Prodi Rekayasa Tekstil UII Bikin Masker dan Baju Hazmat Antibakteri
loading...
A
A
A
SLEMAN - Program Studi (Prodi) Rekayasa Tekstil Fakultas Teknologi Informasi (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta membuat masker dan baju hazmat antibakteri. Pembuatan ini untuk memenuhi kebutuhan alat pelindung diri (APD), khususnya bagi tenaga medis yang menanggani pasien Covid-19.
Ketua Prodi Rekayasa Tekstil FTI UII, Faizal mengatakan, pihaknya sengaja membuat masker dan baju hazmat karena penyebaran Covid-19 makin marak yang berimbas pada menipisnya ketersedian APD untuk tenaga medis. Padahal APD itu penting guna melindungi tenaga medis dari penularan virus corona saat menanggani pasien Covid-19. Banyak rumah sakit dan puskesmas banyak yang membutuhkan masker dan baju hazmat meminta bantuan kepada Gugus Tugas Penanganan Covid-19 UII.
"Apalagi pasien, baik PDP maupun positif Covid-19, serta tenaga medis sudah banyak yang menjadi korban. Karena itu kami mencari solusi, di antaranya dengan memproduki masker dan baju hazmat ini, sekaligus implementasi dari kebermanfaat UII bagi kemaslahatan," kata Faizal, Sabtu (18/4/20200).
Menurutnya, masker dan baju hazmat yang dibuat UII bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan, tapi tetap mengutamakan protokol keselamatan keamanan serta kenyamanan bagi pemakainya. Tidak hanya untuk menahan Covid-19 masuk ke mulut, hidung, mata, dan anggota badan lainnya dari ujung rambut sampai ujung kaki,tapi juga memenuhi syarat dari WHO maupun Kemenkes. Masker dan baju hazmat antibakteri, tak tembus air dan udara, nyaman dipakai, praktis, ringan, dan awet.
"Kami melakukan uji lab terlebih dahulu sebelum menentukan bahan untuk pembuatan masker dan pakaian pelindung diri, sehingga bahan yang kami gunakan memenuhi standar WHO," katanya.
Faizal menjelaskan, untuk pembuatan masker mengunakan bahan dari seray rayon dan kapas. Serat rayon dipakai pada bagian depan masker dengan konstruksi anyaman 84 X 5030R. Dan bagian dalam dari serat kapas dengan konstruksi anyaman 74 X 5630C. Bahan ini bukan hanya antiair tapi juga antivirus. Sebab saat diuji bahan itu korosivitasnya lebih kecil dari Covid-19, yakni 0,12 micron, sehingga virus tidak bisa masuk.
"Untuk hazmat kami memakai tiga jenis bahan yang juga antiair dan virus, yaitu bahan nonwoven polivinil, rayon, dan polyester," katanya.
Tahap awal, UII sudah membuat 2.000 pieces masker, 14 baju hazmat yang terdiri dari tujuh dari bahan nonwoven polivinil, lima bahan rayon, dan dua dari polyester. UII akan membuat lagi 8.000 pieces masker dan 100 baju hazmat untuk didistribusikan ke rumah sakit dan puskesmas yang membutuhkan.
"Kami akan mengevaluasi dan mengembangkan lagi, dari bahan-bahan tersebut yang paling cocok untuk pembuatan masker dan APD," katanya.
Faizal menambahkan, selain mendistribusikan masker dan baju hazmat, UII juga akan mendistribusikan bahan untuk membuat masker dan baju hazmat ke UKM. Nantinya mereka yang akan membuat untuk memenuhi pesanan dari rumah sakit maupun puskesmas. Diharapkan dengan membuat alat pelindung diri (APD), perekonomian UKM tetap berjalan.
Dosen Prodi Rekayasa Tekstil FTI UII, Febrianti Nurul Hidayah menambahkan, selain antibakteri, APD ini tidak tembus air dan udara. Masker dan baju hazmat yang mereka produksi itu bisa tahan untuk enam jam dan tidak sekali pakai. Setelah dipakai masih bisa dicuci dan digunakan lagi. Namun hanya bisa digunakan sampai empat kali.
