Awas, Varian E484K COVID-19 Tidak Terdeteksi Antibodi dan Lebih Ganas
loading...
A
A
A
SURABAYA - Mutasi Sars-CoV-2 atau COVID-19 hingga kini masih terus berlanjut. Kemunculan varian E484K beberapa waktu lalu disebut-sebut lebih ganas. Pasalnya virus itu dapat menghindar dari beberapa antibodi yang sudah terbentuk.
"Beberapa monoklonal antibodi gagal mendeteksi keberadaan atau melakukan netralisasi pada virus yang memiliki Varian E484K," kata Pakar Imunologi Universitas Airlangga, Agung Dwi Wahyu Widodo, Rabu (14/4/2021).
Ia melanjutkan, varian E484K telah mengalami mutasi pada asam amino glutamic acid, yaitu e yang berubah menjadi lisin pada spike. Mutasi tersebut berada dekat dengan puncak spike. Sehingga struktur protein pada spike berubah. Perubahan itulah yang menyebabkan virus dapat menghindar dari antibodi COVID-19 .
Terkait efikasi vaksin terhadap varian E484K , ia mengungkapkan, usai dilakukan tes netralisasi, beberapa vaksin menunjukkan hasil yang cukup bagus. Terutama pada orang yang sudah divaksin.
Tetapi, katanya, efek netralisasi mengalami penurunan pada varian yang memiliki mutasi E484K . Seperti pada Pfizer dan Moderna. Sedangkan Johnson & Johnson, Astrazeneca, dan Novavax dilaporkan mengalami penurunan yang lebih daripada Pfizer dan Moderna.
"Beberapa sampel dari pasien yang sudah terinfeksi COVID-19 atau vaksin Sera juga mengalami proses penurunan. Tepatnya pada mekanisme netralisasi ketika dilakukan pemeriksaan memakai Varian E484K," kata Ketua Cabang Perhimpunan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PERDALIN) Surabaya itu.
Varian E484K memang lebih ganas, namun gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala varian lain yang pernah ada. Pada umumnya, varian-varian tersebut mudah menular. Hal itu menyebabkan jumlah pasien meningkat.
Ia mengatakan, jika peningkatan jumlah pasien tidak segera ditangani, angka kematian dan mortalitas akan melonjak. "Pada varian ini, gejala klinis yang muncul mirip dengan Varian B117 , B1351 Afrika Selatan dan P1 Brazil. Derajat keparahannya juga tidak berubah," ujarnya.
Sebagai informasi, varian E484K atau seringkali disebut varian eek di Indonesia pertama kali terdeteksi di wilayah DKI Jakarta beberapa waktu lalu. "Ini merupakan mutasi yang membantu Corona untuk menyebar. Varian E484K ini juga membantu virus menghindari dari beberapa antibodi," katanya.
"Beberapa monoklonal antibodi gagal mendeteksi keberadaan atau melakukan netralisasi pada virus yang memiliki Varian E484K," kata Pakar Imunologi Universitas Airlangga, Agung Dwi Wahyu Widodo, Rabu (14/4/2021).
Ia melanjutkan, varian E484K telah mengalami mutasi pada asam amino glutamic acid, yaitu e yang berubah menjadi lisin pada spike. Mutasi tersebut berada dekat dengan puncak spike. Sehingga struktur protein pada spike berubah. Perubahan itulah yang menyebabkan virus dapat menghindar dari antibodi COVID-19 .
Terkait efikasi vaksin terhadap varian E484K , ia mengungkapkan, usai dilakukan tes netralisasi, beberapa vaksin menunjukkan hasil yang cukup bagus. Terutama pada orang yang sudah divaksin.
Tetapi, katanya, efek netralisasi mengalami penurunan pada varian yang memiliki mutasi E484K . Seperti pada Pfizer dan Moderna. Sedangkan Johnson & Johnson, Astrazeneca, dan Novavax dilaporkan mengalami penurunan yang lebih daripada Pfizer dan Moderna.
"Beberapa sampel dari pasien yang sudah terinfeksi COVID-19 atau vaksin Sera juga mengalami proses penurunan. Tepatnya pada mekanisme netralisasi ketika dilakukan pemeriksaan memakai Varian E484K," kata Ketua Cabang Perhimpunan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PERDALIN) Surabaya itu.
Varian E484K memang lebih ganas, namun gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala varian lain yang pernah ada. Pada umumnya, varian-varian tersebut mudah menular. Hal itu menyebabkan jumlah pasien meningkat.
Ia mengatakan, jika peningkatan jumlah pasien tidak segera ditangani, angka kematian dan mortalitas akan melonjak. "Pada varian ini, gejala klinis yang muncul mirip dengan Varian B117 , B1351 Afrika Selatan dan P1 Brazil. Derajat keparahannya juga tidak berubah," ujarnya.
Sebagai informasi, varian E484K atau seringkali disebut varian eek di Indonesia pertama kali terdeteksi di wilayah DKI Jakarta beberapa waktu lalu. "Ini merupakan mutasi yang membantu Corona untuk menyebar. Varian E484K ini juga membantu virus menghindari dari beberapa antibodi," katanya.
(eyt)