinggo dan Banyuwangi tidak dibuka. "Sedangkan kuota koperasi 300 truk dan pedagang 108 truk," terang Heri. Sementara untuk kelancaran musim giling , PT RMI juga meluaskan daya tampung parkir kendaraan, yakni terutama truk pengangkut tebu.

Pabrik telah menyiapkan areal berkapasitas maksimal 400 unit truk dengan jarak sekitar 6 km dari lokasi giling. "Ini salah satu upaya mencegah antrian panjang dan kemacetan di jalan," pungkas Heri.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1421 seconds (0.1#10.140)