Mengingat Falsafah Kota, Pagi Ini Cimahi Gelar Kirab Budaya
loading...
A
A
A
BANDUNG - Cimahi menggelar acara Kirab Budaya Ngarak Cai, dan Ngalokat Cai Cimahi pada Sabtu-Minggu (24-25/10/2020). Acara ini sebagai bentuk syukur dan silaturahmi masyarakat Cimahi , atas air yang melimpah.
(Baca juga: Masjid Awal yang Pernah Dibakar Belanda Jadi Bukti Toleransi Umat Beragama di Simalungun )
Acara digelar oleh Bandoengmooi bersama Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC) mengangkat falsafah Cimahi , yang tidak lepas dari unsur air dalam sebuah kegiatan bertajuk Festival Air 2020 Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi .
"Kegiatan yang digelar dua ini merupakan kegiatan istimewa, karena dilaksanakan bertepatan dengan bulan Maulid, bulan Kelahiran dan wafatnya Nabi Muhammad SAW, sang Al-Mahi (penghapus/pembersih)," kata Ketua DKKC dan Ketuan Bandoengmooi, Hermana.
Dahulu, nenek moyang mengkeramatkan bulan Maulid dan melahirkan budaya ritual yang berhungan dengan air, yaitu Ngabungbang. Sebuah ritual yang berhungan dengan pembersihan diri, melakukan mandi malam di tujuh sumber mata air dan pencucian pekakas yang dianggap pusaka oleh masyarakat.
(Baca juga: Permudah Pembayaran PBB, Pemkot Bandung Gandeng Gopay )
"Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi yang digelar pada bulan Maulid ini, mengingatkan kembali pada ritual ngabumbang. Melalu air kita bersikan diri dari segala kotoran yang menempel di tubuh. Lewat doa yang kita ucapakan semoga menjadi pembersih kotoran yang menempel pada jiwa/pikiran kita. Semoga air yang diberi doa, kita minum menjadi energi dan penyembuh segala penyakit yang bersemayam dalam tubuh," harap Hermana.
Hermana menegaskan, air juga harus menjadi media komunikasi atau ajang silaturahmi antar masyarakat bersama pemerintah daerah dalam menyatukan pikiran dan rasa dalam menjaga lingkungan hidup dan budaya lokal. Multi efek dari kegiatan Kirab Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi diharapkan dapat merangsang kreatifitas, tingkatkan produktifitas, kembangkan ekonomi kreatif dan kunjungan wisata berbasis kebudayaan lokal di Kota Cimahi .
"Sedangkan harapan utama dari perhelatan budaya ini adalah lahirnya kesadaran seluruh elemen masyarakat betapa pentingnya memulayakan air, kerena air adalah sumber kehidupan. Maka menjadi penting pula menjaga kebersihan air dan lingkungannya dari berbagai pencemaran. Tanah terpelihara, air terpelihara dan budaya terpelihara, sehinggi benar-benar mewujudkan Cimahi Maju, Agamis dan Berbudaya," pungkas dia.
(Baca juga: Terdampak COVID-19, UMKM Pengolahan Ikan Dapat Bantuan )
Menurut dia, nama Kota Cimahi bukanlah sekedar nama, namun mengandung makna dan falsafah yang mendalam. Dipandang dari asal-usul kata, dalam bahasa Sunda, Cimahi terdiri dari dua suku kata yaitu Ci dan Mahi. Ci mengandung makna cai (air) dan mahi mengandung makna cukup. Cimahi mengandung arti berkecukupan air.
Menurut Hermana, dalam bahasa Sansakerta kata Ci mengandung arti kilauan cahaya dari permukaan air atau energi dan Mahi mengandung arti bumi. Dalam bahasa Sannsakerta Cimahi mengandung arti pancaran cehaya bumi atau bisa disebut juga energi bumi. Kata Ci juga ditemukan dalam bahasa Cina. Ci di sini juga mengandung arti energi.
Sedangkan kata Mahi dalam bahasa Arab merupakan salah satu sebutan bagi Nabi Muhammad SAW. Al-Mahi dalam Bahasa arab artinya penghapus atau pembersih. Jika kita maknai dua suku kata dari dua bahasa ini, Cimahi bermakna sebagai energi pengahapus atau energi pembersih.
(Baca juga: Libur Panjang Tiba, Yuk Kenali 9 Destinasi 'Hidden Gems' di Indonesia )
"Menulusuri asal usul kata Cimahi tentu bukan sekedar mengada-ngada. Tapi merupakan analisi empiris bahwa kubudayaan kita sangat dipengaruhi empat kebudayaan besar, yaitu kebudayaan India, Arab, Cina, dan Barat (Amerika dan Eropa), sehingga berpengaruh juga pada penggunaan kata, nama-nama orang dan tempat," kata Hermana.
