Hutan Mangrove Diserang Ulat Bulu, Peneliti: Kepompongnya Berkualitas Tinggi untuk Sutera

Minggu, 14 Maret 2021 - 09:35 WIB
loading...
Hutan Mangrove Diserang...
Peneliti ekosistem tanaman Budi Santoso, meneliti serangan ulat di hutan mangrove Desa bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Foto/iNews TV/Sukmawijaya
A A A
DEMAK - Dalam sepekan terakhir, hutan mangrove di pesisir utara Kabupaten Demak, Jawa Tengah, diserang ulat bulu . Warga sempat cemas, serangan ulat bulu akan berdampak buruk terhadap hutan mangrove dan tanaman pertanian.



Namun, ulat bulu pemakan daun mangrove yang dikenal warga sebagai ulat brayo tersebut, bisa membawa berkah bagi warga setempat. Pasalnya, dari hasil penelitian kepompong ulat brayo memiliki kualitas sangat bagus untuk bahan sutera, bahkan lebih bagus dari ulat sutera .



Peneliti ekosistem tanaman, Budi Santoso melakukan penelitian keberadaan serangan ulat di hutan mangrove Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Beberapa kepompong ulat , dan ulat yang masih hidup dia kumpulkan untuk dianalisa.



Budi yang juga staf lapangan Bagian Hama dan Penyakit Tanaman Dinas Pertanian Kabupaten Demak, menduga serangan ulat pemakan daun mangrove jenis brayo, sudah menjadi siklus satu tahunan.

Serangan ulat dimulai pada bulan Desember, yakni dimulai adanya migrasi ratusan ribu hingga jutaan kupu-kupu atau kaper yang datang di kawasan hutan mangrove di pesisir pantai utara, dan di bulan Desember-Januari kupu-kupu pun mulai meletakan telur.

Hutan Mangrove Diserang Ulat Bulu, Peneliti: Kepompongnya Berkualitas Tinggi untuk Sutera


"Selanjutnya dipertengahan Februari sampai Maret, menjadi penetasan telur hingga banyak bermunculan ulat yang menyerang tanaman mangrove jenis brayo. Ulat brayo ini hanya memakan daun mangrove jenis brayo, karena unsur N pada daun brayo yang disukai para ulat. Ulat brayo tidak mau makan daun mengrove jenis lain, kondisi ini dapat terlihat di hutan mangrove, hanya tanaman brayo yang terlihat kering, namun mangrove lain tetap hijau," terangnya.



Tahun ini terjadi lonjakan ekstrem pada populasi ulat brayo , karena ekosistemnya tidak seimbang, di mana predatornya berkurang seperti banyaknya pemburuan burung pemakan serangga di daerah lain berdampak pada berkurangnya burung yang bermigrasi di pesisir pantai utara. Tingginya populasi ulat brayo , mempersingkat penyerangan di hutan mangrove pesisir pantai utara Demak.

Menurut Budi, sebenarnya keberadaaan ulat sangat bermanfaat untuk perekonomian masyarakat, karena kepompong ulat brayo bisa menjadi bahan baku untuk membuat kain sutra yang lebih bagus dari ulat sutra biasanya. Seperti produksi sutra di daerah Paso, Maluku; Tungkep, Sulawesi Selatan; dan Manggarai, NTT, banyak menggunakan ulat brayo.

Kendati tanaman brayo terlihat kering akibat serangan ulat brayo , namun Budi memastikan pohonnya tidak mati. Bila daunnya telah habis dimakan ulat, apabila turun hujan daun akan kembali bersemi dan lebih lebat.
(eyt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2315 seconds (0.1#10.140)