Jangan Keliru Pahami Vaksinasi COVID-19, Simak Penjelasan Lengkap Epidemiolog

Rabu, 13 Januari 2021 - 14:05 WIB
loading...
Jangan Keliru Pahami Vaksinasi COVID-19, Simak Penjelasan Lengkap Epidemiolog
Ilustrasi/SINDOnews/Dok
A A A
BANDUNG - Epidemiolog Universitas Padjadjaran (Unpad), dr Panji Fortuna Hadisoemarto mengimbau masyarakat tidak keliru memahami vaksinasi COVID-19 .

Panji menegaskan, vaksin dapat mengurangi angka kesakitan atau kematian akibat COVID-19 dalam waktu cepat. Namun, kata Panji, untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), dibutuhkan waktu lebih dari satu tahun.

"Yang pasti, paling cepat, adalah vaksin dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian," ujar Panji dalam keterangan resminya, Rabu (13/1/2021).

Dengan angka kesakitan yang berkurang, lanjut Panji, tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19 dan rumah sakit darurat diharapkan tetap terjaga di level aman.

Saat ini, tingkat keterisian tempat tidur di kabupaten/kota sudah di atas 80 persen atau dalam level kritis.

"Jika angka kesakitan berkurang, pasien yang dirawat pun berkurang sehingga BOR (bed occupancy rate) tidak akan pernah penuh," katanya.

Menurut Panji, masih ada pandangan keliru di masyarakat bahwa vaksin dapat membentuk kekebalan kelompok dalam waktu cepat. Lebih keliru lagi, vaksin disamakan dengan obat yang dapat menyembuhkan penyakit COVID-19.

"Kekebalan kelompok paling tidak butuh waktu setahun dari sekarang karena harus mencakup 70 persen penduduk," sebutnya.

Menurut dia, kekebalan kelompok tergantung dari tiga keadaan. Pertama, seberapa tinggi penularan setelah vaksinasi.

"Vaksin dapat mencegah sakit, tapi tidak mencegah penularan. Kalau penularan (masif) terjadi, herd immunity tidak akan terjadi," terangnya.

Terkait pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menyatakan bahwa efikasi vaksin Sinovac 65,3 persen, Panji menekankan bahwa efikasi berbeda dengan efektivitas karena efikasi diukur pada tingkat uji klinis.

Dalam kenyataannya, imbuh Panji, jika seseorang punya penyakit penyerta (komorbid) sangat mungkin efikasi 65,3 persen tidak tercapai.

"Mungkin lebih rendah, tidak mungkin lebih tinggi. Tapi yang diharapkan tidak akan menurun terlalu jauh," ujarnya.

Keadaan kedua, yakni seberapa lama perlindungan yang diberikan vaksin. Vaksin Sinovac yang akan disuntikkan di Jabar mulai Kamis (14/1/2021) besok harus disuntikkan dua dosis atau dua kali penyuntikan kepada setiap orang.

"Jarak waktu antara penyuntikan pertama dan kedua adalah dua pekan. Vaksin Sinovac baru akan memberi proteksi dua minggu setelah penyuntikan kedua," katanya.

Keadaan ketiga, lanjut Panji, yakni sebanyak apa cakupan masyarakat yang akan divaksin. Secara nasional, orang yang harus divaksin 181,5 juta jiwa. Tahap pertama untuk pekerja di kantor kesehatan berjumlah 1,3 juta jiwa.

"Ini baru satu persen saja, sedangkan herd immunity cakupannya harus 70 persen. Jadi masih butuh waktu kurang lebih satu tahun lagi. Tapi untuk mengurangi angka kesakitan, itu pasti," tegasnya.

Panji juga mengatakan, orang yang positif COVID-19 sebetulnya tidak perlu disuntik vaksin. Namun, tidak menutup kemungkinan orang yang divaksin ternyata positif COVID-19 tanpa diketahui.

"Tapi hingga kini belum ada laporan orang yang demikian mengalami efek samping yang buruk," ujarnya.

Setelah disuntik vaksin, orang juga tidak perlu melakukan isolasi mandiri selama dua pekan. "Tapi kan pasti ada yang nanya, kan sudah divaksin kenapa masih pakai masker? Jawab saja, lebih baik dobel perlindungan daripada singel," tegas Panji.

Panji yakin, vaksin Sinovac memiliki tingkat keamanan tinggi untuk disuntikkan karena sudah mengantongi izi penggunaan darurat dari BPOM. Apalagi, vaksin ini sudah mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Lebih lanjut Panji mengatakan, secara umum ada empat tujuan vaksinasi secara bertahap. Tahap pertama, mengurangi angka kesakitan dan kematian.

Kedua, membentuk kekebalan kelompok. Ketiga, memperkuat sistem kesehatan masyarakat, dan terakhir menjaga produktivitas serta mempercepat pemulihan ekonomi dan sosial.

Sementara itu, Penanggung Jawab Komunikasi Sosial Politik Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Dila Amran mengatakan, setelah vaksinasi, masyarakat wajib meningkatkan disiplin prokes dari 3M ke 5M.

"Selain memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun, perlu ditambah menjauhi kerumunan dan membatasi mobilitas," katanya.

Menurutnya, pemerintah saat ini menghadapi tantangan berat karena beberapa survei menyebutkan tingkat penerimaan vaksin masyarakat terus bergerak. Pada Agustus 2020, sebanyak 64,8 persen menerima vaksin, kemudian turun menjadi 39 persen, 37 persen, dan terakhir 31 persen.

(Baca juga: Vaksinasi COVID-19 Perdana Digelar Besok, Ridwan Kamil Sebut Penolak Vaksin Sumber Penyakit)

Menurutnya, untuk menyukseskan vaksinasi, semua elemen dari pusat sampai RT/RW harus bergerak mengampanyekan pesan positif.

"Lokalitas sangat penting, pemda harus lebih agresif. Faskes dan posyandu sangat penting. Jangan sampai orang datang pada suntikan pertama, tapi tidak datang pada penyuntikan kedua,” katanya.

(Baca juga: Tenaga Pendidik di Kota Bandung Positif COVID-19 dan Meninggal, Klaster Pendidikan?)

Menurut Dila, setelah mendapat sertifkasi halal dan suci dari MUI serta izin penggunaan darurat dari BPOM, vaksin Sinovac yang sudah ada di gudang provinsi saat ini sangat aman disuntikkan.

"Tapi jangan lupa setelah divaksin prokes 5M harus dijalankan. Pesannya adalah vaksin aman, imun, dan prokes dijalankan," katanya.
(boy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1356 seconds (0.1#10.140)