Tsunami COVID-19 Ancam Terjang Indonesia saat Warga Mulai Abaikan Prokes
loading...
A
A
A
BANDUNG - Protokol kesehatan (prokes) dinilai sebagai solusi efektif untuk menekan potensi tsunami COVID-19 yang berpotensi dan sangat dikhawatirkan terjadi di Indonesia.
Baca juga: Imbas Tsunami COVID-19 di India, Puluhan Jenazah Terdampar di Sungai Gangga
Hal itu mengemuka dalam kegiatan Wedangan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta seri ke-58 yang mengangkat tema "Variant Baru Sarcov 2, Vaksin, dan Waspada Gelombang ke-2 COVID-19 yang digelar secara virtual, Rabu (19/5/2021) malam.
Baca juga: Tsunami COVID-19 di India, 4.205 Orang Meninggal dalam 24 Jam
Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Syahril Mansyur sebagai pembicara mengatakan, Indonesia kini menghadapi gelombang kedua pandemi COVID-19 yang berpotensi menjadi tsunami COVID-19 seperti yang terjadi di India saat ini.
Menurutnya, potensi tersebut hadir menyusul mulai banyaknya pelanggaran penerapan prokes seiring pelonggaran aktivitas masyarakat. Hal lain yang menambah besar potensi tersebut, yakni masih rendahya persentase masyarakat yang telah menjalani vaksinasi serta munculnya varian baru COVID-19.
"Masih banyak masyarakat yang abai terhadap prokes. Aturan pemerintah terkait prokes juga banyak dilanggar masyarakat," ungkap alumni Fakultas Kedokteran (FK) UNS itu.
Syahril mencontohkan, meskipun pemerintah telah mengeluarkan larangan mudik Lebaran 2021, namun nyatanya masih banyak masyarakat yang nekat mudik. Selain itu, masyarakat pun mulai lupa menjaga jarak hingga menimbulkan kerumunan seperti yang terjadi di sejumlah objek wisata selama libur Lebaran 2021.
"Kita lihat kemarin, di Pangandaran, Ancol, dan tempat wisata lainnya, masyarakat banyak berkerumun dan lupa menjaga jarak," imbuhnya.
Di lain sisi, lanjut Syahril, masyarakat yang telah menjalani vaksinasi COVID-19 masih sangat rendah jika dibandingkan total populasi di Indonesia. Kondisi tersebut, kata Syahril, membuat masyarakat Indonesia sangat rentan tertular COVID-19.
"Apalagi, tidak semua orang mampu membentuk antibodi sekalipun telah divaksin. Kita butuh kekebalan bersama (herd immunity) lewat vaksinasi yang menyasar minimal 70 persen, bahkan 95 persen populasi. Sedangkan vaksinasi di Indonesia baru sekitar 12 persen," terangnya.
Syahril pun menyebut hadirnya varian baru COVID-19 hasil mutasi virus SARS-COV2 menambah besar potensi ancaman tsunami COVID-19 di Indoneia. Menurutnya, varian baru COVID-19 yang telah terdeteksi muncul di sejumlah negara, termasuk Indonesia meningkatkan risiko penularan, termasuk kematian pasien COVID-19.
"Varian virus tidak akan sendirian menyebabkan peningkatan kasus, tapi pasti dibantu oleh kerumunan, pengabaian prokes, dan cakupan vaksinasi yang rendah," tegasnya.
Untuk mengantisipasi sekaligus mencegah potensi tsunami COVID-19, Syaril menekankan, solusi yang paling efektif dilakukan saat ini, yakni kembali memperketat penerapan prokes 5 M, yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan menekan mobilitas masyarakat.
"Penerapan prokes ini pun perlu dibarengi dengan testing, tracing, dan treatmen atau 3T," katanya.
Meski ancaman tsunami COVID-19 kini menghantui Indonesia, namun Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Kuntjoro yang menjadi pembicara lainnya menyatakan bahwa seluruh rumah sakit di Indonesia siap menghadapi lonjakan kasus COVID-19.
"Di Indonesia ada 3.044 rumah sakit yang sudah teregistrasi. Meski tidak diharapkan terjadi, namun saya yakin rumah sakit di Indonesia siap menghadapi lonjakan kasus COVID-19," ucapnya.
Menurut dia, kesiapan rumah sakit tersebut tak lepas dari sistem yang diterapkan rumah sakit saat ini dimana seluruh rumah sakit di Indonesia, baik rumah sakit rujukan COVID-19 maupun non-rujukan COVID-19 harus siap menangani pasien COVID-19.
"Rumah sakit menerapkan sistem balancing. Artinya, selain menangani pasien umum, rumah sakit juga menangani pasien COVID-19. Jadi, anggap aja setiap pasien baru adalah pasien COVID-19," katanya.
Sementara itu, Rektor UNS, Prof Dr Jamal Wihoho menyatakan, seluruh civitas akademika UNS berkomitmen membantu pemerintah dalam upaya penanggulangan pandemi COVID-19.
"Kita sangat aktif dalam mewaspasai terjadinya gelombang kedua pandemi COVID-19, termasuk ancaman varian baru COVID-19," ujarnya.
Selain aktif terjun langsung dalam penanganan pandemi, kata Jamal, seluruh civitas akademika UNS, termasuk para alumni UNS pun berkomitmen memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya dalam mengantisipasi gelombang kedua pandemi dan varian baru COVID-19.
