Sejak Tahun Baru, Banjir Rendam Ratusan Rumah Warga Tempuran Mojokerto
loading...
A
A
A
MOJOKERTO - Banjir kembali merendam ratusan rumah warga dua dusun di Desa Tempuran, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Ini merupakan kali ketiga, wilayah tersebut diterjang banjir sejak memasuki tahun 2021.
Dua dusun yang menjadi langganan banjir ini yakni, Dusun Bekucuk dan Dusun Tempuran. Sedikitnya sekitar 300an rumah warga di desa yang berbatasan dengan Kabupaten Jombang ini, terendam dengan ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa.
(Baca juga: Pembakaran Ponpes Al-Furqon Lamongan, Ketua MUI Jatim: Saya Klarifikasi Dulu )
Suparti, warga Dusun Bekucuk, Desa Tempuran mengungkapkan, sejak awal Januari 2021, banjir mulai melanda wilayah tersebut. Meski sempat surut, namun air bah kembali datang dan menggenangi rumahnya. Bahkan ketinggian air hingga mencapai 60 cm.
"Sudah sejak tahun baru itu, Jumat (1/1) banjir. Sempat surut sebentar, tapi kemudian banjir lagi. Ini yang ketiga kalinya rumah terendam banjir," kata Suparti, Senin (11/1/2021).
Akibat bencana banjir tersebut, aktivitas warga menjadi lumpuh. Bahkan untuk sekedar memasak saja, warga mengalami kesulitan. Selama ini, warga hanya mengandalkan bantuan makanan dari dapur umum (DU) yang didirikan Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Mojokerto.
(Baca juga: Hari Pertama PPKM di Surabaya, Masih Banyak Pelanggaran )
"Tidak bisa bekerja, karena terendam banjir. Mau masak juga tidak bisa, air bersih juga sulit kan, karena sumurnya kotor. Praktis kami hanya menunggu bantuan dari petuga saja," terang wanita berusia 49 tahun ini.
Kendati demikian, Suparti mengaku memilih bertahan di rumahnya. Ia tak mengungsi lantaran banjir seperti ini sudah biasa terjadi. Jika malam hari, Suparti dan warga lainnya memilih tidur di jalan lantaran kondisi jalan tidak targenang air.
"Tidak mengungsi, kalau malam tidur di jalan, karena jalannya lebih tinggi jadi aman. Tahun-tahun sebelumnya juga seperti ini, banjir sampai berhari-hari. Semoga bisa secepatnya teratasi tidak banjir seperti ini terus," terang Suparti.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto Muhammad Zaini mengatakan, ada 272 rumah warga di Desa Tempuran, Kecamatan Sooko yang terendam banjir. Rinciannya 31 rumah di Dusun Tempuran dan 241 rumah di Dusun Bekucuk.
"Berdasarkan data yang saya terima, ada 272 rumah warga yang terendam. Ini sudah yang kesekian kalinya, karena memang curah hujan yang cukup tinggi sejak awal Januari 2021 kemarin," kata Zaini.
Banjir yang merendam ratusan rumah warga ini, kata Zaini, disebabkan kondisi sungai avour Watudakon yang mengalami pendangkalan. Sehingga sungai yang membentang di dari wilayah Kabupaten Jombang hingga Mojokerto itu, tidak mampu menampung saat debit air tinggi.
"Penyebabnya adalah terjadinya pendangkalan sungai. Sehingga yang diperlukan untuk mengatasi ini yakni tanggul dan normalisasi sungai. Karena tidak ada tanggul sama sekali," kata Zaini.
Sungai avour Watudakon berada di bawah naungan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Sehingga persoalan normalisasi semestinya menjadi kewenangan BBWS Brantas. Meski, Zaini tak menampik jika upaya normalisasi itu sudah berjalan di beberapa titik.
