Ratusan Rumah Warga Blitar Terancam Tergusur Peternakan Sapi PT Greenfields

Jum'at, 16 April 2021 - 23:28 WIB
loading...
Ratusan Rumah Warga Blitar Terancam Tergusur Peternakan Sapi PT Greenfields
Permukiman warga di Desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, terancam digusur perluasan usaha PT Greenfields Indonesia. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Perluasan usaha peternakan sapi PT Greenfields Indonesia mengancam menggusur sejumlah warga Desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. Ketika proses pembangunan kandang dengan kapasitas 20 ribu ekor sapi dimulai, sebanyak 40 kepala keluarga harus angkat kaki.



Dalam proses IPH (Izin Peralihan Hak) dari PT Sari Bumi Kawi (SBK) ke PT Greenfields Indonesia yang saat ini tengah berjalan, praktik intimidasi terhadap warga, yakni mulai dari yang bersifat persuasif hingga terang terangan, mulai bermunculan.



"Intinya 40 KK dengan sebanyak 120 jiwa tersebut dipaksa pergi dari lokasi yang akan dijadikan Farm 3," ujar Rifai, Juru Bicara warga petani kepada SINDOnews, Jumat (16/4/2021). Lokasi perluasan usaha peternakan sapi PT Greenfields di Kecamatan Doko, bersebelahan dengan lereng Gunung Kawi, Kabupaten Malang.



PT Greenfields Indonesia merupakan anak usaha JAPFA group dengan produk susu yang diekspor ke Singapura, Hongkong, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Kandang sapi yang akan berdiri di Doko, merupakan Farm 3. PT Greenfields sebelumnya sudah mendirikan Farm 2 di wilayah Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, dan Farm 1 di wilayah Kabupaten Malang.

"Kapasitas farm 3, tiga kali lipatnya farm 2," terang Rifai menjelaskan. Farm 3 akan berdiri di atas lahan seluas 467 hektar. Sebanyak 20 ribu ekor sapi akan berkandang di lahan perkebunan teh dan cengkeh yang sejak tahun 2018, tidak terurus. PT Sari Bumi Kawi (PT SBK) selaku pemegang HGU (Hak Guna Usaha) perkebunan, telah menghentikan usaha.



Termasuk ikatan kerja dengan 40 KK yang selama ini bekerja di pabrik pengolahan teh , juga dilepas secara sepihak. Oleh PT SBK, dua dari empat HGU, yakni HGU 2 dan HGU 4 dengan total luas lahan 467 hektar, kata Rifai telah dialihkan atau dijual kepada PT Greenfields Indonesia. HGU tersebut memiliki masa aktif 25 tahun. Yakni akan berakhir pada tahun 2037.

"HGU telah dialihkan ke PT Greenfields," kata Rifai. Informasi yang dihimpun, PT Greenfields tidak akan melunasi pembayaran pengalihan HGU sebelum PT SBK menyelesaikan sengketa dengan 40 KK yang ada. Menurut Rifai, sebanyak 40 KK tersebut bertempat tinggal di Dusun Tlogentong, dan Tlogomas, Desa Sumberurip.



Rumah beserta pekarangan yang mereka tempati, sudah ada sejak turun-temurun. Yakni sejak perkebunan teh dan cengkeh masih di bawah pengelolaan pemerintah kolonial Belanda. Mereka yang ada saat ini merupakan generasi keempat. Total yang bertahan hidup di dua dusun tersebut sebanyak 120 jiwa.

Sejak pabrik teh PT SBK tidak beroperasi (2018), warga bertahan dengan sumber daya alam yang ada. Bercocok tanam dan memanfaatkan sumber daya hutan. Mereka, kata Rifai juga tetap bertahan meski sejumlah orang yang disinyalir utusan perusahaan, berkali-kali mendesak pergi . Warga menuntut PT SBK memenuhi janji memberikan tanah untuk tempat tinggal dan pekarangan untuk bertani atau berkebun.

"Warga tidak akan bersedia pindah sebelum tuntutan lahan perumahan dan pertanian dipenuhi," tegas Rifai. BPD Sumberurip, Tukinan secara tegas mengatakan, menolak perluasan usaha PT Greenfields di Desa Sumberurip, sebelum urusan sengketa dengan 40 KK, tuntas. "Kami menolak usaha farm 3 sebelum persoalan dengan 40 KK selesai," tegas Tukinan.



Menurut Tukinan, seluruh calon lokasi perluasan usaha PT Greenfields, berada di wilayah Desa Sumberurip. Dipastikan warga yang akan terkena dampaknya secara langsung. Yakni terutama limbah kotoran sapi . Kemudian potensi kerusakan jalan akibat ratusan kendaraan yang keluar masuk lokasi pabrik. Jika memang Farm 3 jadi berdiri, Tukinan menuntut perjanjian yang jelas dengan PT Greenfields.

Yakni terkait dengan urusan limbah, kemitraan dengan warga Sumberurip, serta PT Greenfields tidak menggunakan sumber mata air yang ada. "PT Greenfields tidak boleh menggunakan sumber air , termasuk sungai yang ada. Mereka juga harus memiliki pengolahan limbah yang benar," kata Tukinan.



Sementara terkait dengan IPH (Izin Peralihan Hak) yang saat ini masih proses, Tukinan meminta Pemkab Blitar, tidak menerbitkan izin lain sebelum IPH selesai. Izin prinsip, izin pengolahan limbah , izin jalan, dan izin peternakan, hendaknya tidak dikeluarkan Pemkab Blitar sebelum IPH ada. "Bupati Blitar harus berani melarang perusahaan memulai pembangunan sebelum IPH terbit," pungkas Tukinan.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2220 seconds (0.1#10.140)