Banyak Pengangguran, Anggota Dewan Pertanyakan Freeport Bangun Smelter di Luar Timika
loading...
A
A
A
TIMIKA - Langkah PT Freeport Indonesia , untuk membangun smelter di luar wilayah Kahipaten Mimika, Papua, dipertanyakan oleh anggota Komisi C DPRD Kabupaten Mimika, Amandus Gwijangge. Mengingat, di Kabupaten Mimika banyak pengangguran yang membutuhkan lapangan pekerjaan.
Dia secara khusus meminta kepada PT Freeport Indonesia, untuk membangun smelter tersebut di wilayah Timika. Hal ini untuk mengurangi pengangguran, dan juga untuk menciptakan lapangan pekerjaan khususnya untuk putra dan putri asli Timika.
Manajemen PT Freeport Indonesia belum memutuskan untuk membangun smelter di Timika, karena beberapa alasan seperti daya listrik, belum adanya pabrik pupuk dan pabrik semen. "Alasan itu tidak masuk akal," tegas Amandus.
Lebih lanjut dia mengatakan, PT Freeport Indonesia mengambil hasil kekayaan tambang di Timika, tetapi pengelolaan konsentratnya di tempat lain. Hal ini menurutnya sangat membingunkan.
Amandus menuturkan, pertambang di Timika, dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat Timika. Kerusakan dan kehancuran terjadi di Timika akibat kegiatan penambangan yang dilakukan PT Freeport Indonesia . "Ini harus menjadi perhatian pemerintah pusat, agar smelter di bangun di Timika bukan di luar Papua," tegasnya.
Selama ini, menurutnya PT Freeport Indonesia membuang limbah ke laut yang menimbulkan dampak keresahan dan kesusahan bagi masyarakat Timika. Hal ini dapat dilihat dengan kasak mata, bahwa pendangkalan di laut terus terjadi bahkan membuat masyarakat hidup di pesisir terancam. "Biota laut hancur, kekayaan alam hancur, dan ini sangat memalukan," ungkapnya.
Dengan adanya dampak kerusakan alam akibat aktivitas penambangan ini, seharusnya PT Freeport Indonesia memikirkan untuk membangun smeleter di Papua, sebagai salah satu solusi dalam menanggulangi limbah yang dihasilkan serta membuka lapangan pekerjaan di Kabupaten Mimika.
Terkait alasan kebutuhan daya listrik yang sangat tinggi dalam membangun smelter, menurutnya sudah seharusnya menjadi tanggung jawab PT Freeport Indonesia untuk menyediakannya. "Kalau hanya persoalan daya listrik, sangat tidak masuk akal," tegasnya.
Dia secara khusus meminta kepada PT Freeport Indonesia, untuk membangun smelter tersebut di wilayah Timika. Hal ini untuk mengurangi pengangguran, dan juga untuk menciptakan lapangan pekerjaan khususnya untuk putra dan putri asli Timika.
Manajemen PT Freeport Indonesia belum memutuskan untuk membangun smelter di Timika, karena beberapa alasan seperti daya listrik, belum adanya pabrik pupuk dan pabrik semen. "Alasan itu tidak masuk akal," tegas Amandus.
Lebih lanjut dia mengatakan, PT Freeport Indonesia mengambil hasil kekayaan tambang di Timika, tetapi pengelolaan konsentratnya di tempat lain. Hal ini menurutnya sangat membingunkan.
Amandus menuturkan, pertambang di Timika, dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat Timika. Kerusakan dan kehancuran terjadi di Timika akibat kegiatan penambangan yang dilakukan PT Freeport Indonesia . "Ini harus menjadi perhatian pemerintah pusat, agar smelter di bangun di Timika bukan di luar Papua," tegasnya.
Selama ini, menurutnya PT Freeport Indonesia membuang limbah ke laut yang menimbulkan dampak keresahan dan kesusahan bagi masyarakat Timika. Hal ini dapat dilihat dengan kasak mata, bahwa pendangkalan di laut terus terjadi bahkan membuat masyarakat hidup di pesisir terancam. "Biota laut hancur, kekayaan alam hancur, dan ini sangat memalukan," ungkapnya.
Dengan adanya dampak kerusakan alam akibat aktivitas penambangan ini, seharusnya PT Freeport Indonesia memikirkan untuk membangun smeleter di Papua, sebagai salah satu solusi dalam menanggulangi limbah yang dihasilkan serta membuka lapangan pekerjaan di Kabupaten Mimika.
Terkait alasan kebutuhan daya listrik yang sangat tinggi dalam membangun smelter, menurutnya sudah seharusnya menjadi tanggung jawab PT Freeport Indonesia untuk menyediakannya. "Kalau hanya persoalan daya listrik, sangat tidak masuk akal," tegasnya.
(eyt)