Semburan Lumpur Gunung Anyar, Warisan Geologi di Kota Surabaya
loading...
A
A
A
SURABAYA - Kota Surabaya memiliki banyak lokasi yang bisa dikembangkan sebagai Kawasan Warisan Geologi. Salah satunya yakni Semburan Lumpur Gununganyar.
Semburan lumpur Gununganyar ini terletak 100 meter di pinggir barat Jl. Soekarno. Tepatnya ditengah perkampungan Kelurahan Gununganyar Kota Surabaya pada koordinat 7,34 bujur barat dan 112,78 lintang utara. Lokasi Gunung ini juga sudah dikenal masyarakat khususnya masyarakat Gununganyar dan umumnya masyarakat Kota Surabaya.
(Baca juga: Pasuruan Gempar, Jenazah Wanita Telanjang Ditemukan di Tepian Sungai )
Bagi warga sekitar semburan Gununganyar, semburan yang sudah ada lama sebelum mereka bermukim, tergolong biasa saja. Namun warga luar pemukiman ada yang berlebihan hingga menyebarkan lewat media sosial bahwa ada gunung api di kota Surabaya hingga lumpur Lapindo.
Pakar geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Amien Widodo, menuturkan bahwa semburan Gununganyar tidak ada hubungan dengan semburan lumpur lapindo.
Berdasarkan data dari Indonesian Petroleum Association IPA (2006) yang membuat buku atlas peta minyak dan gas bumi di wilayah Indonesia sejak zaman Belanda menyebut, dalam peta tersebut bahwa lokasi Gunungnanyar berada di kawasan lapangan minyak Kutianyar milik Belanda yang mulai ditambang sejak 1888 dan ditinggalkan pada tahun 1937. Lapangan Kuti-Anyar (Kutisari – Gununganyar) meliputi kawasan Kutisari dan Gununganyar.
Sedangkan data kementerian ESDM menunjukkan, ada ratusan jumlah sumur bor minyak yang ada di lapangan KutiAnyar ini. Kedalaman bor pada zaman Belanda tidak sampai 300 meter. Laporan ini juga menyebutkan adanya semburan lumpur di Lidah dan semburan minyak di Semolowaru.
(Baca juga: PSBB, Kapasitas Pengunjung Resto dan Warkop di Surabaya Dibatasi Maksimal 25% )
"Ini berarti semburan lumpur Gununganyar sudah ada sejak tahun 1888, atau bahkan mungkin sebelumnya. Sebab semburan lumpur termasuk salah satu fenomena atau manivestasi adanya sumber daya minyak dan gas di kawasan tersebut," katanya.
Belanda melakukan eksploitasi minyak di kawasan ini atas dasar munculnya semburan lumpur di beberapa tempa di kawasan Gununganyar dan Kutisari. Seperti disebutkan sebelumnya, teknologi pengeboran waktu itu hanya kedalaman 300an meter, padahal semburan lumpur lapindo terjadi pada kedalaman 3000an meter.
"Oleh karenanya semburan Gununganyar tidak ada hubungan dengan semburan lumpur lapindo," tegas dia. (Baca juga: Gunung Anyar, Gunung dengan Semburan Lumpur di Tengah Perkampungan Surabaya )
Menurut Amin, Semburan Lumpur Gununganyar merupakan warisan Geologi karena memiliki nilai lebih. Disebut warisan karena menjadi rekaman yang pernah atau sedang terjadi di bumi karena nilai ilmiahnya tinggi, langka, unik, dan indah. Sehingga dapat digunakan untuk keperluan penelitian dan pendidikan kebumian.
"Situs Warisan Geologi (Geosite) adalah objek Warisan Geologi (Geoheritage) dalam kawasan Geopark dengan ciri khas tertentu. Baik individual maupun multiobjek dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah cerita evolusi pembentukan suatu daerah," paparnya.
Untuk menghindari peristiwa yang tidak diinginkan, maka disarankan pihak Kota Surabaya menetapkan kawsan semburan lumpur yang ada di Gununganyar dan di Lidah sebagai Kawasan Warisan Geologi (Geoheritage). Sebab memiliki aspek penting dalam pemahahaman evolusi geologi, baik dalam skala Lokal/Nasional/Global.
Kawasan semburan juga memperlihatkan proses geologi yang luar biasa atau unik atau cenderung ekstrim baik dalam sudut pandang proses, lingkungan, umur, maupun peristiwanya. Dan mempunyai hubung kait dengan proses eksplorasi dan eksploitasi minya zaman Belanda.
