Galon Sekali Pakai Bertentangan dengan Program Kurangi Sampah Plastik
loading...
A
A
A
BOGOR - Meski kehadirannya sudah ditentang banyak masyarakat karena dianggap mencemari lingkungan , produsen galon sekali pakai masih bersikukuh untuk tetap memproduksi kemasan air galon sekali pakai .
Bahkan mereka juga mengeluarkan varian baru dengan ukuran 10 liter selain ukuran 15 liter pada awal diluncurkan tahun lalu. (Baca juga: Petisi Tolak Galon Sekali Pakai Mendapat Dukungan Publik )
“Galon sekali pakai jelas akan membuat kecewa sebagian besar masyarakat. Kami di Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik bersama dengan dua anak muda telah membuat petisi di change.org untuk mengajak masyarakat menolak kehadiran galon sekali pakai ini. Hingga kini sudah lebih dari 44 ribu penandatangan yang menjadi representasi bahwa sebagian masyarakat berkeberatan dengan produk galon sekali pakai,” kata Co-Coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Abdul Ghofar, Selasa (16/2/2021). (Baca juga: Negara dengan Kematian Akibat Polusi Terbanyak di Dunia, Indonesia Urutan ke-4 )
Tenyata, kata Ghofar, produsen galon sekali pakai ini ternyata masih bersikukuh. Padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah membuat peraturan mengenai peta jalan pengurangan sampah oleh produsen yang tertuang melalui Permen 75 Tahun 2019. Apalagi peta jalan tersebut dilaksanakan untuk mencapai target pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30% dibandingkan dengan jumlah timbulan sampah di tahun 2029.
“Jelas produsen galon sekali pakai ini sangat berlawanan dengan semangat pemerintah untuk menjalankan pengurangan sampah,” kata dia
.
Ghofar mengatakan, galon sekali pakai ini mungkin bisa didaur ulang. Tapi, kendalanya selama ini terkait sampah plastik sekali pakai adalah soal pengumpulannya. Karena, terlalu kecil jumlahnya kalau hanya mengandalkan pemulung saja yang melakukan secara suka rela untuk mengumpulkan semua sampah plastik sekali pakai ini. “Yang dibutuhkan adalah adanya tanggungjawab perusahaan yang seharusnya mau mendirikan fasilitas untuk pengumpulan sampahnya,” kata dia.
Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung, dalam webinar bertema “Kemitraan ideal Pengelolaan Sampah di Indonesia” mengatakan, permasalahan utama dalam penanganan sampah di Indonesia adalah rendahnya tingkat kolektibilitas.
Dia mengatakan, daur ulang sampah juga tidak bisa diandalkan untuk menyelesaikan permasalahan sampah ini. Sebab menurutnya, daur ulang itu hanya mampu mengurangi sekitar 40% saja dari sampah yang ada. Begitu juga dengan bank sampah, hanya mampu mengurangi sampah 10%-20%.
Selanjutnya, Ghofar juga mengkritisi cara produsen galon sekali pakai dalam beriklan. “Sikap produsen yang berdalih bahwa produk mereka ramah lingkungan, aman dan higienis kami kira kurang etis. Betul bahwa galon sekali pakai bisa didaur ulang, tetapi pengalaman kita bertahun-tahun, proses daur ulang membutuhkan proses pengumpulan kemasan yang tidak mudah,” kata dia.
Dia mengatakan, selama ini pengumpulan juga hanya bertumpu pada tenaga kebersihan dan pemulung saja. Peran produsen nyaris tidak terlihat sebagai bentuk pertanggung jawaban produsen atas produknya.
“Jadi dengan adanya galon sekali pakai ditambah dengan pengumpulan yang belum maksimal, dimana produsen tidak bertanggungjawab dan hanya menyerahkan ke pemulung saja, target pemerintah melalui Permen 75 tahun 2019 itu mustahil bisa terealisasi. Padahal sudah ada galon guna ulang yang lebih ramah lingkungan dan bisa dipakai berkali-kali,” kata dia.
Untuk itu AZWI mendorong pemerintah serius merespon polemik galon sekali pakai ini demi merealisasikan peta jalan pengurangan sampah plastik oleh produsen sesuai dengan Permen LHK 75 Tahun 2019.
“Kami juga berharap kesadaran konsumen untuk mulai meminimalisasi penggunaan kemasan plastik sekali pakai dapat terus berlanjut, dan tetap kritis merespon pihak-pihak yang kontra produktif pada inisiatif industri ramah lingkungan,” kata Ghofar.
AZWI juga menuntut agar produsen galon sekali pakai betul-betul serius menjalankan extended producer responsibility. Seperti menyediakan fasilitas pengumpulan kemasan, memberikan insentif pada tenaga kebersihan, hingga menggunakan kembali kemasan air dari hasil daur ulang.
“Kami rasa keseriusan produsen bisa kita apresiasi. Namun jika tidak ada usaha semacam itu, pelabelan ramah lingkungan tak lebih hanya praktik greenwashing semata,” kata dia.
Aktivis lingkungan lainnya, yaitu Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) juga menyampaikan kecaman yang sama terhadap produk galon sekali pakai ini.
Peneliti organisasi lingkungan Ecoton, Andreas Agus Kristanto Nugroho, mengatakan, pihaknya akan mengajak masyarakat untuk melakukan gugatan hukum berupa citizen law suit terhadap produsen air kemasan galon sekali pakai ini.
