Laskar Hizbullah dan Sejarah Perang di Kota Pahlawan

Senin, 09 November 2020 - 05:00 WIB
loading...
Laskar Hizbullah dan Sejarah Perang di Kota Pahlawan
Para pemuda, santri, kiai, dan pejuang gerilya mempertahankan Surabaya dengan darah, doa dan nurani yang tercabik karena penjajahan. (Ist)
A A A
SURABAYA - Benih persatuan tumpah di Kota Surabaya. Menjelang 10 November , semua seruan untuk mempertahankan Surabaya mengema dari berbagai pintu rumah. Para pemuda, santri, kiai, dan pejuang gerilya mempertahankan Surabaya dengan darah, doa dan nurani yang tercabik karena penjajahan.

Malam-malam, di bawah temaram rembulan dan taburan bintang, ribuan santri dari Jombang, Kediri, Blitar berjalan diantara pasang mata yang terlelap. Mereka menuju Surabaya, medan perang yang menjadi jihad dalam mempertahankan negeri ini.

Sarung melingkar di pundak dan beberapa sisa bambu runcing yang dibawa untuk senjata perang. Ribuan bambu lainnya sudah dikirim lewat kereta, dipasok dari Kediri setelah mendapan suwuk dari para kai.

Jalanan berbatu dilibas tanpa pamrih, darah sudah mendidih dan perjuangan tak akan usai ketika para penjajah tak mau pergi. Sebagian berjalan tanpa alas kaki, menerjang jalan setapak tercepat menuju Surabaya yang berada di Ujung Galuh.

Perjuangan ini bergaung sejak pertengahan September, ketika tentara Inggris terlihat mendarat di Jakarta. Mereka melakukan perjalanan ke Surabaya pada 25 September 1945.

Barisan tentara dalam skuad Allied Forces Netherlands East Indies (AFNIE) datang bersama dengan pasukan Netherlands-Indies Civil Administration (NICA). Kedatangannya membuat cekam, teror di mana-mana dan penjajahan seperti kembali berkecamuk.

Kedatangan mereka dalam sebuah balutan tugas untuk melucuti tentara Jepang. Memulangkan serdadu Nippon ke negaranya dan membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh tentara Jepang.

Agitasi NICA dan tentara sekutu juga telak, mereka ingin mengembalikan Indonesia kepada pemerintahan Belanda sebagai negara jajahan. Rencana itu membuat gusar, arek-arek Suroboyo naik pitam.

Sampai akhir September 1945, situasi di Surabaya terus mencekam. Arek-arek Suroboyo tak sendirian, ada bala bantuan dari kelompok santri, mereka bergerak dalam Barisan Hizbullah dan Sabilillah yang terus melakukan konsolidasi untuk mempersiapkan strategi memukul balik.

Ketika Resolusi Jihad dikeluarkan, termasuk penguatan atas fatwa yang pada 17 September 1945 telah disampaikan Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari. Para santri semakin banyak datang ke Surabaya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4238 seconds (0.1#10.140)