Maestro Pelestari Gaok Aki Rukmin: Jangan Keok Samemeh Dipacok…

Rabu, 17 Februari 2021 - 11:17 WIB
loading...
Maestro Pelestari Gaok...
Aki Rukmin satu-satunya dalang seni Gaok yang masih hidup dan bertahan hingga saat ini.Foto-foto/INews/Agung Legiarta
A A A
MAJALENGKA - Satu tangannya tengah menekan inhaler pada hidungnya, sementara tangannya yang lain memegang sebungkus permen mint jadul, saat pertama kali saya menjumpainya. “Abdi nuju salesma (istilah bahasa Sunda untuk pilek),” ujarnya membuka pembicaraan.

Pada Jumat pagi (5/2/2021) lalu, saya berkesempatan untuk bertemu dan mewawancarai langsung Rukmin (79 tahun), seorang pelaku seni Gaok dari Desa Kulur, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Sekilas tidak ada yang mencolok dari tampilannya, baju Toro atau Kampret berwarna hitam yang ia kenakan, lengkap dengan ikat kepala motif batik (setelan kebesaran-nya saat tampil). Tapi siapa sangka, Aki Rukmin panggilannya, merupakan satu-satunya dalang seni Gaok yang masih hidup dan bertahan hingga saat ini.

Maestro Pelestari Gaok Aki Rukmin: Jangan Keok Samemeh Dipacok…


Gaok merupakan seni tradisi Sunda langka yang hanya ada di kabupaten Majalengka. Dalang Gaok memainkan tembang lagu bercerita (Wawacan) dengan pengaturan nada khas dan irama berupa Pupuh.

Baca juga: Warga Sedesa di Tuban Borong Mobil Baru, Ini Kegembiraan Wantono Dapat Rp24 Miliar

Di tengah gerimis dan suasana dingin desa perbukitan Majalengka, Aki Rukmin dan 2 anggota kelompok Gaok-nya yakni Pak Udin (peniup Buyung) dan Pak Andi (Tukang Ngilo), menceritakan awal perjalanannya menekuni Gaok, hingga kesan-nya terhadap kondisi Gaok kini yang terancam punah.

Bagi mereka, pelestarian Gaok (seni tradisi-nya serta naskah kuno beraksara pegon) bukan persoalan materi semata, tetapi lebih dari itu, sebagai tanggungjawab mempertahankan identitas Desa Kulur.

Berikut adalah hasil wawancara dari liputan yang juga didukung penuh oleh PANDI dalam program Merajut Indonesia melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN).

Sejak kapan menggeluti seni Gaok ini?
“Mulainya, mulai mingpin (grup Gaok) teh dari tahun 1963. Saya awalnya pengangguran, terus dengar pada saat itu ada yang punya bayi, ngarupus (melahirkan), ngayun (40 hari kelahiran bayi), nah waktu ngayun itu tiap dari blok diundang, dari (desa) tarikolot ada, di (desa) kulur ada. Pada saat itu belum ada speaker (pengeras suara), belajar seperti biasa seadanya, tahun 63 tapi bulan dan tanggalnya lupa.

Kapan Gaok itu dipentaskan?
“Lagu-nya ya lagu Gaok, namanya bermacam, Pupuh (lagu Sunda), betul Pupuh itu itung-itung variasi nama lagu, judul lagu Pupuh itu.”
“(pak Udin menambahkan) Gaok itu pas melahirkan, model 40 hari anak lahiran, ngagaraok. Atau pas ada babarit sawah (syukuran panen padi), kalau mau buka tanah ada acara sakral nya. Tapi semakin kesini, emang sudah jarang ya”

Maestro Pelestari Gaok Aki Rukmin: Jangan Keok Samemeh Dipacok…


Apa saja yang diperlukan saat memainkan Gaok?
"(dijawab oleh pak Udin) Alat musik, karena tidak punya alat musik, apapun yang ada di dapur, dimanfaatkan, kecrek-nya sendok, 7 personel itu apa aja yg dipegang, kadang piring. Tapi kesininya ada tukang Kendang, Gong, Terompet, untuk personelnya. Tapi yang aslinya tetap ada, Buyung.”

