Masjid Raya Sumbar Paduan Rumah Gadang dengan Arsitektur Modern
loading...
A
A
A
PADANG - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi memuji arsitektur Masjid Raya Sumatera Barat (Sumbar) yang telah memadukan nuansa modern dan tradisional dalam pembangunannya. Pujian ini terlontar saat Wamenag Zainut Tauhid akan menunaikan salat Jumat di masjid tersebut, di sela kunjungan kerjanya di Provinsi Sumatera Barat.
Wamenag yang didampingi Kakanwil Kemenag Sumatera Barat Hendri pun bergegas menuju ruang dalam masjid. “Subhanallah, bagus dan megah banget bangunan Masjid Raya Sumbar ini,” ujar Wamenag, Jumat (29/1/2021) seraya bergabung ke dalam shaf shalat yang telah diatur sesuai dengan protokol kesehatan.
Tak berlebihan jika Wamenag mengagumi arsitektur masjid yang dibangun di atas lahan seluas 40 ribu meter persegi ini. Konstruksi masjid Raya ini terdiri dari tiga lantai. Ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang shalat terletak di lantai atas, yang didesain ruang multi fungsi.
Sang arsitek, Rizal Muslimin, mendesain Masjid Raya Sumatera Barat dengan menampilkan arsitektur modern yang tak identik dengan kubah. Atap bangunan yang terdiri dari empat sudut, konon terinspirasi dari bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad kala empat kabilah Quraisy berselisih siapa yang berhak memindahkan batu hitam tersebut.
Bentuk sudutnya lancip sekaligus mewakili atap bergonjong pada rumah adat Minangkabau rumah gadang. Ini memperlihat kan integrasi nilai islam dalam tradisi masyarakat minang yang memiliki pepatah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.
Sentuhan arsitektur modern dapat kita temukan saat memasuki ruang utama masjid. Langit-langit ruangan yang dibuat cukup tinggi sehingga memberikan kesan ruangan lega serta membuat sirkulasi udara mengalir dengan baik, semakin menarik dengan ukiran asmaul husna. Pencahayaan di dalam masjid ini juga amat baik, sehingga memberikan kenyamanan bagi para jamaah saat beribadah.
Masjid yang terletak di jalan Khatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang ini peletakan batu pertamanya dilakukan pada 21 Desember 2007. Pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp325-330 miliar.
Masjid Raya Sumatera Barat ini menjadi ikon Sumatera Barat dibangun di lahan seluas sekitar 40.000 meter persegi dengan luas bangunan utama kurang dari setengah luas lahan tersebut, yakni sekitar 18.000 meter persegi, sehingga menyisakan halaman yang luas.
Pada struktur konstruksi bangunan menunjukkan pola rumah gadang dengan pola segitiga ke bawah, bahan material kayu dan ornamen pada passade masjid merupakan bentuk ukiran yang terdapat pada rumah gadang, gonjong yang dihadirkan berakar dari bentuk gonjong pada rumah gadang.
Bagian interiornya terdiri dari bagian mihrab, liwan dan sahn. Pada bagian mihrab ini mengusung bentuk desain yang lebih modern, bentuk lingkaran bulat telur itu mengingatkan penulis kepada karya rancangan desainer terkenal dunia yaitu Karim Rashid seorang desainer yang sangat terkenal dengan gaya futuristiknya, dia sering membuat bentuk-bentuk yang hampir serupa dengan rancangan mihrab masjid ini. Di lain sisi, bentuk mihrab seperti bulat telur juga mengingatkan kepada bentuk hajar aswad yang berada di makkah.
Sedangkan bentuk liwan pada masjid di desain sangat bersih dan kelihatan kokoh dengan menggunakan material beton dan keramik. Pada bagian dinding ruangan didominasi oleh pintu-pintu dan jendela yang memiliki lubang-lubang vertikal sebagai sirkulasi udara yang masuk dari luar ke dalam ruangan.
Pada bagian plafonnya terdapat bentuk bagian dalam kubah yang langsung membungkus semua ruangan, meskipun tidak menampakkan bentuk kubah pada bagian luar, namun bentuk kubah dapat terlihat pada bagian dalam masjid.
Plafon tersebut dipenuhi dengan tulisan kaligrafi Asmaul Husna (nama-nama Allah) dan pada bagian tengah liwan terdapat susunan lampu-lampu yang menggantung membentuk lingkaran pada bagian atas plafon ruangan, hal ini menunjukkan bentuk modern dan tidak terlihat bentuk tradisional dari dalam masjid ini. Sahn atau tempat berwudhu pada masjid ini didesain sangat sederhana dengan warna gelap.
Tempat berwudhu ini didesain terbuka sehingga membawa udara yang masuk ke dalam sehingga menghasilkan hawa kesekukan. Tempat berwudhu ini terbilang modern dan ramah lingkungan dengan terbukti dari sistem pemanfaatan air hujan yang digunakan.
Namun, terlepas dari makna di balik atap masjid, ternyata Masjid Raya Sumatera Barat dirancang khusus untuk tahan terhadap gempa bumi hingga 10 magnitudo. Masjid Agung Sumatera Barat juga bisa digunakan untuk shelter atau lokasi evakuasi bila sewaktu-waktu terjadi bencana. Kemudian, bagian lantai dilengkapi karpet permadani berwarna merah yang digunakan sebagai sajadah, dan merupakan hadiah dari Pemerintah Turki.
