50 Persen Guru dan Kepala Sekolah di Makassar Bakal Dimutasi

Senin, 05 April 2021 - 07:44 WIB
loading...
50 Persen Guru dan Kepala Sekolah di Makassar Bakal Dimutasi
Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto berencana memutasi 50% lebih guru-guru dan kepala sekolah. Foto: Ilustrasi
A A A
MAKASSAR - Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto berencana memutasi 50% lebih guru-guru dan kepala sekolah (kasek) di Kota Makassar.

Hal ini menyikapi isu menurunnya kualitas pendidikan di Kota Makassar pascaaudit BPK 2020 lalu. Danny menilai, penyebab utama menurunnya kualitas tersebut adalah akibat minimnya profesionalitas di bidang pendidikan.

"Memang, ini bukan lagi mundur tapi hancur. Sogok di mana-mana. Saya lihat kemarin di Hari Kebudayaan, justru pendidikan keagamaan yang vertikal tidak dalam penanganan pemkot. Justru banyak kepala sekolah tidak pakai baju adat saya lihat. Ini kan tanda kehancuran mental, dan saya pasti segera bersihkan," ujarnya.

Danny mengatakan, kerap mendapatkan laporan langsung dari masyarakat terkait masalah pendidikan, hal ini menurutnya harus dirombak secara keseluruhan untuk memastikan guru-guru dan kepala sekolah yang tidak produktif dipangkas.

"Oh banyak itu. Saya tidak tahu bagaimana, tapi laporan masyarakat itu guru-guru yang suka memberatkan orang tua murid, yang suka menyogok di dalam memakai dana di dalam untuk kepentingan pribadi. Bahkan pergi senang-senang, masuk semua ke saya, termasuk agen politik apa semua. Saya kira kita harus total. Lebih dari 50% dirombak," paparnya.



Danny juga memastikan segera mungkin melakukan job fit setelah mutasi dilakukan, sehingga posisi yang kosong dapat secepatnya terpenuhi.

"Nanti ada job fit. Mutasi dulu, yang rantasa-rantasa dimutasi dulu. Baru kita job fit. Maksudnya begini, pemberhentian dulu beberapa itu, baru kita job fit. Kekosongan itu kita job fit," tandasnya.

Sebelumnya, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar Nielma Palamba membenarkan adanya penurunan kualitas pendidikan , termasuk dalam setahun terakhir pascapembelajaran daring diberlakukan.

Diakuinya, ada perbedaan sarana akses dan kualitas pembelajaran selama pandemi dan sebelum, sehingga capaian jelas akan berbeda.

"Ini disebabkan kesenjangan capaian belajar, terutama dengan anak yang memiliki ekonomi sosial menengah ke bawah yang tidak sempat mendapatkan akses akibat tidak adanya alat," jelasnya.



Tak hanya kualitas, Nielma juga mengaku hal ini berdampak dengan meningkatnya jumlah anak yang putus sekolah . Siswa yang kurang mampu cenderung absen mengikuti pembelajaran akibat tak adanya peranti ataupun biaya untuk membeli kuota akses.

"Ini dampak pembelajaran jarak jauh yah, dampaknya itu ancaman putus sekolah , karena anak harus bekerja. Risiko putus sekolahnya karena membantu orang tua bekerja. Kita lihat banyak anak-anak di jalan, mereka tidak punya sarana, misalkan handphone, orang tua sudah tidak mampu, sudah di-PHK, akhirnya tidak bisa belajar secara daring dan akhirnya ke jalan," ucapnya.

Sekolah harus mempu menyediakan pembelajaran yang inovatif sebagai solusi, semisal menggunakan alat peraga atau animasi dalam pembelajaran daring untuk memastikan konsentrasi anak tetap tertuju ke pelajaran.

"Upayanya supaya tidak turun, yah harus inovatif. bagaimana supaya diperhatikan, guru ini harus inovatif. Ada ruang guru, ada seri bimtek daring, ada seri webinar kemudian penyediaan kuota gratis. Belajar dari rumah di TVRI pemerintah sudah disiapkan. Ini perlu cara kreatif juga. Jadi guru juga kasih pembelajaran itu harus inovatif semisal kasi animasi, supaya menarik," ungkapnya.

(agn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3660 seconds (0.1#10.140)