Naskah Wawacan itu apa?
“Jadi Wawacan itu semodel lalakon teh (jalan cerita), pakai naskah dengan tulisan aksara arab, ini buatan tahun 61-62. Jadi jalan cerita dalam bentuk pupuh istilahnya.Jadi ini tuh ngawitan, disebutnya Aksara Pegon, kertas bukunya dari Rotterdam jgn Leces, tintanya Parker, penanya dari Rokrak (ranting), dibikinnya sebaris oleh mantan sekretaris desa Wangsadihardja (penulis Wawacan).”

Ada berapa Wawacan? Ini asli?
“Dari awal, kesenian Gaok itu kan terdiri dari 17. di naskah cuma ada 9.”

Ada hubungan langsung dengan penulis Wawacan yakni Wangsadihardja?
“Saya ponakannya Wangsadihardja. Saya panggil dia Uwak, kok Uwak dibikin kayak gini (tunjuk aksara pegon).

Seperti apa seni Gaok itu?
“Jadi Gaok itu seni tembang Sunda, kalau kata artis jaman sekarang yaitu pekerjaan nyanyi atau tarik suara.”
“(pak Udin menambahkan) Jadi kadang Gaok itu dari petang sampai waktu shubuh (pentasnya). Kadang satu cerita, gak selesai. Terasa sama saya, ikut Aki Rukmin itu selesai sampai jam 3 shubuh. Show-nya tergantung permintaan.”
“(pak Andi menambahkan) Personilnya 7, dalang 1, yang baca cerita itu dalang, kemudian dilanjut sampe habis pupuh itu ya ke 7 personil itu. Dangdingpupuh-nya harus hapal semua. Nah mencari personel yg bisa pupuh itu yg susah, kebetulan disini sekarang juga tinggal ini doang yg masih eksis.”

Apa yang harus diperhatikan dalam Gaok?
Lagu-lagu itu harus purwakanti (repetisi yang sama), kalau ga gitu, ga enak didengar. Orang Sunda, kode nya kan, Daminatilada, sementara kalau nasional, Doremifasolasido, nah belajar nya dari situ. Kapan suara sedang, besar kecil, susah.

Gaok ini sudah banyak yang meneliti secara akademik?
sambil mengeluarkan buku skripsi tebal dari tas hitamnya) Ini penelitian mahasiswa Unpad tentang wawacan Samun. Kalo yang seinget saya, anak kuliah bisa nyampe 100 orang.”

Meski banyak diteliti, mengapa Gaok tetap terancam punah? benarkah tidak ada generasi muda yang tertarik meneruskan?
“Memang sangat susah, inginnya mencari murid, nepakeun (menularkan), ini saya sudah model gini (tua), saya ga nyanggupin. Jawaban anak muda sekarang katanya malu. Minat pemuda mempelajari sekarang kurang, misal diajarin. Belajar padalisan 6 sampai 7 bait, kamu hapal bait ke berapa. Begitu bait ke 3, sama saya bait ke 2, sok buru ditewak (maksudnya meneruskan bait pupuh), ngeeeng ada aba-aba nya, cuma nangkapnya ga pas, bagaimana saya menurunkannya, kan ada Dangding nya (nada), memang seni Gaok kayak gitu, ada model cengkok nya.”
“(pak Udin menambahkan) Saya juga modelnya kalau tidak diawalin sama dalang (Aki Rukmin), terus udah keluar dari bait itu, ya udah blank aja langgam-nya (lupa variasi nada-nya).Terus kalau di-tes sama pak Rukmin, misal Sinom, terlalu jauh (gap suara).”

Bagaimana sebenarnya upaya pelestarian Gaok sekarang?
Ceritanya dulu tembang pupuh itu diajarkan di sekolah, tapi sekarang sudah tidak ada lagi, misal Asmarandana, Kinanti, Sinom, dan lainnya.”

