Regulasi Indikator Kinerja Dicabut, Insentif RT/RW Kini Diterima Penuh
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kabar gembira bagi para RT/RW se-Kota Makassar. Insentif sebesar Rp1 juta tiap bulan sudah bisa diterima secara penuh. Sembilan indikator kinerja yang selama ini menjadi acuan dalam pemberian insentif RT/RW , regulasinya resmi dicabut Pj Wali Kota Makassar , Rudy Djamaluddin.
Hal ini menyusul diterapkannya Perwali Makassar Nomor 57/2020 tentang penetapan insentif RT/RW yang telah ditandatangani Rudy Djamaluddin. Regulasi baru tersebut mengatur pemberian insentif dengan nilai tetap Rp1 juta setiap bulan, tanpa dibebani pencapaian indikator kinerja.
Rudy berpandangan, pemberian insentif bagi RT/RW tidak perlu harus diukur melalui indikator kinerja. Menurutnya pemerintah harus percaya, RT/RW yang ada saat ini bekerja ikhlas untuk bisa membuat wilayahnya berkembang.
"Tidak usah ditekan dengan indikator. Kita percaya mereka itu kerja ikhlas dan kita juga ikhlas memberi honor. Jangan setengah-setengah, makanya kita tetapkan langsung Rp1 juta per bulan," tegas Rudy dalam kunjungan kerjanya di kantor Kecamatan Rappocini, kemarin.
Dia menganggap, insentif senilai Rp1 juta tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tanggung jawab RT/RW sebagai pimpinan wilayah. Sebab, jika tak berkinerja baik justru akan mendapat sanksi sosial dari warga sekitar.
"Saya selalu berpikir RT/RW pasti kerja ikhlas dan maksimal karena mereka asli orang di daerah itu. Jika mereka macam-macam pasti dapat sanksi sosial dan itu kerjanya berat. Tidak ada apa-apanya honor Rp1 juta," ujarnya.
Meski regulasi yang mengatur tentang indikator kinerja RT/RW dicabut, namun Rudy mengaku pemberian insentif ini tetap memiliki kekuatan hukum.
Kepala Bagian Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Makassar, Yarman mengakui sembilan indikator kinerja RT/RW cukup banyak dikeluhkan. Sebab, dianggap sulit dipenuhi dengan pertimbangan karakteristik masing-masing wilayah berbeda.
"Jadi RT/RW ini punya tugas umum saja, tidak lagi mengacu ke sembilan indikator itu," tutur Yarman.
Diketahui, syarat tersebut selama ini diatur dalam Perwali 3/2016 tentang Indikator Penilaian Kinerja RT/RW Kota Makassar. Dalam regulasi itu ditetapkan sembilan indikator penilaian kinerja RT/RW yang harus dipenuhi.
Diantaranya, lorong garden, Makassar Tidak Rantasa (MTR), bank sampah, retribusi sampah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sombere’, smart card, buku administrasi RT/RW, dan control social activity.
Menurut Yarman, selama ini banyak RT/RW yang sudah bekerja maksimal, namun tidak bisa mendapat insentif penuh Rp1 juta. Alasannya, tidak bisa memenuhi satu dari sembilan indikator yang ditetapkan. Seperti, ada RT/RW yang tidak memiliki lorong garden, bank sampah ataupun indikator lainnya.
"Dulu kan kalau terpenuhi sembilan indikator mereka dapat Rp1 juta. Tapi kalau tidak mungkin cuma Rp500 ribu, tapi dengan dicabutnya indikator itu, maka semua RT/RW dapat Rp1 juta per bulan," ungkapnya.
Meski indikator kinerja tak lagi menjadi acuan, namun Yarman memastikan kinerja RT/RW tetap terkontrol. Bahkan, pihaknya akan memberikan sanksi bagi RT/RW yang berkinerja buruk.
"Mereka itukan dipilih oleh warga sekitar, kalau bekerja buruk pasti mereka dapat sanksi sosial dari masyarakat. Tapi kita juga tetap pantau," ujar Yarman.
Lurah Lae-Lae, Hamid menyambut baik kebijakan pimpinannya. Sebab selama ini belum ada satupun RT/RW di wilayahnya yang mendapatkan insentif secara full. Kendalanya, dari sembilan indikator hanya ada tujuh yang bisa mereka penuhi.