Wamenag yang didampingi Kakanwil Kemenag Sumatera Barat Hendri pun bergegas menuju ruang dalam masjid. “Subhanallah, bagus dan megah banget bangunan Masjid Raya Sumbar ini,” ujar Wamenag, Jumat (29/1/2021) seraya bergabung ke dalam shaf shalat yang telah diatur sesuai dengan protokol kesehatan.
Tak berlebihan jika Wamenag mengagumi arsitektur masjid yang dibangun di atas lahan seluas 40 ribu meter persegi ini. Konstruksi masjid Raya ini terdiri dari tiga lantai. Ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang shalat terletak di lantai atas, yang didesain ruang multi fungsi.
Sang arsitek, Rizal Muslimin, mendesain Masjid Raya Sumatera Barat dengan menampilkan arsitektur modern yang tak identik dengan kubah. Atap bangunan yang terdiri dari empat sudut, konon terinspirasi dari bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad kala empat kabilah Quraisy berselisih siapa yang berhak memindahkan batu hitam tersebut.
Bentuk sudutnya lancip sekaligus mewakili atap bergonjong pada rumah adat Minangkabau rumah gadang. Ini memperlihat kan integrasi nilai islam dalam tradisi masyarakat minang yang memiliki pepatah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.
Sentuhan arsitektur modern dapat kita temukan saat memasuki ruang utama masjid. Langit-langit ruangan yang dibuat cukup tinggi sehingga memberikan kesan ruangan lega serta membuat sirkulasi udara mengalir dengan baik, semakin menarik dengan ukiran asmaul husna. Pencahayaan di dalam masjid ini juga amat baik, sehingga memberikan kenyamanan bagi para jamaah saat beribadah.
Masjid yang terletak di jalan Khatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang ini peletakan batu pertamanya dilakukan pada 21 Desember 2007. Pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp325-330 miliar.
Masjid Raya Sumatera Barat ini menjadi ikon Sumatera Barat dibangun di lahan seluas sekitar 40.000 meter persegi dengan luas bangunan utama kurang dari setengah luas lahan tersebut, yakni sekitar 18.000 meter persegi, sehingga menyisakan halaman yang luas.
Pada struktur konstruksi bangunan menunjukkan pola rumah gadang dengan pola segitiga ke bawah, bahan material kayu dan ornamen pada passade masjid merupakan bentuk ukiran yang terdapat pada rumah gadang, gonjong yang dihadirkan berakar dari bentuk gonjong pada rumah gadang.
Bagian interiornya terdiri dari bagian mihrab, liwan dan sahn. Pada bagian mihrab ini mengusung bentuk desain yang lebih modern, bentuk lingkaran bulat telur itu mengingatkan penulis kepada karya rancangan desainer terkenal dunia yaitu Karim Rashid seorang desainer yang sangat terkenal dengan gaya futuristiknya, dia sering membuat bentuk-bentuk yang hampir serupa dengan rancangan mihrab masjid ini. Di lain sisi, bentuk mihrab seperti bulat telur juga mengingatkan kepada bentuk hajar aswad yang berada di makkah.
Sedangkan bentuk liwan pada masjid di desain sangat bersih dan kelihatan kokoh dengan menggunakan material beton dan keramik. Pada bagian dinding ruangan didominasi oleh pintu-pintu dan jendela yang memiliki lubang-lubang vertikal sebagai sirkulasi udara yang masuk dari luar ke dalam ruangan.
Pada bagian plafonnya terdapat bentuk bagian dalam kubah yang langsung membungkus semua ruangan, meskipun tidak menampakkan bentuk kubah pada bagian luar, namun bentuk kubah dapat terlihat pada bagian dalam masjid.
Plafon tersebut dipenuhi dengan tulisan kaligrafi Asmaul Husna (nama-nama Allah) dan pada bagian tengah liwan terdapat susunan lampu-lampu yang menggantung membentuk lingkaran pada bagian atas plafon ruangan, hal ini menunjukkan bentuk modern dan tidak terlihat bentuk tradisional dari dalam masjid ini. Sahn atau tempat berwudhu pada masjid ini didesain sangat sederhana dengan warna gelap.
Tempat berwudhu ini didesain terbuka sehingga membawa udara yang masuk ke dalam sehingga menghasilkan hawa kesekukan. Tempat berwudhu ini terbilang modern dan ramah lingkungan dengan terbukti dari sistem pemanfaatan air hujan yang digunakan.
Namun, terlepas dari makna di balik atap masjid, ternyata Masjid Raya Sumatera Barat dirancang khusus untuk tahan terhadap gempa bumi hingga 10 magnitudo. Masjid Agung Sumatera Barat juga bisa digunakan untuk shelter atau lokasi evakuasi bila sewaktu-waktu terjadi bencana. Kemudian, bagian lantai dilengkapi karpet permadani berwarna merah yang digunakan sebagai sajadah, dan merupakan hadiah dari Pemerintah Turki.
(don)