Kisah Mualaf Inggris saat Ramadhan dan Idul Fitri di Tengah Lockdown

Minggu, 24 Mei 2020 - 10:26 WIB
loading...
Kisah Mualaf Inggris...
Foto: Ivan Mathers/BBC Indonesia
A A A
JAKARTA -
Kebijakan lockdown di Inggris membuat semua tempat ibadah ditutup untuk umum sejak akhir Maret. Situasi ini pun mesti dihadapi warga muslim di negara tersebut. Ivan Mathers, warga Inggris yang memeluk Islam tiga tahun lalu, merasakan Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini sangat berbeda.

"Biasanya kami ke masjid, salat Tarawih berjamaah. Nuansa salat Tarawih [di masjid] tak mungkin dihadirkan di rumah. Saya merindukan salat berjamaah di masjid saat Ramadan. beribadah di masjid di bulan Ramadan memberikan rasa nikmat tersendiri," kata Mathers kepada wartawan BBC News Indonesia, Mohamad Susilo.
.
Namun di sisi lain, sebagai mualaf Mathers merasakan ada peluang lain baginya ketika ada kewajiban beribadah di rumah. Misalnya, sekarang ia makin punya banyak waktu mempelajari agama secara daring.

"Biasanya kami tak melaksanakan salat Tarawih berjamaah di rumah. saya menyadari bahwa ini juga adalah karunia yang sangat besar dari Allah," kata Mathers.

(Baca: Musim Nyekar, Waktunya Petani Bunga Selasih Untung Besar)

Ia mengatakan bahwa dalam Islam, hubungan Muslim dengan Allah tidak melalui imam atau tempat ibadah.

"Jadi, meskipun kita menjalani isolasi, kita tetap bisa mencapai koneksi spiritual," katanya.

"Pendek kata, spiritualitas Ramadan kali ini jelas berbeda [dari tahun-tahun sebelumnya] namun tentu saja tidak berkurang," kata Mathers.

Mathers menemukan Islam memalui sang istri, Muslimah kelahiran Malaysia.

Sebelum memutuskan untuk mengucapkan syahadah, Mathers banyak membaca literatur tentang Islam.

"Semakin dalam saya membaca, semakin kuat keyakinan di hati saya … saya semakin tenang, bahwa keputusan memeluk Islam adalah keputusan yang benar," kata Mathers.

Sejak sebelum Ramadan, organisasi Muslim seperti Dewan Muslim Inggris (MCB) dan masjid-masjid utama di berbagai kota sudah mengeluarkan edaran tentang Ramadan di rumah.

Situasi lockdown membuat untuk pertama kalinya tidak ada Salat Ied berjamaah, baik itu di masjid maupun di lapangan terbuka.

Bagi komunitas Muslim, yang secara keseluruhan berjumlah 3,3 juta menurut survei tahunan badan statistik Inggris, merayakan hari besar keagamaan seperti Idul Fitri secara individu "membuat sedih dan prihatin", kata Miqdaad Versi, pengurus MCB, yang memayungi berbagai organisasi Muslim di Inggris.

"Biasanya, pada hari raya Idul Fitri, keluarga Muslim sejak pagi beramai-ramai mendatangi masjid," kata Versi.

Masjid menjadi arena pertemuan keluarga, saudara jauh, dan sahabat,

"Jadi dari perspektif keagamaan, situasi [lockdown] ini sangat sulit. Biasanya, Muslim mengenakan pakaian terbaik dan menunaikan salat Id di masjid … dan kali ini, itu tak dimungkinkan," katanya.

Qari Muhammad Asim, iman di Masjid Makkah di Leeds yang juga pengurus dewan masjid dan imam di Inggris mengatakan tidak adanya salat Ied ini tak terbersit sama sekali di benak kaum Muslimin enam bulan lalu.

"Hal yang dirasa tak mungkin itu sekarang menjadi kenyataan. Komunitas Muslim sangat menantikan salat Ied. Ini menjadi tantangan tersendiri," katanya.

Asim mengatakan situasi lockdown membuat warga Muslim harus "melakukan pengorbanan spiritual" misalnya dengan tidak melakukan salat Tarawih berjamaah di masjid.

Dan sekarang "pengorbanan" berlanjut dengan tidak merayakan Id secara komunal, secara bersama-sama.

Biasanya, setelah sholat Ied, keluarga Muslim pergi ke taman-taman kota. Tak sedikit pengurus masjid yang secara khusus menyelenggarakan festival seharian penuh di taman kota.

Anak-anak bisa bermain, sementara orang dewasa bisa silaturahim sambil menikmati makanan di udara terbuka.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1804 seconds (0.1#10.140)