Gaok ini disebutkan sebagai media dakwah juga?
"Ruwat, terus walimatul safar, manggil saya, pak Umi bagaimana walimatul safar itu diundangnya para ulama, kyai ajengan, bukan saya, saya ga tau hadits-hadits, cuma tau-nya lalaguan, lama-lama walimatul safar itu harus ajengan yang diundangnya, ….kalau begitu walimatul safar harus di-isi sejarah Anbiya, Nabi-Nabi dan Rasul. Tapi yang saya sering lakon Nabi Yusuf aja, eling-eling mangka eling (membaca 1 bait)”

Maestro Pelestari Gaok Aki Rukmin: Jangan Keok Samemeh Dipacok…


Apakah ada pesan atau makna khusus dari tiap yang ditampilkan Gaok?
“(dijawab pak Udin) Kalau ditelaah benar, jalan cerita dari lakon atau wawacan, bagus semua, ada istilahnya mengajak kebaikan semua, mengandung makna, itu ada tuturan-nya, misal Sulanjana, itu kan asal mula padi, Dewi Sri.”
“(Aki Rukmin bercerita) Di sini khalayak ramai kan petani, kalau musim nandur ya mulai, menanam padi, asal usul padi, isinya kandungan pupuh ini, entah betul apa tidak, atau lakon Samun yg sering diperankan, Gandasari Purbaya anak kembar, disebutnya sejarah dari Timur Tengah Ahmad dan Muhammad.”

Informasinya Aki Rukmin ini saking langkanya pernah direkam suaranya?
“Tengah malam diculik sama pak Asikin, Guru SMP, di Munjul sanggar seni (Dewan Kesenian Kebudayaan Majalengka). Mau ngapain, disuruh pak Ikin dibawa ke Majalengka. Hayo berangkat. Terus ditanya sesampainya, Aki ini pembohong, ini rekayasa, bilangnya 17 naskah sehari-hari, dibuka cuma ada 9 naskah 10 kidung, sisa 7 dimana? Ternyata penjelasannya adalah kalau berbentuk lagu pupuh kinanti, bisa 3, satu sehari-harinya kinanti maut, kedua kinanti gusar, orang hajatan. Ketiga, kinanti ngelar, orang hajatan disini, wayang reog segala macam, anak sunat itu diiringin, pulang-pulang dari sana sampai bedug dhuhur, yang nyanyinya kinanti ngelar itu dibelakang delman. Ada yg rangkap. Kalau lagu mijil, sinden lagu Priangan, bisa ngawihkeun lagu wirangrong, lho kan beda namanya, iya beda, lagu di-tes dan langsung direkam. Di tes lagi, betul ga? betul pak lebih bagus. Ada lagi? Ada, Asmarandana jadi Jalendra. Akhirnya 7 yang tadi, sudah dijelaskan memang total ada 17 wawacan. Sdh puas? Puas kalau gini, dan sudah ada di rekaman.”

Apa yang membedakan Gaok dengan seni Sunda lainnya yang menggunakan tembang?
“Di sini pupuh ini Gaok, kalo di Bandung lain lagi, seni beluk, sama itu-itu juga, di Banjaran, Soreang. Tembang Sunda-nya aja, satu jenis kesenian tapi beda warna.”

Pak Andi dan pak Udin sebagai orang yang sedang diturunin ilmu-nya dari Aki Rukmin, seberapa menguasai Gaok ini?
“(pak Udin menjawab) Hapal sih engga ya, dikasih sama dalang kita bisa dikit-dikit. Emang susah banget untuk ngapalin pupuhnya itu susah. Kalau saya 1-2 pupuh doang”
(pak Andi menimpali) lebih enteng berguru keSingkurileng, ngawih-nya, dibanding ke dalang ini. Hapal ke teks nya tapi ke tinggi rendah-nya nada pada bait yang susah. Kalau saya paling cuma yang buat kidung nyawer doang, karena masih kepake buat acara-acara nikahan. Dandanggula Sinom pihak istri, di acara nikah pengantin..”