Lihat Juga: Masyarakat Merauke Sepakat Dukung Pembangunan Pelabuhan untuk Program Cetak Sejuta Hektar Sawah
Bahkan mereka juga mengeluarkan varian baru dengan ukuran 10 liter selain ukuran 15 liter pada awal diluncurkan tahun lalu. (Baca juga: Petisi Tolak Galon Sekali Pakai Mendapat Dukungan Publik )
“Galon sekali pakai jelas akan membuat kecewa sebagian besar masyarakat. Kami di Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik bersama dengan dua anak muda telah membuat petisi di change.org untuk mengajak masyarakat menolak kehadiran galon sekali pakai ini. Hingga kini sudah lebih dari 44 ribu penandatangan yang menjadi representasi bahwa sebagian masyarakat berkeberatan dengan produk galon sekali pakai,” kata Co-Coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Abdul Ghofar, Selasa (16/2/2021). (Baca juga: Negara dengan Kematian Akibat Polusi Terbanyak di Dunia, Indonesia Urutan ke-4 )
Tenyata, kata Ghofar, produsen galon sekali pakai ini ternyata masih bersikukuh. Padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah membuat peraturan mengenai peta jalan pengurangan sampah oleh produsen yang tertuang melalui Permen 75 Tahun 2019. Apalagi peta jalan tersebut dilaksanakan untuk mencapai target pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30% dibandingkan dengan jumlah timbulan sampah di tahun 2029.
“Jelas produsen galon sekali pakai ini sangat berlawanan dengan semangat pemerintah untuk menjalankan pengurangan sampah,” kata dia
.
Ghofar mengatakan, galon sekali pakai ini mungkin bisa didaur ulang. Tapi, kendalanya selama ini terkait sampah plastik sekali pakai adalah soal pengumpulannya. Karena, terlalu kecil jumlahnya kalau hanya mengandalkan pemulung saja yang melakukan secara suka rela untuk mengumpulkan semua sampah plastik sekali pakai ini. “Yang dibutuhkan adalah adanya tanggungjawab perusahaan yang seharusnya mau mendirikan fasilitas untuk pengumpulan sampahnya,” kata dia.
Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung, dalam webinar bertema “Kemitraan ideal Pengelolaan Sampah di Indonesia” mengatakan, permasalahan utama dalam penanganan sampah di Indonesia adalah rendahnya tingkat kolektibilitas.
Dia mengatakan, daur ulang sampah juga tidak bisa diandalkan untuk menyelesaikan permasalahan sampah ini. Sebab menurutnya, daur ulang itu hanya mampu mengurangi sekitar 40% saja dari sampah yang ada. Begitu juga dengan bank sampah, hanya mampu mengurangi sampah 10%-20%.
Selanjutnya, Ghofar juga mengkritisi cara produsen galon sekali pakai dalam beriklan. “Sikap produsen yang berdalih bahwa produk mereka ramah lingkungan, aman dan higienis kami kira kurang etis. Betul bahwa galon sekali pakai bisa didaur ulang, tetapi pengalaman kita bertahun-tahun, proses daur ulang membutuhkan proses pengumpulan kemasan yang tidak mudah,” kata dia.
Dia mengatakan, selama ini pengumpulan juga hanya bertumpu pada tenaga kebersihan dan pemulung saja. Peran produsen nyaris tidak terlihat sebagai bentuk pertanggung jawaban produsen atas produknya.
“Jadi dengan adanya galon sekali pakai ditambah dengan pengumpulan yang belum maksimal, dimana produsen tidak bertanggungjawab dan hanya menyerahkan ke pemulung saja, target pemerintah melalui Permen 75 tahun 2019 itu mustahil bisa terealisasi. Padahal sudah ada galon guna ulang yang lebih ramah lingkungan dan bisa dipakai berkali-kali,” kata dia.
Untuk itu AZWI mendorong pemerintah serius merespon polemik galon sekali pakai ini demi merealisasikan peta jalan pengurangan sampah plastik oleh produsen sesuai dengan Permen LHK 75 Tahun 2019.
“Kami juga berharap kesadaran konsumen untuk mulai meminimalisasi penggunaan kemasan plastik sekali pakai dapat terus berlanjut, dan tetap kritis merespon pihak-pihak yang kontra produktif pada inisiatif industri ramah lingkungan,” kata Ghofar.
AZWI juga menuntut agar produsen galon sekali pakai betul-betul serius menjalankan extended producer responsibility. Seperti menyediakan fasilitas pengumpulan kemasan, memberikan insentif pada tenaga kebersihan, hingga menggunakan kembali kemasan air dari hasil daur ulang.
“Kami rasa keseriusan produsen bisa kita apresiasi. Namun jika tidak ada usaha semacam itu, pelabelan ramah lingkungan tak lebih hanya praktik greenwashing semata,” kata dia.
Aktivis lingkungan lainnya, yaitu Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) juga menyampaikan kecaman yang sama terhadap produk galon sekali pakai ini.
Peneliti organisasi lingkungan Ecoton, Andreas Agus Kristanto Nugroho, mengatakan, pihaknya akan mengajak masyarakat untuk melakukan gugatan hukum berupa citizen law suit terhadap produsen air kemasan galon sekali pakai ini.
Lihat Juga: Masyarakat Merauke Sepakat Dukung Pembangunan Pelabuhan untuk Program Cetak Sejuta Hektar Sawah
(nth)