Ancam Gusur Ratusan Warga, Perluasan PT Greenfields di Blitar Dilaporkan Komnas HAM
loading...
A
A
A
BLITAR - Perluasan peternakan sapi PT Greenfields Indonesia yang mengancam menggusur ratusan warga Desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Laporan terkait dugaan terjadinya pelanggaran kemanusiaan tersebut telah diterima Komnas HAM . Laporan terigister dalam agenda pemantauan bernomor 135637. "Sudah kita adukan secara resmi ke Komnas HAM dan diterima," ujar Rifai pendamping warga petani, Selasa (20/4/2021).
Perluasan bisnis peternakan sapi yang nantinya bernama Farm 3 tersebut, saat ini dalam proses penuntasan Izin Peralihan Hak (IPH). Yakni dari PT Sari Bumi Kawi (PT SBK) ke PT Greenfields Indonesia.
Proses IPH menyusul dialihkannya atau dijualnya HGU perkebunan seluas 467 hektar kepada PT Greenfields. IPH merupakan dasar penerbitan izin lainnya. Dengan berstatus Farm 3, di Desa Sumberurip, nantinya akan berdiri kandang peternakan sapi dengan kapasitas 20 ribu ekor.
Dibanding Farm 1 di wilayah Kabupaten Malang dan Farm 2 di wilayah Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, kapasitas Farm 3 di wilayah Kecamatan Doko, jauh lebih besar. PT Greenfields Indonesia merupakan anak usaha JAPFA group dengan produk susu yang diekspor ke Singapura, Hongkong, Malaysia dan Brunei Darussalam.
PT Greenfields sengaja tidak akan melunasi pembayaran HGU sebelum PT SBK menyelesaikan potensi sengketa dengan 40 kepala keluarga (KK) di Dusun Telogo Gentong, dan Telogo Mas. Intimidasi mulai persuasif maupun terang-terangan, seketika bermunculan. Intinya, 40 KK petani dengan total 120 jiwa tersebut, dipaksa angkat kaki.
Para petani memilih tetap bertahan. Apa yang mereka kuasai untuk bertahan hidup merupakan kelanjutan dari pendahulunya, yakni sejak perkebunan teh dan cengkeh masih dikelola kolonial Belanda.
Sebanyak 40 KK itu merupakan generasi keempat. Sejak operasional pabrik teh dihentikan PT SBK pada tahun 2018, mereka bertahan hidup dengan cara produksi seadanya. "Warga bersedia pindah jika ada lahan pengganti yang layak untuk tempat tinggal dan pertanian," kata Rifai.
Para petani yang merasa tertekan, terancam kehilangan tempat tinggal, juga mata pencaharian, berharap Komnas HAM segera melakukan investigasi. "Dari konfirmasi yang diberikan Komnas HAM, saat ini telah ditangani bagian pemantauan," terang Rifai.
Hal senada disampaikan BPD Desa Sumberurip, Tukinan. Ia menegaskan, menolak pendirian Farm 3 selama sengketa dengan 40 KK petani tidak selesai. "Sebab 100 % lokasi Farm 3 yang dihuni 20 ribu ekor sapi berada di Desa Sumberurip," tegas Tukinan.
Ketika persoalan dengan 40 KK selesai, PT Greenfields wajib melakukan pengelolaan limbah kotoran sapi dengan baik. Tukinan tidak berharap kasus pembuangan limbah ke sungai di Farm 2 Wlingi, terulang di Kecamatan Doko.
Terkait kebutuhan air peternakan sapi, PT Greenfields juga dilarang mengambil sumber mata air, termasuk sungai yang ada di Desa Sumberurip. Seluruh kegiatan PT Greenfields yang bersifat kemitraan masyarakat, juga harus dibicarakan dengan warga Desa Sumberurip. "Untuk kebutuhan air tidak boleh mengambil air dari sumber. Harus bikin sumur bor sendiri," kata Tukinan.
Sementara pihak PT Greenfields belum bisa dikonfirmasi. Termasuk juga dengan Pemkab Blitar yang memberikan ijin investasi, juga belum bisa dikonfirmasi. PT Greenfields Indonesia mendapat izin berinvestasi di Blitar pada era Bupati Rijanto dan Wakil Bupati Marheinis Urip Widodo.
