Sempat Nyaris Kritis, Keterisian Ruang Isolasi COVID-19 di Jabar Melandai
loading...
A
A
A
BANDUNG - Setelah sempat hampir menyentuh ambang batas aman standar WHO, tingkat keterisian ruang isolasi di rumah sakit (RS) rujukan COVID-19 di Provinsi Jawa Barat mulai melandai.
Berdasarkan data terakhir 10 Oktober 2020, tingkat keterisian ruang isolasi RS rujukan COVID-19 kini berada di angka 55,40 persen atau turun dibandingkan pekan sebelumnya, yakni 58,53 persen dan menjauh dari ambang batas aman WHO sebesar 60 persen.
Gubernur Jabar yang juga Ketua Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah Provinsi Jabar, Ridwan Kamil mengapresiasi menurunnya tingkat keterisian ruang isolasi RS rujukan COVID-19 itu.
"Jangan sampai menyentuh angka kritis," tegasnya seusai rapat koordinasi (rakor) bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jabar di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Senin (12/10/2020).
Melandainya tingkat keterisian ruang isolasi RS rujukan COVID-19 tersebut, lanjutnya juga berbanding lurus dengan tingkat kesembuhan pasien COVID-19 di Jabar yang kini berada di angka 62,55 persen atau lebih rendah 14 persen dari angka nasional.
"Sementara angka kematian COVID-19 di Jabar sebesar 1,96 persen. Untuk angka reproduksi efektif COVID-19 (Rt) di Jabar (per 9 Oktober) yaitu 1,19 persen," sebut Kang Emil, sapaan akrabnya.
Adapun jumlah tes usap (swab test) dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di Jabar hingga 12 Oktober 2020 pukul 15:30 WIB sebanyak 468.630 tes.
Kang Emil menegaskan, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan tes PCR untuk memenuhi standar WHO, yakni 1 persen dari total populasi Jabar yang mencapai sekitar 50 juta jiwa.
Kang Emil juga meminta, pengetesan PCR lebih ditingkatkan, khususnya di wilayah Kabupaten Bogor sebagai daerah dengan populasi penduduk terbesar di Jabar.
"Karena hingga saat ini pengetesan PCR (di Jabar) sudah mendekati standar WHO. (Per minggu) di 42.000 (tes PCR), minggu ini dan akan terus diupayakan untuk ditingkatkan," katanya.
Pekan lalu, kapasitas ruang isolasi di RS rujukan COVID-19 di Jabar sempat mengkhawatirkan menyusul semakin tingginya angka penyebaran COVID-19 di Jabar.
Saat itu, tingkat keterisian RS rujukan COVID-19 di Jabar sudah berada di angka 58 persen atau hanya terpaut 2 persen dari ambang batas aman 60 persen sesuai standar WHO. (Baca juga: Bupati Bandung Barat Klaim Tak Pernah Mengondisikan Nama Ketua PGRI Terpilih)
"Angka okupansi rumah sakit kurang baik, sudah mendekati 58 persen. 60 persen standar WHO batas cadangan yang aman," ungkap Ridwan Kamil dalam konferensi pers yang digelar secara virtual dari Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (5/10/2020). (Baca juga: BI Bagi-bagi Tips agar Masyarakat Terhindar dari Penipuan Uang Palsu)
Menyikapi semakin tingginya tingkat keterisian RS COVID-19, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu mengaku, sudah melakukan antisipasi dengan menambah kapasitas fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), seperti menambah 40 ruang intesive care unit (ICU) di Kota Depok.
Diketahui, WHO menyaratkan ambang batas aman tingkat keterisian RS COVID-19 maksimal 60 persen. Keberadaan ruang isolasi sangat dibutuhkan, agar tenaga medis tidak kewalahan menangani pasien COVID-19, termasuk menekan angka kematian akibat pasien tidak tertangani dengan baik.
Berdasarkan data terakhir 10 Oktober 2020, tingkat keterisian ruang isolasi RS rujukan COVID-19 kini berada di angka 55,40 persen atau turun dibandingkan pekan sebelumnya, yakni 58,53 persen dan menjauh dari ambang batas aman WHO sebesar 60 persen.
Gubernur Jabar yang juga Ketua Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah Provinsi Jabar, Ridwan Kamil mengapresiasi menurunnya tingkat keterisian ruang isolasi RS rujukan COVID-19 itu.
"Jangan sampai menyentuh angka kritis," tegasnya seusai rapat koordinasi (rakor) bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jabar di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Senin (12/10/2020).
Melandainya tingkat keterisian ruang isolasi RS rujukan COVID-19 tersebut, lanjutnya juga berbanding lurus dengan tingkat kesembuhan pasien COVID-19 di Jabar yang kini berada di angka 62,55 persen atau lebih rendah 14 persen dari angka nasional.
"Sementara angka kematian COVID-19 di Jabar sebesar 1,96 persen. Untuk angka reproduksi efektif COVID-19 (Rt) di Jabar (per 9 Oktober) yaitu 1,19 persen," sebut Kang Emil, sapaan akrabnya.
Adapun jumlah tes usap (swab test) dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di Jabar hingga 12 Oktober 2020 pukul 15:30 WIB sebanyak 468.630 tes.
Kang Emil menegaskan, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan tes PCR untuk memenuhi standar WHO, yakni 1 persen dari total populasi Jabar yang mencapai sekitar 50 juta jiwa.
Kang Emil juga meminta, pengetesan PCR lebih ditingkatkan, khususnya di wilayah Kabupaten Bogor sebagai daerah dengan populasi penduduk terbesar di Jabar.
"Karena hingga saat ini pengetesan PCR (di Jabar) sudah mendekati standar WHO. (Per minggu) di 42.000 (tes PCR), minggu ini dan akan terus diupayakan untuk ditingkatkan," katanya.
Pekan lalu, kapasitas ruang isolasi di RS rujukan COVID-19 di Jabar sempat mengkhawatirkan menyusul semakin tingginya angka penyebaran COVID-19 di Jabar.
Saat itu, tingkat keterisian RS rujukan COVID-19 di Jabar sudah berada di angka 58 persen atau hanya terpaut 2 persen dari ambang batas aman 60 persen sesuai standar WHO. (Baca juga: Bupati Bandung Barat Klaim Tak Pernah Mengondisikan Nama Ketua PGRI Terpilih)
"Angka okupansi rumah sakit kurang baik, sudah mendekati 58 persen. 60 persen standar WHO batas cadangan yang aman," ungkap Ridwan Kamil dalam konferensi pers yang digelar secara virtual dari Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (5/10/2020). (Baca juga: BI Bagi-bagi Tips agar Masyarakat Terhindar dari Penipuan Uang Palsu)
Menyikapi semakin tingginya tingkat keterisian RS COVID-19, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu mengaku, sudah melakukan antisipasi dengan menambah kapasitas fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), seperti menambah 40 ruang intesive care unit (ICU) di Kota Depok.
Diketahui, WHO menyaratkan ambang batas aman tingkat keterisian RS COVID-19 maksimal 60 persen. Keberadaan ruang isolasi sangat dibutuhkan, agar tenaga medis tidak kewalahan menangani pasien COVID-19, termasuk menekan angka kematian akibat pasien tidak tertangani dengan baik.
(boy)