"Kita dari Departemen Teknik Geofisika ITS Surabaya siap membantu dan akan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan penelitian secara berkelanjutan dan diharapkan dapat dipakai sebagai penunjang persyaratan kawasan warisan geologi. Selanjutnya bisa diajukan sebagai salah satu geosite yang penting dari Geopark Jawa Timur," pungkasnya
Semburan lumpur Gununganyar ini terletak 100 meter di pinggir barat Jl. Soekarno. Tepatnya ditengah perkampungan Kelurahan Gununganyar Kota Surabaya pada koordinat 7,34 bujur barat dan 112,78 lintang utara. Lokasi Gunung ini juga sudah dikenal masyarakat khususnya masyarakat Gununganyar dan umumnya masyarakat Kota Surabaya.
(Baca juga: Pasuruan Gempar, Jenazah Wanita Telanjang Ditemukan di Tepian Sungai )
Bagi warga sekitar semburan Gununganyar, semburan yang sudah ada lama sebelum mereka bermukim, tergolong biasa saja. Namun warga luar pemukiman ada yang berlebihan hingga menyebarkan lewat media sosial bahwa ada gunung api di kota Surabaya hingga lumpur Lapindo.
Pakar geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Amien Widodo, menuturkan bahwa semburan Gununganyar tidak ada hubungan dengan semburan lumpur lapindo.
Berdasarkan data dari Indonesian Petroleum Association IPA (2006) yang membuat buku atlas peta minyak dan gas bumi di wilayah Indonesia sejak zaman Belanda menyebut, dalam peta tersebut bahwa lokasi Gunungnanyar berada di kawasan lapangan minyak Kutianyar milik Belanda yang mulai ditambang sejak 1888 dan ditinggalkan pada tahun 1937. Lapangan Kuti-Anyar (Kutisari – Gununganyar) meliputi kawasan Kutisari dan Gununganyar.
Sedangkan data kementerian ESDM menunjukkan, ada ratusan jumlah sumur bor minyak yang ada di lapangan KutiAnyar ini. Kedalaman bor pada zaman Belanda tidak sampai 300 meter. Laporan ini juga menyebutkan adanya semburan lumpur di Lidah dan semburan minyak di Semolowaru.
(Baca juga: PSBB, Kapasitas Pengunjung Resto dan Warkop di Surabaya Dibatasi Maksimal 25% )
"Ini berarti semburan lumpur Gununganyar sudah ada sejak tahun 1888, atau bahkan mungkin sebelumnya. Sebab semburan lumpur termasuk salah satu fenomena atau manivestasi adanya sumber daya minyak dan gas di kawasan tersebut," katanya.
Belanda melakukan eksploitasi minyak di kawasan ini atas dasar munculnya semburan lumpur di beberapa tempa di kawasan Gununganyar dan Kutisari. Seperti disebutkan sebelumnya, teknologi pengeboran waktu itu hanya kedalaman 300an meter, padahal semburan lumpur lapindo terjadi pada kedalaman 3000an meter.
"Oleh karenanya semburan Gununganyar tidak ada hubungan dengan semburan lumpur lapindo," tegas dia. (Baca juga: Gunung Anyar, Gunung dengan Semburan Lumpur di Tengah Perkampungan Surabaya )
Menurut Amin, Semburan Lumpur Gununganyar merupakan warisan Geologi karena memiliki nilai lebih. Disebut warisan karena menjadi rekaman yang pernah atau sedang terjadi di bumi karena nilai ilmiahnya tinggi, langka, unik, dan indah. Sehingga dapat digunakan untuk keperluan penelitian dan pendidikan kebumian.
"Situs Warisan Geologi (Geosite) adalah objek Warisan Geologi (Geoheritage) dalam kawasan Geopark dengan ciri khas tertentu. Baik individual maupun multiobjek dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah cerita evolusi pembentukan suatu daerah," paparnya.
Untuk menghindari peristiwa yang tidak diinginkan, maka disarankan pihak Kota Surabaya menetapkan kawsan semburan lumpur yang ada di Gununganyar dan di Lidah sebagai Kawasan Warisan Geologi (Geoheritage). Sebab memiliki aspek penting dalam pemahahaman evolusi geologi, baik dalam skala Lokal/Nasional/Global.
Kawasan semburan juga memperlihatkan proses geologi yang luar biasa atau unik atau cenderung ekstrim baik dalam sudut pandang proses, lingkungan, umur, maupun peristiwanya. Dan mempunyai hubung kait dengan proses eksplorasi dan eksploitasi minya zaman Belanda.
"Kita dari Departemen Teknik Geofisika ITS Surabaya siap membantu dan akan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan penelitian secara berkelanjutan dan diharapkan dapat dipakai sebagai penunjang persyaratan kawasan warisan geologi. Selanjutnya bisa diajukan sebagai salah satu geosite yang penting dari Geopark Jawa Timur," pungkasnya
(msd)