Kekurangan Zat Besi Ancam Kemampuan Belajar Anak Indonesia

Selasa, 26 Januari 2021 - 09:00 WIB
loading...
Kekurangan Zat Besi Ancam Kemampuan Belajar Anak Indonesia
Webinar Kekurangan Zat Besi Ancam Kemampuan Belajar Anak Indonesia. Foto/Ist
A A A
BOGOR - Data Riset Kesehatan Dasar 2018 (Riskesdas) menunjukkan 1 dari 3 anak balita Indonesia mengalami anemia . Data lain menunjukkan, lebih dari 40% anak balita di negara berkembang menderita anemia dan. 50-60% kasus anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi.

Kekurangan zat besi adalah kondisi ketika kadar ketersediaan zat besi dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian.
Kekurangan zat besi khususnya pada anak memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang, misalnya gangguan pada perkembangan kognitif, motorik, sensorik serta perilaku dan emosi. Terlebih saat anak memasuki usia sekolah, kekurangan zat besi akan berdampak pada kurangnya konsentrasi saat belajar, ketidakmampuan belajar, hingga perkembangan yang tertunda. (Baca juga: Tingkatkan Nafsu Makan Anak Melalui Produk Probiotik Lokal )

Ahli Gizi Ibu dan Anak, Prof Dr drg Sandra Fikawati MPH, mengatakan, zat besi adalah salah satu mikronutrien atau sering juga dikenal sebagai vitamin dan mineral yang sangat penting untuk mendukung kemampuan belajar anak. (Baca juga: Cegah Anemia Pada Anak, Cukupi Zat Besi Dengan Maksimal )

“Jutaan anak mengalami pertumbuhan terhambat, keterlambatan kognitif, kekebalan yang lemah dan penyakit akibat defisiensi zat besi. Padahal, anak usia prasekolah membutuhkan dukungan lingkungan yang baik, terutama dukungan gizi seimbang, sehingga orang tua harus mengetahui kebutuhan gizi, cara pemenuhannya, serta upaya perbaikan gizinya. Jika orang tua tidak waspada, dampaknya akan diketahui saat sudah terlambat. Meskipun seorang anak mungkin terlihat kenyang, bisa jadi tubuhnya tengah kelaparan akibat kekurangan zat gizi mikro,” jelas Prof Fikawati, Selasa (26/1/2021).

Dokumen WHO menyatakan, ada bukti kuat melalui penelitian bahwa kekurangan zat besi terlihat secara meyakinkan menunda perkembangan psikomotor dan mengganggu kinerja kognitif anak prasekolah dan anak usia sekolah di Mesir, India, Indonesia, Thailand, dan Amerika Serikat.

Diperkirakan 30-80% anak di negara berkembang, mengalami kekurangan zat besi pada usia 1 tahun. Anak-anak ini akan mengalami keterlambatan perkembangan kognitif maupun psikomotor, dan ketika mereka mencapai usia sekolah mereka akan mengalami gangguan kinerja dalam tes bahasa keterampilan, keterampilan motorik, dan koordinasi, setara dengan defisit 5 hingga 10 poin dalam IQ.

Ketua HIMPAUDI Pusat Prof Dr Ir Hj Netti Herawati MSi membagikan pengalamannya, bahwa proses belajar seharusnya menjadi pengalaman yang menyenangkan. Proses belajar mengajar pada anak usia dini, hendaknya tidak terganggu oleh berbagai masalah, termasuk kendala kesehatan.

“Orang tua dan pendidik harus saling mendukung dalam proses belajar anak, termasuk dalam pendidikan dasar seperti PAUD. Pendidik memberikan materi kepada orang tua untuk diberikan kepada anak, maupun memberi arahan untuk membantu orang tua atau memunculkan ide di dalam pengajaran kepada anak," kata dia.

Sehingga, kata dia, anak dapat bermain hingga keluar imajinasi selama proses belajar. Semua ini bisa tercapai jika anak sehat dan tidak mengalami kekurangan zat besi.

"Kami selalu meminta agar orang tua memerhatikan asupan bergizi di rumah, untuk mendukung proses belajarnya agar bisa menyerap ilmu dengan optimal,” jelas Prof Netti.

Penyebab kekurangan zat besi paling banyak disebabkan oleh pola makan tidak seimbang dan adanya gangguan proses penyerapan zat besi.

“Kekurangan mikronutrien memang sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi karena dampaknya tidak akan langsung terlihat, namun berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu," kata dia.

Khususnya zat besi, kata dia, mikronutrien ini berfungsi untuk mengantarkan oksigen ke paru-paru untuk digunakan ke bagian tubuh lainnya. "Maka dari itu, orang tua perlu memperhatikan konsumsi zat besi maupun mikronutrien lainnya yang dibutuhkan untuk membantu penyerapan zat besi yang optimal seperti Vitamin C,” jelas Prof Fikawati.

Ketika anak sudah berusia 1 tahun keatas dan bisa mengonsumsi makanan rumah, orang tua perlu memastikan konsumsi makanan yang mengandung zat besi secara teratur.

Zat besi bisa ditemukan pada daging sapi dan ayam, hati, telur, kacang-kacangan, ikan, dan sayuran. Tidak hanya itu, orang tua juga perlu memastikan konsumsi makanan sumber vitamin C untuk mendukung penyerapan zat besi. Kombinasi zat besi dengan vitamin C juga dapat ditemukan pada makanan dan minuman terfortifikasi zat besi dan vitamin C seperti susu pertumbuhan untuk anak di atas 1 tahun.

“Mendukung setiap anak Indonesia agar terpenuhi haknya untuk maju dan berprestasi merupakan tanggung jawab kita bersama. Untuk itu, Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia ingin mengajak orang tua untuk bisa memberikan perhatian khusus dalam memastikan kebutuhan harian gizi anak, termasuk zat besi, telah terpenuhi dan terserap dengan baik,” kata Corporate Communications Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin.

Danone Specialized Nutrition Indonesia juga menyediakan sebuah platform daring untuk membantu orang tua bisa melakukan tes risiko terjadinya kekurangan zat besi pada si Kecil melalui fitur di dalam situs www.generasimaju.co.id.

Pada situs ini, orang tua juga dapat menemukan serangkaian artikel terkait topik nutrisi termasuk kekurangan zat besi dan bagaimana cara mengatasinya, serta berbagai artikel mengenai tips untuk mendukung anak menjadi Anak Generasi Maju.

“Fitur ini diharapkan dapat membantu orang tua mendeteksi kekurangan zat besi pada anak sejak dini dan bagaimana stimulasi yang perlu dilakukan agar dapat mendukung mereka menjadi generasi maju,” pungkas Arif.
(nth)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3676 seconds (0.1#10.140)