"Ketidakdisiplinan menerapkan prokes merupakan awal meledaknya COVID-19. Karenanya, kita terus memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya tentang ancaman gelombang kedua dan varian baru COVID-19," tandasnya.
Baca juga: Imbas Tsunami COVID-19 di India, Puluhan Jenazah Terdampar di Sungai Gangga
Hal itu mengemuka dalam kegiatan Wedangan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta seri ke-58 yang mengangkat tema "Variant Baru Sarcov 2, Vaksin, dan Waspada Gelombang ke-2 COVID-19 yang digelar secara virtual, Rabu (19/5/2021) malam.
Baca juga: Tsunami COVID-19 di India, 4.205 Orang Meninggal dalam 24 Jam
Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Syahril Mansyur sebagai pembicara mengatakan, Indonesia kini menghadapi gelombang kedua pandemi COVID-19 yang berpotensi menjadi tsunami COVID-19 seperti yang terjadi di India saat ini.
Menurutnya, potensi tersebut hadir menyusul mulai banyaknya pelanggaran penerapan prokes seiring pelonggaran aktivitas masyarakat. Hal lain yang menambah besar potensi tersebut, yakni masih rendahya persentase masyarakat yang telah menjalani vaksinasi serta munculnya varian baru COVID-19.
"Masih banyak masyarakat yang abai terhadap prokes. Aturan pemerintah terkait prokes juga banyak dilanggar masyarakat," ungkap alumni Fakultas Kedokteran (FK) UNS itu.
Syahril mencontohkan, meskipun pemerintah telah mengeluarkan larangan mudik Lebaran 2021, namun nyatanya masih banyak masyarakat yang nekat mudik. Selain itu, masyarakat pun mulai lupa menjaga jarak hingga menimbulkan kerumunan seperti yang terjadi di sejumlah objek wisata selama libur Lebaran 2021.
"Kita lihat kemarin, di Pangandaran, Ancol, dan tempat wisata lainnya, masyarakat banyak berkerumun dan lupa menjaga jarak," imbuhnya.
Di lain sisi, lanjut Syahril, masyarakat yang telah menjalani vaksinasi COVID-19 masih sangat rendah jika dibandingkan total populasi di Indonesia. Kondisi tersebut, kata Syahril, membuat masyarakat Indonesia sangat rentan tertular COVID-19.
"Apalagi, tidak semua orang mampu membentuk antibodi sekalipun telah divaksin. Kita butuh kekebalan bersama (herd immunity) lewat vaksinasi yang menyasar minimal 70 persen, bahkan 95 persen populasi. Sedangkan vaksinasi di Indonesia baru sekitar 12 persen," terangnya.
Syahril pun menyebut hadirnya varian baru COVID-19 hasil mutasi virus SARS-COV2 menambah besar potensi ancaman tsunami COVID-19 di Indoneia. Menurutnya, varian baru COVID-19 yang telah terdeteksi muncul di sejumlah negara, termasuk Indonesia meningkatkan risiko penularan, termasuk kematian pasien COVID-19.
"Varian virus tidak akan sendirian menyebabkan peningkatan kasus, tapi pasti dibantu oleh kerumunan, pengabaian prokes, dan cakupan vaksinasi yang rendah," tegasnya.
Untuk mengantisipasi sekaligus mencegah potensi tsunami COVID-19, Syaril menekankan, solusi yang paling efektif dilakukan saat ini, yakni kembali memperketat penerapan prokes 5 M, yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan menekan mobilitas masyarakat.
"Penerapan prokes ini pun perlu dibarengi dengan testing, tracing, dan treatmen atau 3T," katanya.
Meski ancaman tsunami COVID-19 kini menghantui Indonesia, namun Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Kuntjoro yang menjadi pembicara lainnya menyatakan bahwa seluruh rumah sakit di Indonesia siap menghadapi lonjakan kasus COVID-19.
"Di Indonesia ada 3.044 rumah sakit yang sudah teregistrasi. Meski tidak diharapkan terjadi, namun saya yakin rumah sakit di Indonesia siap menghadapi lonjakan kasus COVID-19," ucapnya.
Menurut dia, kesiapan rumah sakit tersebut tak lepas dari sistem yang diterapkan rumah sakit saat ini dimana seluruh rumah sakit di Indonesia, baik rumah sakit rujukan COVID-19 maupun non-rujukan COVID-19 harus siap menangani pasien COVID-19.
"Rumah sakit menerapkan sistem balancing. Artinya, selain menangani pasien umum, rumah sakit juga menangani pasien COVID-19. Jadi, anggap aja setiap pasien baru adalah pasien COVID-19," katanya.
Sementara itu, Rektor UNS, Prof Dr Jamal Wihoho menyatakan, seluruh civitas akademika UNS berkomitmen membantu pemerintah dalam upaya penanggulangan pandemi COVID-19.
"Kita sangat aktif dalam mewaspasai terjadinya gelombang kedua pandemi COVID-19, termasuk ancaman varian baru COVID-19," ujarnya.
Selain aktif terjun langsung dalam penanganan pandemi, kata Jamal, seluruh civitas akademika UNS, termasuk para alumni UNS pun berkomitmen memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya dalam mengantisipasi gelombang kedua pandemi dan varian baru COVID-19.
"Ketidakdisiplinan menerapkan prokes merupakan awal meledaknya COVID-19. Karenanya, kita terus memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya tentang ancaman gelombang kedua dan varian baru COVID-19," tandasnya.
(shf)