"Di Lae-Lae itu belum ada retribusi sampah dan smart city. Jadi hanya tujuh indikator yang bisa mereka penuhi," ucap Hamid.
Hal ini menyusul diterapkannya Perwali Makassar Nomor 57/2020 tentang penetapan insentif RT/RW yang telah ditandatangani Rudy Djamaluddin. Regulasi baru tersebut mengatur pemberian insentif dengan nilai tetap Rp1 juta setiap bulan, tanpa dibebani pencapaian indikator kinerja.
Rudy berpandangan, pemberian insentif bagi RT/RW tidak perlu harus diukur melalui indikator kinerja. Menurutnya pemerintah harus percaya, RT/RW yang ada saat ini bekerja ikhlas untuk bisa membuat wilayahnya berkembang.
"Tidak usah ditekan dengan indikator. Kita percaya mereka itu kerja ikhlas dan kita juga ikhlas memberi honor. Jangan setengah-setengah, makanya kita tetapkan langsung Rp1 juta per bulan," tegas Rudy dalam kunjungan kerjanya di kantor Kecamatan Rappocini, kemarin.
Dia menganggap, insentif senilai Rp1 juta tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tanggung jawab RT/RW sebagai pimpinan wilayah. Sebab, jika tak berkinerja baik justru akan mendapat sanksi sosial dari warga sekitar.
"Saya selalu berpikir RT/RW pasti kerja ikhlas dan maksimal karena mereka asli orang di daerah itu. Jika mereka macam-macam pasti dapat sanksi sosial dan itu kerjanya berat. Tidak ada apa-apanya honor Rp1 juta," ujarnya.
Meski regulasi yang mengatur tentang indikator kinerja RT/RW dicabut, namun Rudy mengaku pemberian insentif ini tetap memiliki kekuatan hukum.
Kepala Bagian Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Makassar, Yarman mengakui sembilan indikator kinerja RT/RW cukup banyak dikeluhkan. Sebab, dianggap sulit dipenuhi dengan pertimbangan karakteristik masing-masing wilayah berbeda.
"Jadi RT/RW ini punya tugas umum saja, tidak lagi mengacu ke sembilan indikator itu," tutur Yarman.
Diketahui, syarat tersebut selama ini diatur dalam Perwali 3/2016 tentang Indikator Penilaian Kinerja RT/RW Kota Makassar. Dalam regulasi itu ditetapkan sembilan indikator penilaian kinerja RT/RW yang harus dipenuhi.
Diantaranya, lorong garden, Makassar Tidak Rantasa (MTR), bank sampah, retribusi sampah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sombere’, smart card, buku administrasi RT/RW, dan control social activity.
Menurut Yarman, selama ini banyak RT/RW yang sudah bekerja maksimal, namun tidak bisa mendapat insentif penuh Rp1 juta. Alasannya, tidak bisa memenuhi satu dari sembilan indikator yang ditetapkan. Seperti, ada RT/RW yang tidak memiliki lorong garden, bank sampah ataupun indikator lainnya.
"Dulu kan kalau terpenuhi sembilan indikator mereka dapat Rp1 juta. Tapi kalau tidak mungkin cuma Rp500 ribu, tapi dengan dicabutnya indikator itu, maka semua RT/RW dapat Rp1 juta per bulan," ungkapnya.
Meski indikator kinerja tak lagi menjadi acuan, namun Yarman memastikan kinerja RT/RW tetap terkontrol. Bahkan, pihaknya akan memberikan sanksi bagi RT/RW yang berkinerja buruk.
"Mereka itukan dipilih oleh warga sekitar, kalau bekerja buruk pasti mereka dapat sanksi sosial dari masyarakat. Tapi kita juga tetap pantau," ujar Yarman.
Lurah Lae-Lae, Hamid menyambut baik kebijakan pimpinannya. Sebab selama ini belum ada satupun RT/RW di wilayahnya yang mendapatkan insentif secara full. Kendalanya, dari sembilan indikator hanya ada tujuh yang bisa mereka penuhi.
"Di Lae-Lae itu belum ada retribusi sampah dan smart city. Jadi hanya tujuh indikator yang bisa mereka penuhi," ucap Hamid.
(agn)