Prof Al Makin: Keberagaman Adalah Kunci Kemajuan Peradaban
loading...
A
A
A
Dari Majapahit inilah konsep Bhineka Tunggal Ika diadopsi dari Kitab Sutasoma, yang berarti berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Al Makin menyebutkan bahwa Indonesia sejak awal sejarah berdirinya sangat menghargai keragaman. Hal itu terlihat dari sikap akomodatif para founding fathers, mulai dari Soekarno, Hatta, dan yang lain
Keragaman Indonesia terlihat dari Bahasa Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam bahasa, yaitu bahasa daerah dan bahasa asing.
Harmoni akan keragaman di Nusantara juga ditunjukkan oleh proses sejarah masuknya Islam. Berbeda dengan di wilayah lain, di Nusantara tidak ada penaklukkan atau futuh.
Ada banyak teori bagaimana Islam itu datang, diantaranya melalui perdagangan yaitu dari Gujarat. Ada teori asimilasi, misalnya dengan China. Ada teori Islam di bawa melalui Tasawuf, yaitu melalui gerakan sufi, dan ada juga Islam itu datang dan diperkuat dengan politik, seperti di Aceh, Demak, dan Tidore. Menurut Al Makin semua teori itu menghargai keragaman.
"Artinya Islam itu dibawa ke Indonesia melalui adaptasi dengan merangkul bukan memukul," tegas Al Makin.
Ia menyebutkan contoh adaptasi tersebut melalui arsitektur Masjid di Kudus peninggalan Sunan Kudus yang mirip dengan tempat suci di Bali. Sunan Kudus, kata Al Makin, tidak merubah arsitektur masjid bernuansa Jawa, Hindu dan Budha.
Menurut Al Makin, Orang berperilaku ekstrim atau tidak mau menerima unsur lain karena tidak menyadari sejarah.
Ia menekankan bahwa menanamkan moderasi, yang pertama adalah mengenalkan keragaman lewat sejarah.
"Kalau kita menyadari sejarah, kita runut pelan-pelan seperti tadi, maka kita akan menjadi moderat, sikap kita akan di tengah-tengah. Oh ternyata Islam seribu tahun lalu tidak menolak eksistensi yang lain," kata Al Makin.
Al Makin menyebutkan bahwa Indonesia sejak awal sejarah berdirinya sangat menghargai keragaman. Hal itu terlihat dari sikap akomodatif para founding fathers, mulai dari Soekarno, Hatta, dan yang lain
Keragaman Indonesia terlihat dari Bahasa Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam bahasa, yaitu bahasa daerah dan bahasa asing.
Harmoni akan keragaman di Nusantara juga ditunjukkan oleh proses sejarah masuknya Islam. Berbeda dengan di wilayah lain, di Nusantara tidak ada penaklukkan atau futuh.
Ada banyak teori bagaimana Islam itu datang, diantaranya melalui perdagangan yaitu dari Gujarat. Ada teori asimilasi, misalnya dengan China. Ada teori Islam di bawa melalui Tasawuf, yaitu melalui gerakan sufi, dan ada juga Islam itu datang dan diperkuat dengan politik, seperti di Aceh, Demak, dan Tidore. Menurut Al Makin semua teori itu menghargai keragaman.
"Artinya Islam itu dibawa ke Indonesia melalui adaptasi dengan merangkul bukan memukul," tegas Al Makin.
Ia menyebutkan contoh adaptasi tersebut melalui arsitektur Masjid di Kudus peninggalan Sunan Kudus yang mirip dengan tempat suci di Bali. Sunan Kudus, kata Al Makin, tidak merubah arsitektur masjid bernuansa Jawa, Hindu dan Budha.
Menurut Al Makin, Orang berperilaku ekstrim atau tidak mau menerima unsur lain karena tidak menyadari sejarah.
Ia menekankan bahwa menanamkan moderasi, yang pertama adalah mengenalkan keragaman lewat sejarah.
"Kalau kita menyadari sejarah, kita runut pelan-pelan seperti tadi, maka kita akan menjadi moderat, sikap kita akan di tengah-tengah. Oh ternyata Islam seribu tahun lalu tidak menolak eksistensi yang lain," kata Al Makin.