Guru Besar Unpad: Anak Korban Tersembunyi Pandemi COVID-19

Selasa, 23 Februari 2021 - 16:24 WIB
loading...
Guru Besar Unpad: Anak...
Prof Dr Meita Dhamayanti saat rasi Ilmiah penerimaan jabatan guru besar dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Unpad, Selasa (23/2/2021). Foto/Ist
A A A
BANDUNG - Guru besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Meita Dhamayanti menyebutkan, anak adalah korban tersembunyi dari pandemi COVID-19 yang telah terjadi sejak awal tahun 2020 lalu. Pandemi berpotensi memberi dampak negatif terhadap jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.



"Anak merupakan korban yang tersembunyi, children: a hidden victim of COVID-19 pandemic," ujar Prof Dr Meita Dhamayanti dalam Orasi Ilmiah penerimaan jabatan guru besar dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Unpad yang digelar secara daring dan luring, Selasa (23/2/2021).



Dampak yang terjadi akibat pandemi COVID-19 misalnya pada program imunisasi. Meita Dhamayanti menjelaskan imunisasi merupakan salah satu kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang agar terjaga kesehatan dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Dengan kebijakan PSBB upaya pelaksanaan imunisasi yang biasanya dilakukan di Posyandu menjadi terganggu, demikian juga di pelayanan Puskesmas.

"Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi apabila anak-anak ini tidak mempunyai kekebalan terhadap PD3I, maka wabah lain selain COVID-19 akan segera menyusul. Untuk itu kita perlu tetap melakukan kegiatan program imunisasi untuk anak-anak dalam masa pandemi COVID-19 , jika tidak, maka anak-anak bisa menjadi crisis behind this pandemic," ujarnya.

Terkait vaksin COVID-19, Prof Meita Dhamayanti mengatakan bahwa setiap individu akan mendapatkan vaksin tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Vaksin juga akan diberikan pada anak-anak yang mempunyai hak untuk mendapat perlindungan. Namun saat ini uji klinik vaksin pada anak masih dalam proses.

Selain imunisasi, permasalahan lain yang muncul di masa pandemi ini adalah terkait menurunnya pemberian ASI eksklusif, meningkatnya angka malnutrisi, dan stunting. "Stunting masih merupakan masalah, sekalipun tanpa adanya pandemi COVID-19," katanya.

Selama pandemi COVID-19, berdasarkan hasil penelitian di Bangka Belitung menunjukan peningkatan prevalensi anak beresiko stunting sebesar 4,3%. Peningkatan ini diasumsikan akibat adanya keterbatasan akses terhadap konsumsi dan pelayanan kesehatan selama pandemi COVID-19.

Selain itu, hak perlindungan anak selama masa pandemi COVID-19 pun menjadi terdampak. Menurut Prof Meita Dhamayanti, hal ini terjadi karena pembatasan sosial dapat berefek pada situasi ekonomi yang memburuk dengan tingginya tingkat pengangguran.

“Hal ini mengganggu stabilitas lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang serta memberikan banyak tekanan pada anak-anak, remaja, dan keluarga mereka yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan, mental dan perilaku, perkembangan dan mungkin saja kekerasan terhadap anak,” ujarnya.

Pandemi COVID-19 pun memberikan dampak pada masalah mental emosional anak khususnya remaja. Sebelum pandemi, berdasarkan survei di sejumlah SMP dan SMA dengan menggunakan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ), diperoleh data conduct problems 38,9%, hyperactivity 15,6%, emotional symptoms 30%, peer problems 29,3%, dan masalah keseluruhan 31.6%.

Survei yang sama dilakukan pada masa pandemi menunjukkan emotional symptoms 35,4%, conduct problems 23,9%, hyperactivity 18,9%, peer problems 26,1% dan masalah keseluruhan 35,6%.

"Akibat pandemi masalah mental emosi menunjukkan peningkatan, tampaknya masalah emosi paling menonjol, sedangkan sebelum pandemi masalah conduct lebih menonjol,” ujar Prof Meita Dhamayanti.

Dia menjelaskan, pandemi COVID-19 telah memberikan banyak pelajaran bagi umat manusia, khususnya ilmu kedokteran. Perkembangan pandemi COVID-19 terus berubah secara dinamis. Spektrum ilmu tumbuh kembang anak-pediatri sosial pun berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan teknologi kesehatan anak dan perubahan berbagai determinan bio-psiko-sosial.

"Di era epigenetik saat ini perlu dipahami bahwa potensi genetik seorang anak dibentuk dari interaksi aspek alamiah (nature) dan aspek pengasuhan (nurture)," katanya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2493 seconds (0.1#10.140)