Laporan terkait dugaan terjadinya pelanggaran kemanusiaan tersebut telah diterima Komnas HAM . Laporan terigister dalam agenda pemantauan bernomor 135637. "Sudah kita adukan secara resmi ke Komnas HAM dan diterima," ujar Rifai pendamping warga petani, Selasa (20/4/2021).
Perluasan bisnis peternakan sapi yang nantinya bernama Farm 3 tersebut, saat ini dalam proses penuntasan Izin Peralihan Hak (IPH). Yakni dari PT Sari Bumi Kawi (PT SBK) ke PT Greenfields Indonesia.
Proses IPH menyusul dialihkannya atau dijualnya HGU perkebunan seluas 467 hektar kepada PT Greenfields. IPH merupakan dasar penerbitan izin lainnya. Dengan berstatus Farm 3, di Desa Sumberurip, nantinya akan berdiri kandang peternakan sapi dengan kapasitas 20 ribu ekor.
Dibanding Farm 1 di wilayah Kabupaten Malang dan Farm 2 di wilayah Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, kapasitas Farm 3 di wilayah Kecamatan Doko, jauh lebih besar. PT Greenfields Indonesia merupakan anak usaha JAPFA group dengan produk susu yang diekspor ke Singapura, Hongkong, Malaysia dan Brunei Darussalam.
PT Greenfields sengaja tidak akan melunasi pembayaran HGU sebelum PT SBK menyelesaikan potensi sengketa dengan 40 kepala keluarga (KK) di Dusun Telogo Gentong, dan Telogo Mas. Intimidasi mulai persuasif maupun terang-terangan, seketika bermunculan. Intinya, 40 KK petani dengan total 120 jiwa tersebut, dipaksa angkat kaki.
Para petani memilih tetap bertahan. Apa yang mereka kuasai untuk bertahan hidup merupakan kelanjutan dari pendahulunya, yakni sejak perkebunan teh dan cengkeh masih dikelola kolonial Belanda.
Sebanyak 40 KK itu merupakan generasi keempat. Sejak operasional pabrik teh dihentikan PT SBK pada tahun 2018, mereka bertahan hidup dengan cara produksi seadanya. "Warga bersedia pindah jika ada lahan pengganti yang layak untuk tempat tinggal dan pertanian," kata Rifai.
Para petani yang merasa tertekan, terancam kehilangan tempat tinggal, juga mata pencaharian, berharap Komnas HAM segera melakukan investigasi. "Dari konfirmasi yang diberikan Komnas HAM, saat ini telah ditangani bagian pemantauan," terang Rifai.
Hal senada disampaikan BPD Desa Sumberurip, Tukinan. Ia menegaskan, menolak pendirian Farm 3 selama sengketa dengan 40 KK petani tidak selesai. "Sebab 100 % lokasi Farm 3 yang dihuni 20 ribu ekor sapi berada di Desa Sumberurip," tegas Tukinan.
Ketika persoalan dengan 40 KK selesai, PT Greenfields wajib melakukan pengelolaan limbah kotoran sapi dengan baik. Tukinan tidak berharap kasus pembuangan limbah ke sungai di Farm 2 Wlingi, terulang di Kecamatan Doko.
Terkait kebutuhan air peternakan sapi, PT Greenfields juga dilarang mengambil sumber mata air, termasuk sungai yang ada di Desa Sumberurip. Seluruh kegiatan PT Greenfields yang bersifat kemitraan masyarakat, juga harus dibicarakan dengan warga Desa Sumberurip. "Untuk kebutuhan air tidak boleh mengambil air dari sumber. Harus bikin sumur bor sendiri," kata Tukinan.
Sementara pihak PT Greenfields belum bisa dikonfirmasi. Termasuk juga dengan Pemkab Blitar yang memberikan ijin investasi, juga belum bisa dikonfirmasi. PT Greenfields Indonesia mendapat izin berinvestasi di Blitar pada era Bupati Rijanto dan Wakil Bupati Marheinis Urip Widodo.
(eyt)