"Harga satu pieces masker yang mereka produksi Rp3.700, sedangkan baju hazmat antara Rp40.000-Rp70.000 tergantung bahan yang digunakan," katanya.
Ketua Prodi Rekayasa Tekstil FTI UII, Faizal mengatakan, pihaknya sengaja membuat masker dan baju hazmat karena penyebaran Covid-19 makin marak yang berimbas pada menipisnya ketersedian APD untuk tenaga medis. Padahal APD itu penting guna melindungi tenaga medis dari penularan virus corona saat menanggani pasien Covid-19. Banyak rumah sakit dan puskesmas banyak yang membutuhkan masker dan baju hazmat meminta bantuan kepada Gugus Tugas Penanganan Covid-19 UII.
"Apalagi pasien, baik PDP maupun positif Covid-19, serta tenaga medis sudah banyak yang menjadi korban. Karena itu kami mencari solusi, di antaranya dengan memproduki masker dan baju hazmat ini, sekaligus implementasi dari kebermanfaat UII bagi kemaslahatan," kata Faizal, Sabtu (18/4/20200).
Menurutnya, masker dan baju hazmat yang dibuat UII bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan, tapi tetap mengutamakan protokol keselamatan keamanan serta kenyamanan bagi pemakainya. Tidak hanya untuk menahan Covid-19 masuk ke mulut, hidung, mata, dan anggota badan lainnya dari ujung rambut sampai ujung kaki,tapi juga memenuhi syarat dari WHO maupun Kemenkes. Masker dan baju hazmat antibakteri, tak tembus air dan udara, nyaman dipakai, praktis, ringan, dan awet.
"Kami melakukan uji lab terlebih dahulu sebelum menentukan bahan untuk pembuatan masker dan pakaian pelindung diri, sehingga bahan yang kami gunakan memenuhi standar WHO," katanya.
Faizal menjelaskan, untuk pembuatan masker mengunakan bahan dari seray rayon dan kapas. Serat rayon dipakai pada bagian depan masker dengan konstruksi anyaman 84 X 5030R. Dan bagian dalam dari serat kapas dengan konstruksi anyaman 74 X 5630C. Bahan ini bukan hanya antiair tapi juga antivirus. Sebab saat diuji bahan itu korosivitasnya lebih kecil dari Covid-19, yakni 0,12 micron, sehingga virus tidak bisa masuk.
"Untuk hazmat kami memakai tiga jenis bahan yang juga antiair dan virus, yaitu bahan nonwoven polivinil, rayon, dan polyester," katanya.
Tahap awal, UII sudah membuat 2.000 pieces masker, 14 baju hazmat yang terdiri dari tujuh dari bahan nonwoven polivinil, lima bahan rayon, dan dua dari polyester. UII akan membuat lagi 8.000 pieces masker dan 100 baju hazmat untuk didistribusikan ke rumah sakit dan puskesmas yang membutuhkan.
"Kami akan mengevaluasi dan mengembangkan lagi, dari bahan-bahan tersebut yang paling cocok untuk pembuatan masker dan APD," katanya.
Faizal menambahkan, selain mendistribusikan masker dan baju hazmat, UII juga akan mendistribusikan bahan untuk membuat masker dan baju hazmat ke UKM. Nantinya mereka yang akan membuat untuk memenuhi pesanan dari rumah sakit maupun puskesmas. Diharapkan dengan membuat alat pelindung diri (APD), perekonomian UKM tetap berjalan.
Dosen Prodi Rekayasa Tekstil FTI UII, Febrianti Nurul Hidayah menambahkan, selain antibakteri, APD ini tidak tembus air dan udara. Masker dan baju hazmat yang mereka produksi itu bisa tahan untuk enam jam dan tidak sekali pakai. Setelah dipakai masih bisa dicuci dan digunakan lagi. Namun hanya bisa digunakan sampai empat kali.
"Harga satu pieces masker yang mereka produksi Rp3.700, sedangkan baju hazmat antara Rp40.000-Rp70.000 tergantung bahan yang digunakan," katanya.
(abd)