Maestro Pelestari Gaok Aki Rukmin: Jangan Keok Samemeh Dipacok…

Rabu, 17 Februari 2021 - 11:17 WIB
loading...
A A A
Bagaimana sebenarnya upaya pelestarian Gaok sekarang?
Ceritanya dulu tembang pupuh itu diajarkan di sekolah, tapi sekarang sudah tidak ada lagi, misal Asmarandana, Kinanti, Sinom, dan lainnya.”

Gaok ini disebutkan sebagai media dakwah juga?
"Ruwat, terus walimatul safar, manggil saya, pak Umi bagaimana walimatul safar itu diundangnya para ulama, kyai ajengan, bukan saya, saya ga tau hadits-hadits, cuma tau-nya lalaguan, lama-lama walimatul safar itu harus ajengan yang diundangnya, ….kalau begitu walimatul safar harus di-isi sejarah Anbiya, Nabi-Nabi dan Rasul. Tapi yang saya sering lakon Nabi Yusuf aja, eling-eling mangka eling (membaca 1 bait)”

Maestro Pelestari Gaok Aki Rukmin: Jangan Keok Samemeh Dipacok…


Apakah ada pesan atau makna khusus dari tiap yang ditampilkan Gaok?
“(dijawab pak Udin) Kalau ditelaah benar, jalan cerita dari lakon atau wawacan, bagus semua, ada istilahnya mengajak kebaikan semua, mengandung makna, itu ada tuturan-nya, misal Sulanjana, itu kan asal mula padi, Dewi Sri.”
“(Aki Rukmin bercerita) Di sini khalayak ramai kan petani, kalau musim nandur ya mulai, menanam padi, asal usul padi, isinya kandungan pupuh ini, entah betul apa tidak, atau lakon Samun yg sering diperankan, Gandasari Purbaya anak kembar, disebutnya sejarah dari Timur Tengah Ahmad dan Muhammad.”

Informasinya Aki Rukmin ini saking langkanya pernah direkam suaranya?
“Tengah malam diculik sama pak Asikin, Guru SMP, di Munjul sanggar seni (Dewan Kesenian Kebudayaan Majalengka). Mau ngapain, disuruh pak Ikin dibawa ke Majalengka. Hayo berangkat. Terus ditanya sesampainya, Aki ini pembohong, ini rekayasa, bilangnya 17 naskah sehari-hari, dibuka cuma ada 9 naskah 10 kidung, sisa 7 dimana? Ternyata penjelasannya adalah kalau berbentuk lagu pupuh kinanti, bisa 3, satu sehari-harinya kinanti maut, kedua kinanti gusar, orang hajatan. Ketiga, kinanti ngelar, orang hajatan disini, wayang reog segala macam, anak sunat itu diiringin, pulang-pulang dari sana sampai bedug dhuhur, yang nyanyinya kinanti ngelar itu dibelakang delman. Ada yg rangkap. Kalau lagu mijil, sinden lagu Priangan, bisa ngawihkeun lagu wirangrong, lho kan beda namanya, iya beda, lagu di-tes dan langsung direkam. Di tes lagi, betul ga? betul pak lebih bagus. Ada lagi? Ada, Asmarandana jadi Jalendra. Akhirnya 7 yang tadi, sudah dijelaskan memang total ada 17 wawacan. Sdh puas? Puas kalau gini, dan sudah ada di rekaman.”

Apa yang membedakan Gaok dengan seni Sunda lainnya yang menggunakan tembang?
“Di sini pupuh ini Gaok, kalo di Bandung lain lagi, seni beluk, sama itu-itu juga, di Banjaran, Soreang. Tembang Sunda-nya aja, satu jenis kesenian tapi beda warna.”

Pak Andi dan pak Udin sebagai orang yang sedang diturunin ilmu-nya dari Aki Rukmin, seberapa menguasai Gaok ini?
“(pak Udin menjawab) Hapal sih engga ya, dikasih sama dalang kita bisa dikit-dikit. Emang susah banget untuk ngapalin pupuhnya itu susah. Kalau saya 1-2 pupuh doang”
(pak Andi menimpali) lebih enteng berguru keSingkurileng, ngawih-nya, dibanding ke dalang ini. Hapal ke teks nya tapi ke tinggi rendah-nya nada pada bait yang susah. Kalau saya paling cuma yang buat kidung nyawer doang, karena masih kepake buat acara-acara nikahan. Dandanggula Sinom pihak istri, di acara nikah pengantin..”

Apa yang menyebabkan masyarakat sulit untuk meneruskan Gaok?
“(pak Udin menjawab) Contoh pupuh Asmarandana kita ambil, pak Rukmin jangan tinggi-tinggi suaranya kita bikin Sinom, hey anak-anak segini ya (suaranya), bisa ke kejar sama saya, tapi pak Rukmin berubah lagi, hey anak-anak nada tinggi segitu ya (maksudnya nada tinggi).. Lama-lama kita ga bisa ngejar suara pak Rukmin yang memang khas, itu keunikannya, dia suaranya tinggi. Saya diskusi dengan pak Rukmin, untuk dipelajari suara-suara rendah dan jangan terlalu tinggi sehingga orang umum bisa mengejar-nya, rancag-nya.

Gaok pada masa jayanya, sulit ditandingi ketika sedang ada festival? Adakah pengalaman mengesankan?
“Tahun 70-80 ini, bisa 3 kali lipat dari suara saat ini, saya bisa, panjang napas dan kencang suaranya, bisa 3x lipat, saya masih sanggup 4 balik (tampil). Sampai ditegur sama pak Nano, kok manggil saya terus, apa gak bosan, padahal ada (grup seni) dari Subang, Purwakarta, Banjaran, begitu banyak anggotanya, terus dari Tanjungkerta, dan Cikeruh. Yang lainnya itu ada daya tarik, nah ciri khas tembang sunda yang dulu gimana, sudah mentas tadi, ga sanggup saya, paling dijawabnya halah jangan keok memeh dipacok. Laksanakan aja. Saya turun dari panggung, dikasih tau dewan jurinya itu, udah Majalengka itu menang lagi menang lagi.. Pak Rukmin ciri khas-nya itu melekat, tidak dicampur apa-apa alias orisinil. gitu cerita-nya kenapa Gaok menang terus.”
“Sekarang setiap kali pertunjukan harus pake ini, ini medali apresiasi (sambil menunjuk di dada kanan-nya tersemat medali di baju Toro), sementara ini lambang adelweis ketika Aki diminta malam-malam ngagaok di Gunung Ciremai, diundang, sakral ya.”

Gaok yang sekarang gimana?
“Itulah gak ada (kolaborasi) ini sedang dikit-dikit, bagi saya, ya gak apa-apa, mau seni apa aja kalo gabung ya, mau nya banyak kawan.”
(pak Udin menambahkan) sekarang yang diperbanyak ya kliningan, hiburan-nya, tapi tetep kita ambil cerita mah dari Wawacan itu.”
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1397 seconds (0.1#10.140)