Serikat Nelayan NU Menolak Rencana Impor Garam

Rabu, 24 Maret 2021 - 16:46 WIB
loading...
Serikat Nelayan NU Menolak Rencana Impor Garam
Serikat Nelayan NU Menolak Rencana Impor Garam. Foto/Ist
A A A
INDRAMAYU - Pimpinan Pusat Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) bersama para pengurus wilayah dan cabang serta nelayan yang terhimpun bersama SNNU dari Sabang hingga Merauke menyatakan menolak rencana Pemerintah impor garam .

“Menolak dengan tegas impor garam sejumlah 3 juta ton pada tahun 2021. Kami mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk berhenti melakukan impor garam dalam target dua tahun sejak hari ini atau maksimal pada bulan Agustus tahun 2023,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) Witjaksono saat menggelar konferensi pers secara virtual, Kamis (24/3/2012). (Baca juga: Gelar Kongres I, SNNU Ungkap Agenda Utama Sejahterakan Nelayan )

Dia mengatakan, SNNU melihat dan mendengar di lapangan, dari para petani garam di Indramayu, Cirebon Jawa Barat, Jawa Timur dan dari Nusa Tenggara Timur, mereka menyatakan keresahan mereka terkait prouksi garam mereka yang tidak terserap pasar. Bahkan harga dipetani mencapai Rp100-Rp300 per kilohramnya. (Baca juga: GP Ansor Desak Pemerintah Batalkan Rencana Impor Beras dan Garam )

“Ini tentu sangat meresahkan, daerah-daerah ini memproduksi lebih dari separuh produksi garam nasional dan mereka menjerit,” tukas Witjaksana.

SNNU mendesak pemerintah untuk berpihak pada petani garam dan masarakat kecil, melakukan pendampingan, intensifikasi produksi, pembukaan lahan garam mencapai baru hingga 100.000 hektare, alih kelola teknologi dan mekanisasi serta meodernisasi pertanian garam dan memberantas mafia garam serta pencari rente impor garam.

Sesuai RPJMN, kata dia, pada tahun 2021 produksi garam nasional adalah 3 juta ton. Sedangkan kebutuhan nasional berkisar pada angka 4 juta ton. “Sehingga jika impor 3 juta ton, lalu petani mau makan apa? Anak-anak mereka mau sekolah pakai apa? Jika dibiarkan terus seperti ini maka petani adalah pihak yang dirugikan, sehingga para petani berpotensi alih profesi dan lahan garam berpotensi alih fungsi. Lebih lanjut maka negara kita akan benar-benar bergantung pada impor, tidak berdaulat pada sektor pangan,” kata Witjaksono.

Perhitungan data internal kami setelah melibatkan 28 pengurus wilayah dan 355 cabang di seluruh Indonesia, maka seharusnya pada periode tahun ini impor kita hanya sekitar 1 juta ton, tidak lebih dari itu. “Sebab sebetulnya stok di petani cukup banyak. Jumlah warga Nahdliyin setidakya 110 juta, dimana hanya sekitar 10% yang tingal di perkotaan, sisanya tinggal di pedesaan, pegunungan dan pesisir,” kata dia.

Dia mengungkapkan, setidaknya ada 40juta-60 juta warga Nahdliyin yang tinggal di pesisir, berprofesi sebagai nelayan, pekerja dan pelaku usaha kelautan dan perikanan.

Selama ini masyarakat kecil, terutama warga Nahdliyin hanya didjadikan sebagai objek di dalam perpolitikan nasional dan selalu termarjinalkan tatkala bicara perekonomian nasional,” keluh dia.

SNNU menyayangkan politisi hanya hadir di kala Pemilu dan para pengusaha hanya menjadikan masyarakat sebagai objek sasaran pasar mereka. Padahal seharusnya pemerintah turut membantu masyakat agar lebih berpihak pada masyarakat kecil dengan menjadikan mereka sebagai pelaku usaha yang terkoordinir secara korporasi maupun koperasi sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1865 seconds (0.1#10.140)