Terbukti Lakukan Praktik Aborsi, Bidan di Surabaya Divonis 2 Tahun 6 Bulan Penjara
loading...
A
A
A
SURABAYA - Siti Malikah akhirnya harus merasakan dinginnya penjara setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis dua tahun enam bulan penjara.
Vonis dijatuhkan lantaran perempuan yang berprofesi sebagai bidan itu dianggap bersalah melakukan aborsi.
Selain hukuman badan, warga Sambikerep, Surabaya tersebut juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp10 juta subsidair 2 bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa Siti Malikah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara sengaja melakukan tindak pidana aborsi anak didalam kandungan dengan cara yang tidak dibenarkan oleh perundang-undangan,” kata ketua majelis hakim Itong Isnaeni Hidayat, Selasa (17/11/2020).
Menurut majelis hakim, terdakwa dianggap melanggar UU Kesehatan Pasal 75 ayat (2). Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menilai, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah mencoreng profesi bidan.
“Yang meringankan, terdakwa masih memiliki anak kecil yang masih membutuhkan perhatian orang tuanya, serta tidak pernah dihukum,”imbuh Itong.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anggraini dari Kejari Surabaya agar terdakwa dihukum tiga tahun penjara.
Atas putusan ini, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya, Dimas Aulia, menyatakan pikir-pikir. Demikian juga JPU Anggraini juga menyatakan hal yang sama. “Pikir-pikir pak hakim,” ujar Dimas Aulia.
Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa Dimas Aulia menyampaikan bahwa, putusan majelis hakim di luar harapannya. Sebab, putusan terlalu tinggi untuk kliennya.
“Terdakwa ini memang merasa kasihan atau iba. Karena si pasangan ini menangis dan dipaksa oleh pacarnya untuk dilakukan aborsi. Padahal terdakwa sudah menolak dengan alasan usia kandungan sudah mencapai lima bulan," katanya.
Diketahui, perkara ini bermula saat April 2020 lalu, pasangan kekasih M (32) dan RA (17) meminta bantuan aborsi pada bidan Siti Malika (31).
M yang memiliki inisiatif menggugurkan janin sang kekasih. M mengenal bidan Siti Malika melalui whatsApp. (Baca juga: Gerbong Mutasi di Polda Jatim Bergulir, Siapa Saja?)
Setelah janji bertemu di sebuah minimarket, pasangan kekasih dan terdakwa menuju sebuah hotel. Lalu melakukan praktik aborsi. (Baca juga: Di Jawa Timur Masih Banyak PPPK Belum Serap Guru Honorer)
Namun sebelum melakukan aborsi, M terlebih dahulu melakukan tawar menawar untuk tarif aborsi. Akhirnya disepakati tarif Rp2 juta.
Dari pengakuan terdakwa, praktik aborsi ini sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu. Setiap bulannya selalu ada pasien yang meminta digugurkan.
Lokasi pengguguran selalu di hotel. Namun tidak di hotel yang sama antara satu pasien dengan pasien lain.
Lihat Juga: Kisah Pilu Ibu Bidan Sakit, Harus Ditandu Pakai Sarung 10 Jam Lewati Hutan dan Jalan Rusak
Vonis dijatuhkan lantaran perempuan yang berprofesi sebagai bidan itu dianggap bersalah melakukan aborsi.
Selain hukuman badan, warga Sambikerep, Surabaya tersebut juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp10 juta subsidair 2 bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa Siti Malikah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara sengaja melakukan tindak pidana aborsi anak didalam kandungan dengan cara yang tidak dibenarkan oleh perundang-undangan,” kata ketua majelis hakim Itong Isnaeni Hidayat, Selasa (17/11/2020).
Menurut majelis hakim, terdakwa dianggap melanggar UU Kesehatan Pasal 75 ayat (2). Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menilai, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah mencoreng profesi bidan.
“Yang meringankan, terdakwa masih memiliki anak kecil yang masih membutuhkan perhatian orang tuanya, serta tidak pernah dihukum,”imbuh Itong.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anggraini dari Kejari Surabaya agar terdakwa dihukum tiga tahun penjara.
Atas putusan ini, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya, Dimas Aulia, menyatakan pikir-pikir. Demikian juga JPU Anggraini juga menyatakan hal yang sama. “Pikir-pikir pak hakim,” ujar Dimas Aulia.
Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa Dimas Aulia menyampaikan bahwa, putusan majelis hakim di luar harapannya. Sebab, putusan terlalu tinggi untuk kliennya.
“Terdakwa ini memang merasa kasihan atau iba. Karena si pasangan ini menangis dan dipaksa oleh pacarnya untuk dilakukan aborsi. Padahal terdakwa sudah menolak dengan alasan usia kandungan sudah mencapai lima bulan," katanya.
Diketahui, perkara ini bermula saat April 2020 lalu, pasangan kekasih M (32) dan RA (17) meminta bantuan aborsi pada bidan Siti Malika (31).
M yang memiliki inisiatif menggugurkan janin sang kekasih. M mengenal bidan Siti Malika melalui whatsApp. (Baca juga: Gerbong Mutasi di Polda Jatim Bergulir, Siapa Saja?)
Setelah janji bertemu di sebuah minimarket, pasangan kekasih dan terdakwa menuju sebuah hotel. Lalu melakukan praktik aborsi. (Baca juga: Di Jawa Timur Masih Banyak PPPK Belum Serap Guru Honorer)
Namun sebelum melakukan aborsi, M terlebih dahulu melakukan tawar menawar untuk tarif aborsi. Akhirnya disepakati tarif Rp2 juta.
Dari pengakuan terdakwa, praktik aborsi ini sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu. Setiap bulannya selalu ada pasien yang meminta digugurkan.
Lokasi pengguguran selalu di hotel. Namun tidak di hotel yang sama antara satu pasien dengan pasien lain.
Lihat Juga: Kisah Pilu Ibu Bidan Sakit, Harus Ditandu Pakai Sarung 10 Jam Lewati Hutan dan Jalan Rusak
(boy)