(Baca juga: Masjid Awal yang Pernah Dibakar Belanda Jadi Bukti Toleransi Umat Beragama di Simalungun )
Acara digelar oleh Bandoengmooi bersama Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC) mengangkat falsafah Cimahi , yang tidak lepas dari unsur air dalam sebuah kegiatan bertajuk Festival Air 2020 Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi .
"Kegiatan yang digelar dua ini merupakan kegiatan istimewa, karena dilaksanakan bertepatan dengan bulan Maulid, bulan Kelahiran dan wafatnya Nabi Muhammad SAW, sang Al-Mahi (penghapus/pembersih)," kata Ketua DKKC dan Ketuan Bandoengmooi, Hermana.
Dahulu, nenek moyang mengkeramatkan bulan Maulid dan melahirkan budaya ritual yang berhungan dengan air, yaitu Ngabungbang. Sebuah ritual yang berhungan dengan pembersihan diri, melakukan mandi malam di tujuh sumber mata air dan pencucian pekakas yang dianggap pusaka oleh masyarakat.
(Baca juga: Permudah Pembayaran PBB, Pemkot Bandung Gandeng Gopay )
"Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi yang digelar pada bulan Maulid ini, mengingatkan kembali pada ritual ngabumbang. Melalu air kita bersikan diri dari segala kotoran yang menempel di tubuh. Lewat doa yang kita ucapakan semoga menjadi pembersih kotoran yang menempel pada jiwa/pikiran kita. Semoga air yang diberi doa, kita minum menjadi energi dan penyembuh segala penyakit yang bersemayam dalam tubuh," harap Hermana.
Hermana menegaskan, air juga harus menjadi media komunikasi atau ajang silaturahmi antar masyarakat bersama pemerintah daerah dalam menyatukan pikiran dan rasa dalam menjaga lingkungan hidup dan budaya lokal. Multi efek dari kegiatan Kirab Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi diharapkan dapat merangsang kreatifitas, tingkatkan produktifitas, kembangkan ekonomi kreatif dan kunjungan wisata berbasis kebudayaan lokal di Kota Cimahi .
"Sedangkan harapan utama dari perhelatan budaya ini adalah lahirnya kesadaran seluruh elemen masyarakat betapa pentingnya memulayakan air, kerena air adalah sumber kehidupan. Maka menjadi penting pula menjaga kebersihan air dan lingkungannya dari berbagai pencemaran. Tanah terpelihara, air terpelihara dan budaya terpelihara, sehinggi benar-benar mewujudkan Cimahi Maju, Agamis dan Berbudaya," pungkas dia.
(Baca juga: Terdampak COVID-19, UMKM Pengolahan Ikan Dapat Bantuan )
Menurut dia, nama Kota Cimahi bukanlah sekedar nama, namun mengandung makna dan falsafah yang mendalam. Dipandang dari asal-usul kata, dalam bahasa Sunda, Cimahi terdiri dari dua suku kata yaitu Ci dan Mahi. Ci mengandung makna cai (air) dan mahi mengandung makna cukup. Cimahi mengandung arti berkecukupan air.
Menurut Hermana, dalam bahasa Sansakerta kata Ci mengandung arti kilauan cahaya dari permukaan air atau energi dan Mahi mengandung arti bumi. Dalam bahasa Sannsakerta Cimahi mengandung arti pancaran cehaya bumi atau bisa disebut juga energi bumi. Kata Ci juga ditemukan dalam bahasa Cina. Ci di sini juga mengandung arti energi.
Sedangkan kata Mahi dalam bahasa Arab merupakan salah satu sebutan bagi Nabi Muhammad SAW. Al-Mahi dalam Bahasa arab artinya penghapus atau pembersih. Jika kita maknai dua suku kata dari dua bahasa ini, Cimahi bermakna sebagai energi pengahapus atau energi pembersih.
(Baca juga: Libur Panjang Tiba, Yuk Kenali 9 Destinasi 'Hidden Gems' di Indonesia )
"Menulusuri asal usul kata Cimahi tentu bukan sekedar mengada-ngada. Tapi merupakan analisi empiris bahwa kubudayaan kita sangat dipengaruhi empat kebudayaan besar, yaitu kebudayaan India, Arab, Cina, dan Barat (Amerika dan Eropa), sehingga berpengaruh juga pada penggunaan kata, nama-nama orang dan tempat," kata Hermana.
(eyt)