Demonstran Tendang Kaca Truk, 1 Anggota Polresta Malang Kota Terancam Buta
loading...
A
A
A
MALANG - Aksi peringatan International Women’s Day di Kota Malang, pada senin (8/3/2021) berakhir dengan kericuhan . Bahkan, satu demonstran yang sudah diangkut menggunakan truk Dalmas Polresta Malang Kota, nekat menendang kaca bagian tengah hingga serpihannya mengenai anggota polisi.
Kini Bipka Eko anggota Polresta Malang Kota, yang mengemudikan truk tersebut harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit, dan mata sebelah kirinya terancam kebutaan karena kemasukan serpihan kaca yang pecah ditendang demonstran.
Satreskrim Polresta Malang Kota, langsung bergerak cepat menyelidiki kasus kekerasan tersebut. Hasilnya, satu peserta demonstrasi berinisial HL berusia 23 tahun ditetapkan sebagai tersangka.
Wakapolresta Malang Kota, AKBP Totok Mulyanto Diyono mengungkapkan, berdasarkan bukti-bukti yang ada, akhirnya satu peserta demonstransi ditetapkan sebagai tersangka. "Tersangka berinisial HL, warga Jayapura, Papua, berstatus sebagai mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota Malang," tegasnya.
Totok mengatakan, barang bukti yang berhasil disita antara lain sepatu sebelah kanan yang ditemukan di dalam truk Dalmas Polresta Malang Kota, satu sepatu yang dikenakan oleh tersangka, celana jins, serpihan kaca, dan kendaraan dinas.
Tersangka dijerat pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, atau pidana denda paling banyak Rp4.500, dan pasal 406 KUHP tentang perusakan . "Saat ini tersangka kami tahan," tegas Totok.
Dari hasil pemeriksaan sementara, tersangka HL mengaku kepada petugas penyidik Satreskrim Polresta Malang Kota, nekat melakukan aksi kekerasan dan perusakan , karena emosi saat melihat teman-temannya belum naik ke dalam truk, namun truk sudah jalan.
Sebelumnya, Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol. Leonardus Simarmata menegaskan, ada indikasi aksi peringatan hari perempuan internasional ditunggangi oleh kelompok-kelompok yang menolak otonomi khusus Papua.
"Kami sudah mendeteksi adanya penyusupan , makanya kami lakukan upaya antisipasi. Selain itu, kami juga telah memberikan waktu yang cukup kepada mereka untuk melakukan orasi, dan meminta segera membubarkan diri karena masih pandemi COVID-19 sehingga tidak diperkenankan ada kerumunan," tegasnya.
Setelah diingatkan, kata Leo, massa aksi tersebut membentangkan spanduk yang menentang otsus Papua, dan menyerukan kemerdekaan papua, serta tidak ada itikad baik untuk membubarkan diri . Bahkan, petugas diprovokasi dan dipukul namun tidak membalas.
Humas Gerakan Perempuan Bersama Rakyat (GEMPUR) Icha Sari membantah keras ada aliansi lain yang ada dalam aksi demonstrasi tersebut. "Kami dari Gempur yang menggelar aksi untuk memperingati hari perempuan internasional. Teriakan kemerdekaan Papua, dan penolakan otsus Papua hanya spontanitas di lapangan saja," tegasnya.
Terkait adanya tuduhan bahwa demonstrasi yang digelar tidak mengantongi izin, Icha Sari menegaskan, aliansi Gempur telah menyampaikan surat pemberitahuan sesuai ketentuan dalam UU No. 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
"Pada pasal 10 ayat 3, berbunyi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 selambat-lambatnya 3x24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat. Telah kami penuhi. Tidak benar kalau aksi kami tidak ada pemberitahuannya . Kami juga tidak ada provokator," tegasnya.
Aliansi Gempur mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan polisi terhadap aksi peringatan hari perempuan internasional, karena telah mencederai kehidupan demokrasi dan kebebasan berpendapat di muka umum.
Kini Bipka Eko anggota Polresta Malang Kota, yang mengemudikan truk tersebut harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit, dan mata sebelah kirinya terancam kebutaan karena kemasukan serpihan kaca yang pecah ditendang demonstran.
Satreskrim Polresta Malang Kota, langsung bergerak cepat menyelidiki kasus kekerasan tersebut. Hasilnya, satu peserta demonstrasi berinisial HL berusia 23 tahun ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga
Wakapolresta Malang Kota, AKBP Totok Mulyanto Diyono mengungkapkan, berdasarkan bukti-bukti yang ada, akhirnya satu peserta demonstransi ditetapkan sebagai tersangka. "Tersangka berinisial HL, warga Jayapura, Papua, berstatus sebagai mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota Malang," tegasnya.
Totok mengatakan, barang bukti yang berhasil disita antara lain sepatu sebelah kanan yang ditemukan di dalam truk Dalmas Polresta Malang Kota, satu sepatu yang dikenakan oleh tersangka, celana jins, serpihan kaca, dan kendaraan dinas.
Baca Juga
Tersangka dijerat pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, atau pidana denda paling banyak Rp4.500, dan pasal 406 KUHP tentang perusakan . "Saat ini tersangka kami tahan," tegas Totok.
Dari hasil pemeriksaan sementara, tersangka HL mengaku kepada petugas penyidik Satreskrim Polresta Malang Kota, nekat melakukan aksi kekerasan dan perusakan , karena emosi saat melihat teman-temannya belum naik ke dalam truk, namun truk sudah jalan.
Sebelumnya, Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol. Leonardus Simarmata menegaskan, ada indikasi aksi peringatan hari perempuan internasional ditunggangi oleh kelompok-kelompok yang menolak otonomi khusus Papua.
"Kami sudah mendeteksi adanya penyusupan , makanya kami lakukan upaya antisipasi. Selain itu, kami juga telah memberikan waktu yang cukup kepada mereka untuk melakukan orasi, dan meminta segera membubarkan diri karena masih pandemi COVID-19 sehingga tidak diperkenankan ada kerumunan," tegasnya.
Setelah diingatkan, kata Leo, massa aksi tersebut membentangkan spanduk yang menentang otsus Papua, dan menyerukan kemerdekaan papua, serta tidak ada itikad baik untuk membubarkan diri . Bahkan, petugas diprovokasi dan dipukul namun tidak membalas.
Humas Gerakan Perempuan Bersama Rakyat (GEMPUR) Icha Sari membantah keras ada aliansi lain yang ada dalam aksi demonstrasi tersebut. "Kami dari Gempur yang menggelar aksi untuk memperingati hari perempuan internasional. Teriakan kemerdekaan Papua, dan penolakan otsus Papua hanya spontanitas di lapangan saja," tegasnya.
Terkait adanya tuduhan bahwa demonstrasi yang digelar tidak mengantongi izin, Icha Sari menegaskan, aliansi Gempur telah menyampaikan surat pemberitahuan sesuai ketentuan dalam UU No. 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
"Pada pasal 10 ayat 3, berbunyi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 selambat-lambatnya 3x24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat. Telah kami penuhi. Tidak benar kalau aksi kami tidak ada pemberitahuannya . Kami juga tidak ada provokator," tegasnya.
Aliansi Gempur mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan polisi terhadap aksi peringatan hari perempuan internasional, karena telah mencederai kehidupan demokrasi dan kebebasan berpendapat di muka umum.
(eyt)