"Sebagian sudah, tapi belum selesai. Akan dilanjut bulan 4 atau 5 tahun 2021. Harusnya memang ada pembangunan tanggul dari Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Jombang hingga Desa Tempuran. Panjangnya sekitar tiga kilometer dengan ketinggian sekitar dua meter," tandas Zaini.
Dua dusun yang menjadi langganan banjir ini yakni, Dusun Bekucuk dan Dusun Tempuran. Sedikitnya sekitar 300an rumah warga di desa yang berbatasan dengan Kabupaten Jombang ini, terendam dengan ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa.
(Baca juga: Pembakaran Ponpes Al-Furqon Lamongan, Ketua MUI Jatim: Saya Klarifikasi Dulu )
Suparti, warga Dusun Bekucuk, Desa Tempuran mengungkapkan, sejak awal Januari 2021, banjir mulai melanda wilayah tersebut. Meski sempat surut, namun air bah kembali datang dan menggenangi rumahnya. Bahkan ketinggian air hingga mencapai 60 cm.
"Sudah sejak tahun baru itu, Jumat (1/1) banjir. Sempat surut sebentar, tapi kemudian banjir lagi. Ini yang ketiga kalinya rumah terendam banjir," kata Suparti, Senin (11/1/2021).
Akibat bencana banjir tersebut, aktivitas warga menjadi lumpuh. Bahkan untuk sekedar memasak saja, warga mengalami kesulitan. Selama ini, warga hanya mengandalkan bantuan makanan dari dapur umum (DU) yang didirikan Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Mojokerto.
(Baca juga: Hari Pertama PPKM di Surabaya, Masih Banyak Pelanggaran )
"Tidak bisa bekerja, karena terendam banjir. Mau masak juga tidak bisa, air bersih juga sulit kan, karena sumurnya kotor. Praktis kami hanya menunggu bantuan dari petuga saja," terang wanita berusia 49 tahun ini.
Kendati demikian, Suparti mengaku memilih bertahan di rumahnya. Ia tak mengungsi lantaran banjir seperti ini sudah biasa terjadi. Jika malam hari, Suparti dan warga lainnya memilih tidur di jalan lantaran kondisi jalan tidak targenang air.
"Tidak mengungsi, kalau malam tidur di jalan, karena jalannya lebih tinggi jadi aman. Tahun-tahun sebelumnya juga seperti ini, banjir sampai berhari-hari. Semoga bisa secepatnya teratasi tidak banjir seperti ini terus," terang Suparti.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto Muhammad Zaini mengatakan, ada 272 rumah warga di Desa Tempuran, Kecamatan Sooko yang terendam banjir. Rinciannya 31 rumah di Dusun Tempuran dan 241 rumah di Dusun Bekucuk.
"Berdasarkan data yang saya terima, ada 272 rumah warga yang terendam. Ini sudah yang kesekian kalinya, karena memang curah hujan yang cukup tinggi sejak awal Januari 2021 kemarin," kata Zaini.
Banjir yang merendam ratusan rumah warga ini, kata Zaini, disebabkan kondisi sungai avour Watudakon yang mengalami pendangkalan. Sehingga sungai yang membentang di dari wilayah Kabupaten Jombang hingga Mojokerto itu, tidak mampu menampung saat debit air tinggi.
"Penyebabnya adalah terjadinya pendangkalan sungai. Sehingga yang diperlukan untuk mengatasi ini yakni tanggul dan normalisasi sungai. Karena tidak ada tanggul sama sekali," kata Zaini.
Sungai avour Watudakon berada di bawah naungan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Sehingga persoalan normalisasi semestinya menjadi kewenangan BBWS Brantas. Meski, Zaini tak menampik jika upaya normalisasi itu sudah berjalan di beberapa titik.
"Sebagian sudah, tapi belum selesai. Akan dilanjut bulan 4 atau 5 tahun 2021. Harusnya memang ada pembangunan tanggul dari Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Jombang hingga Desa Tempuran. Panjangnya sekitar tiga kilometer dengan ketinggian sekitar dua meter," tandas Zaini.
(msd)