Apa yang menyebabkan masyarakat sulit untuk meneruskan Gaok?
“(pak Udin menjawab) Contoh pupuh Asmarandana kita ambil, pak Rukmin jangan tinggi-tinggi suaranya kita bikin Sinom, hey anak-anak segini ya (suaranya), bisa ke kejar sama saya, tapi pak Rukmin berubah lagi, hey anak-anak nada tinggi segitu ya (maksudnya nada tinggi).. Lama-lama kita ga bisa ngejar suara pak Rukmin yang memang khas, itu keunikannya, dia suaranya tinggi. Saya diskusi dengan pak Rukmin, untuk dipelajari suara-suara rendah dan jangan terlalu tinggi sehingga orang umum bisa mengejar-nya, rancag-nya.

Gaok pada masa jayanya, sulit ditandingi ketika sedang ada festival? Adakah pengalaman mengesankan?
“Tahun 70-80 ini, bisa 3 kali lipat dari suara saat ini, saya bisa, panjang napas dan kencang suaranya, bisa 3x lipat, saya masih sanggup 4 balik (tampil). Sampai ditegur sama pak Nano, kok manggil saya terus, apa gak bosan, padahal ada (grup seni) dari Subang, Purwakarta, Banjaran, begitu banyak anggotanya, terus dari Tanjungkerta, dan Cikeruh. Yang lainnya itu ada daya tarik, nah ciri khas tembang sunda yang dulu gimana, sudah mentas tadi, ga sanggup saya, paling dijawabnya halah jangan keok memeh dipacok. Laksanakan aja. Saya turun dari panggung, dikasih tau dewan jurinya itu, udah Majalengka itu menang lagi menang lagi.. Pak Rukmin ciri khas-nya itu melekat, tidak dicampur apa-apa alias orisinil. gitu cerita-nya kenapa Gaok menang terus.”
“Sekarang setiap kali pertunjukan harus pake ini, ini medali apresiasi (sambil menunjuk di dada kanan-nya tersemat medali di baju Toro), sementara ini lambang adelweis ketika Aki diminta malam-malam ngagaok di Gunung Ciremai, diundang, sakral ya.”

Gaok yang sekarang gimana?
“Itulah gak ada (kolaborasi) ini sedang dikit-dikit, bagi saya, ya gak apa-apa, mau seni apa aja kalo gabung ya, mau nya banyak kawan.”
(pak Udin menambahkan) sekarang yang diperbanyak ya kliningan, hiburan-nya, tapi tetep kita ambil cerita mah dari Wawacan itu.”

Kesulitan apa yang dihadapi seniman Gaok saat ini?
“(pak Udin menjawab) Jadi sekarang milenial atau kaum muda sekarang tidak begitu tertarik sama yang ginian, cuma individu yang mau melestarikan, dari mahasiswa mendalami. Yang kedua, syarat jadi dalang, intinya setiap dalang harus menguasai dangding pupuh. Dulu banyak anggota, sekarang dalang jadi borongan, karena ga ada lagi yang menguasai.”

Aki sekarang aktivitasnya apa?
“Ya sehari-hari maen-maen aja, ga punya pekerjaan saat ini, beli kebun, sambil mencari rumput, ngarit paling macul. Sekarang sembari mencari rumput ya sambil ngawih. Aki pernah transmigrasi ke Bengkulu, tahun 1986, Bangka 1984. Tinggal di Tajur sekarang, kesepakatan anak, berhubung saya ini lagi sakit sebelum di operasi, (masih tersisa 2 kali operasi lagi untuk menyembuhkan penyakit prostat yang dideritanya) udah disini aja, yang sekarang ini sregep ngurusin bapak, antarkan di Tajur, kadang anak yang datang, atau kalau ada perlu, di-bel aja.”
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4571 seconds (0.1#10.140)