Daeran alias Mat Depok, Pejuang Sekaligus Jawara tanpa Golok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mendengar nama Mat Depok atau Daeran, tentu masih banyak yang akan bertanya-tanya: siapakah dia? Ya maklum, nama Mat Depok, apalagi Daeran, memang tak sesohor Margonda, pejuang muda yang gugur melawan Belanda. Pun tak setenar Tole Iskandar atau sebunyi nama Muchtar (Sawangan).
Nama-nama itu oleh sebagian besar warga Depok dipandangan sebagai para pahlawan yang lebih berjasa dibanding Mat Depok. Tak heran, kalau kemudian ketiga nama tadi diabadikan untuk mengenang jasa-jasa heroiknya dengan menjadikan nama jalan-jalan utama di Depok.
Margonda yang bernama asli Margana dijadikan nama sebuah jalan utama di Kota Depok. Bisa dibilang, Jalan Margonda merupakan ikon utama di Kota Depok karena menjadi jalan yang paling terkenal dan paling ramai.
Tak cuma warga Depok belaka yang mengetahui, warga lain di luar Depok, bahkan masyarakat di luar Jawa sekalipun mengetahui jalan tersebut. Ya kalau di Yogyakarta layaknya nama Jalan Maliboro, meski harus diakui popularitasnya tak selevel.
Di sepanjang Jalan Margonda, atau di sekitarannya, berdiri gedung perkantoran, kampus, ataupun pusat perbelanjaan, hotel serta apartemen yang tinggi menjulang. Ada kantor Wali Kota dan DPRD Depok di jalan ini.
Ada kampus Gunadarma, dan UI yang akses utamanya berada di ujung utara Jalan Margonda. Kalau hotel dan apartemen tak lagi bisa disebutkan, sudah agak banyak. Makanya Jalan Margonda disebut sebagai pusatnya Kota Depok.
Sementara Tole Iskandar adalah jalan utama yang membelah wilayah Depok II menuju Jl. Raya Bogor. Sedangkan Muchtar adalah jalan yang menghubungkan Depok dengan Parung yang melewati daerah Sawangan. Keduanya jalan-jalan ramai yang bisa 24 jam dilalui kendaraan.
Ketiga nama tadi yang diabadikan dengan nama jalan “ditahbiskan” sebagai pahlawan yang gugur karena keberanian heroiknya melawan penjajah Belanda, demi membela dan mempertahankan kemerdekaan NKRI. Margonda, misalnya, gugur dengan granat yang meledak di tangannya ketika melawan tentara Belanda pada 16 November 1945, (Wenri Wanhar dalam Gedoran Depok: Revolusi Sosial Di Tepi Jakarta 1945-1955, 2012).
Lalu siapa sebenarnya Mat Depok? Nama itu merupakan julukan yang diambil dari tato bertuliskan “Mat Depok”. “Siapa pun yang pernah jumpa Pak Daeran pasti tahu tato itu. Pak Daeran suka pakai jas warna hitam tanpa dalaman. Jadi, tatonya kema-mana,” tulis Wenri Wahar untuk Historia.
Ada juga pandangan lain yang menyatakan bahwa tulisan tato di dada Daeran itu adalah “Amat Potolan Depok,”. “Potolan itu jawara. Kalau Amat Depok itu orang Depok," kata Misar, 84 tahun, anak dari istri kedua Mat Depok, seperti dikutip dari Depok Tempo Doeloe.
Mat Depok memang dilahirkan di Depok tahun 1910 dan meninggal pada tahun 1994, atau pada usia 84 tahun. Jika melihat tempat kelahiran dan makamnya yang ada di Depok, sejatinya Mat Depok adalah orang “Depok asli”. Beda dengan Margonda yang tempat kelahirannya di Bogor.
Nama-nama itu oleh sebagian besar warga Depok dipandangan sebagai para pahlawan yang lebih berjasa dibanding Mat Depok. Tak heran, kalau kemudian ketiga nama tadi diabadikan untuk mengenang jasa-jasa heroiknya dengan menjadikan nama jalan-jalan utama di Depok.
Margonda yang bernama asli Margana dijadikan nama sebuah jalan utama di Kota Depok. Bisa dibilang, Jalan Margonda merupakan ikon utama di Kota Depok karena menjadi jalan yang paling terkenal dan paling ramai.
Tak cuma warga Depok belaka yang mengetahui, warga lain di luar Depok, bahkan masyarakat di luar Jawa sekalipun mengetahui jalan tersebut. Ya kalau di Yogyakarta layaknya nama Jalan Maliboro, meski harus diakui popularitasnya tak selevel.
Di sepanjang Jalan Margonda, atau di sekitarannya, berdiri gedung perkantoran, kampus, ataupun pusat perbelanjaan, hotel serta apartemen yang tinggi menjulang. Ada kantor Wali Kota dan DPRD Depok di jalan ini.
Ada kampus Gunadarma, dan UI yang akses utamanya berada di ujung utara Jalan Margonda. Kalau hotel dan apartemen tak lagi bisa disebutkan, sudah agak banyak. Makanya Jalan Margonda disebut sebagai pusatnya Kota Depok.
Sementara Tole Iskandar adalah jalan utama yang membelah wilayah Depok II menuju Jl. Raya Bogor. Sedangkan Muchtar adalah jalan yang menghubungkan Depok dengan Parung yang melewati daerah Sawangan. Keduanya jalan-jalan ramai yang bisa 24 jam dilalui kendaraan.
Ketiga nama tadi yang diabadikan dengan nama jalan “ditahbiskan” sebagai pahlawan yang gugur karena keberanian heroiknya melawan penjajah Belanda, demi membela dan mempertahankan kemerdekaan NKRI. Margonda, misalnya, gugur dengan granat yang meledak di tangannya ketika melawan tentara Belanda pada 16 November 1945, (Wenri Wanhar dalam Gedoran Depok: Revolusi Sosial Di Tepi Jakarta 1945-1955, 2012).
Lalu siapa sebenarnya Mat Depok? Nama itu merupakan julukan yang diambil dari tato bertuliskan “Mat Depok”. “Siapa pun yang pernah jumpa Pak Daeran pasti tahu tato itu. Pak Daeran suka pakai jas warna hitam tanpa dalaman. Jadi, tatonya kema-mana,” tulis Wenri Wahar untuk Historia.
Ada juga pandangan lain yang menyatakan bahwa tulisan tato di dada Daeran itu adalah “Amat Potolan Depok,”. “Potolan itu jawara. Kalau Amat Depok itu orang Depok," kata Misar, 84 tahun, anak dari istri kedua Mat Depok, seperti dikutip dari Depok Tempo Doeloe.
Mat Depok memang dilahirkan di Depok tahun 1910 dan meninggal pada tahun 1994, atau pada usia 84 tahun. Jika melihat tempat kelahiran dan makamnya yang ada di Depok, sejatinya Mat Depok adalah orang “Depok asli”. Beda dengan Margonda yang tempat kelahirannya di Bogor.