Pengamat Imbau Penerapan Sekolah Tatap Muka Perlu Dikaji Ulang
loading...
A
A
A
SURABAYA - Hasil 36 siswa SMP yang diketahui positif COVID-19 menjadi peringatan keras bagi Pemkot Surabaya untuk berhati-hati lagi membuka pendidikan tatap muka.
Segala kemungkinan masih akan dipertimbangkan, salah satunya unsur kesehatan dan keselamatan peserta didik dan tenaga pengajar.
Pendidikan tatap muka pun kembali diuji. Mereka tak mau terjadi klaster baru di dunia pendidikan. Apalagi hasil tes swab 3.627 pelajar SMP di Surabaya ditemukan 36 di antaranya terpapar COVID-19.
Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara menuturkan, pihaknya langsung bergerak cepat ketika memperoleh hasil tes swab siswa SMP.
Satgas COVID-19 langsung bergerak melakukan tracing pada para siswa yang diketahui positif. “Kontak erat dari siswa yang positif ini ditelusuri, keluarganya juga akan diswab,” kata Febri, panggilan akrabnya, Rabu (2/12/2020).
Ia melanjutkan, tim tracing perlu mendalami kontak siswa tersebut dengan siapa saja selama 14 hari terakhir. Semua itu akan ditelusuri sekaligus didata untuk dilakukan tindakan selanjutnya.
Dengan kondisi ini, katanya, pihaknya meminta semua pihak dapat menyadari jika COVID-19 bukanlah aib yang harus ditutupi. "Kalau memang ada tanda-tanda, maka harus segera berkoordinasi dengan pihak terkait," tuturnya.
Untuk proses isolasi, pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan. Termasuk melihat kelayakan rumah pelajar yang terpapar itu dipakai untuk proses isolasi mandiri atau tidak.
“Kalau tidak memungkinkan maka akan dibawa ke Asrama Haji. Di Asrama Haji masih banyak tempat yang bisa dipakai,” ucapnya.
Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim dr. Endah Setyarini, S.pa menuturkan, sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI menyarankan agar sekolah ditutup dulu selama pandemi.
”Pembelajaran tatap muka belum direkomendasikan selama suatu daerah belum menjadi zona hijau, atau setidaknya zona kuning,” kata Endah.
Ia melanjutkan, selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah.
Pertama yaitu melakukan pemetaan kasus positif per kelurahan, pemetaan lokasi sekolah termasuk dari mana saja muridnya berasal.
(Baca juga: Beredar Spanduk Dukungan Palsu, Anak Risma Protes)
”Karena bisa saja sekolahnya zona hijau tapi muridnya ada yang dari zona merah dan terjadi penularan sesama siswa, lalu ke orang dewasa di sekitarnya,” ucapnya.
Selain itu perlu diperhatikan pula transportasi siswa ke sekolah. Siswa yang menggunakan kendaraan umum tentunya akan lebih berisiko. Selain itu juga perlu diperhatikan kontak siswa atau guru dengan orang lain.
(Baca juga: Ibunda Mahfud MD Sudah Sepuh, Banser Akan Jaga Rumah Siti Khotijah)
Sementara itu mengenai vaksin virus COVID-19 yang saat ini gencar diujicobakan, Endah mengatakan masih dibutuhkan waktu serta uji klinis tentang keefektifannya sebelum tersedia secara luas.
Segala kemungkinan masih akan dipertimbangkan, salah satunya unsur kesehatan dan keselamatan peserta didik dan tenaga pengajar.
Pendidikan tatap muka pun kembali diuji. Mereka tak mau terjadi klaster baru di dunia pendidikan. Apalagi hasil tes swab 3.627 pelajar SMP di Surabaya ditemukan 36 di antaranya terpapar COVID-19.
Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara menuturkan, pihaknya langsung bergerak cepat ketika memperoleh hasil tes swab siswa SMP.
Satgas COVID-19 langsung bergerak melakukan tracing pada para siswa yang diketahui positif. “Kontak erat dari siswa yang positif ini ditelusuri, keluarganya juga akan diswab,” kata Febri, panggilan akrabnya, Rabu (2/12/2020).
Ia melanjutkan, tim tracing perlu mendalami kontak siswa tersebut dengan siapa saja selama 14 hari terakhir. Semua itu akan ditelusuri sekaligus didata untuk dilakukan tindakan selanjutnya.
Dengan kondisi ini, katanya, pihaknya meminta semua pihak dapat menyadari jika COVID-19 bukanlah aib yang harus ditutupi. "Kalau memang ada tanda-tanda, maka harus segera berkoordinasi dengan pihak terkait," tuturnya.
Untuk proses isolasi, pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan. Termasuk melihat kelayakan rumah pelajar yang terpapar itu dipakai untuk proses isolasi mandiri atau tidak.
“Kalau tidak memungkinkan maka akan dibawa ke Asrama Haji. Di Asrama Haji masih banyak tempat yang bisa dipakai,” ucapnya.
Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim dr. Endah Setyarini, S.pa menuturkan, sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI menyarankan agar sekolah ditutup dulu selama pandemi.
”Pembelajaran tatap muka belum direkomendasikan selama suatu daerah belum menjadi zona hijau, atau setidaknya zona kuning,” kata Endah.
Ia melanjutkan, selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah.
Pertama yaitu melakukan pemetaan kasus positif per kelurahan, pemetaan lokasi sekolah termasuk dari mana saja muridnya berasal.
(Baca juga: Beredar Spanduk Dukungan Palsu, Anak Risma Protes)
”Karena bisa saja sekolahnya zona hijau tapi muridnya ada yang dari zona merah dan terjadi penularan sesama siswa, lalu ke orang dewasa di sekitarnya,” ucapnya.
Selain itu perlu diperhatikan pula transportasi siswa ke sekolah. Siswa yang menggunakan kendaraan umum tentunya akan lebih berisiko. Selain itu juga perlu diperhatikan kontak siswa atau guru dengan orang lain.
(Baca juga: Ibunda Mahfud MD Sudah Sepuh, Banser Akan Jaga Rumah Siti Khotijah)
Sementara itu mengenai vaksin virus COVID-19 yang saat ini gencar diujicobakan, Endah mengatakan masih dibutuhkan waktu serta uji klinis tentang keefektifannya sebelum tersedia secara luas.
(boy)