Jaga Tradisi di Bulan Safar, Warga Gelar Festival Apem

Senin, 12 Oktober 2020 - 12:10 WIB
loading...
Jaga Tradisi di Bulan...
Apem ukuran besar dan kecil, yang dipamerkan dalam festival Apem. FOTO : SINDOnews/Inin Nastain
A A A
MAJALENGKA - Bagi sebagian kalangan, bulan-bulan dalam tahun Hijriyah memiliki ritual tersendiri. Bulan Muharrom, bulan pertama pada tahun Hijriyah identik dengan ritual membuat Syura. Hal serupa juga terjadi pada bulan kedua, Safar .

Pada bulan ini, sebagian masyarakat mengisinya dengan membuat Kue Apem. Sama seperti bubur Syura pada bulan Muharrom, Apem ini pun akan dibagi-bagikan kepada warga sekitar, minimalnya para tetangga yang rumahnya berdekatan.(Baca juga : COVID-19 Serang Sejumlah Karyawan Pabrik di Kabupaten Majalengka )

Untuk masyarakat pedesaan, seperti Desa Bantarwaru, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka , Jawa Barat, nama Apem memang cukup dikenal oleh banyak kalangan, tidak terkecuali kalangan milenial dan anak-anak. Namun, pengetahuan mereka terhadap Apem, seringkali hanya sampai bentuk dan rasanya saja. Selebihnya, seperti proses pembuatan Apem dan sejarahnya, tidak banyak yang mengetahuinya.

Terkait hal itu, sekelompok pemuda dari berbagai komunitas dan Karang Taruna Tunas Bangsa Desa Bantarwaru berinisiatif untuk lebih mendekatkan Apem dengan para milenial lewat sebuah festival. Bertempat di Blok Kemis, Desa Bantarwaru, Festival Apem dihelat selama dua hari, Sabtu (10/10/2020) sampai Minggu (11/10/2020).

Di hari pertama, Festival Apem diisi dengan proses pembelajaran untuk kalangan milenial terkait pembuatan Apem. Para milenial khususnya remaja putri, diajak melihat bagaimana membuat Apem, dari mulai membuat adonan, hingga akhirnya mengirimkan ke sejumlah warga.(Baca juga : Berpuasa Ketika Safar, Tetap Puasa Atau Berbuka? )

“Kalau untuk Apemnya, anak saya aja yang kelas 2 SD sudah tahu. Tapi untuk proses dan bahan-bahan yang digunakan, jangankan anak saya, saya sendiri aja belum tahu. Makanya, kami minta kepada orang tua untuk mengajarkannya. Kami melihat dari proses awal, terus bahannya apa aja. Ternyata ada nasi liwetnya juga untuk bahan campuran tepung itu,” kata ketua Karang Taruna Tunas Bngsa, Saefulloh.

Yayah, salah seorang ibu yag sudah terbiasa membuat Apem mengatakan, dibutuhkan beberapa bahan agar bisa menghasilkan Apem yang bagus. Selain dicampur dengan Nasi Liwet, ada juga tambahan Ragi dan Bibit Roti. Tiga jenias tambahan itu agar Apem yang dihasilkan bisa lebih mengembang.

“Nasi Liwet fungsinya biar pas dingin juga nggak kempis, tetep mengembang. Kalau di daearh lain, ada juga yang dicampur Tape, tapi kami mah di sini, nggak pakai itu (Tape),” jelas Yayah.

Untuk proses, memang ada kemiripan dengan membuat Sorabi. Namun, untuk Apem, setelah diadon, tidak bisa langsung ke proses memasak. “Setelah diadon, didiamkan dulu, sekitar 1 jam lah, kalau takarannya sedikit. Ini biar adoannannya mengembang. Saat mengadon pun, butuh waktu yang nggak singkat. Kalau yang nggak biasa mah, bisa pegel-pegel tangan, hahahaha,” jelas dia.

“Untuk gulanya, kami menggunakan tiga jenis. Ada Gula Merah, Gula Batu, dan Gula Pasir. Jadi rasa manisnya itu berasa banget, kalau kata orang sini mah istilahnya teleb. Sebab, manisnya Gula Merah sama Gula Batu itu beda. Adapun Kelapanya, kami haluskan dengan cara digiling, jadi benar-benar lembut,” papar Yayah, yang mengaku belajar membuat Apem dari ibunya itu.

Sementara, Festival Apem hari ke dua di Desa Bantarwaru diisi dengan ‘ritual’ penyerahan Apem dari orang tua kepada remaja. Tahapan tersebut sebagai simbol mewariskan tradisi yang bagus dari orang tua kepada generasi penerus. Acara penyerahan Apem dari orang tua kepada remaja sendiri, diiringi dengan lantunan Salawat dari grup Musik Hadroh Ikatan Remaja Masjid (Irmas) Nurul Huda, Desa Bantarwaru.

“Ritual pewarisan budaya, kearifan lokal. Pada diri Apem, kesatuan rasa di masyarakat menjadi satu kesatuan. Festival Apem ini mengembalikan permintaan maaf. Rakyat meminta maaf kepada pemerintah, pejabat, dan sebaliknya, pejabat meminta maaf kepada rakyat. Kalau ini diwariskan kepada generasi muda berikutnya, saya fikir kekecewaan-kekecewaan terhadap sistem bisa teratasi. Ketika makan Apem bersama itu lah, kita menikmati kebersamaan dalam bermasyarakat,” kata Budayawan Majalengka, Kijoen.

Kabid Pemasaran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Majalengka, Adi Setya Putra mengatakan, Festival Apem ini bisa menjadi pengingat terhadap salah satu jenis kuliner yang sudah dikenal hampir di semua kalangan.

“Ini yang dinamakan festival sesungguhnya sebetulnya, sebuah kebiasaan masyarakat yang menjadi budaya. Apem salah satu kuliner yang familiar dari kalangan bawah sampai atas, karena penganan Apem juga ada di hotel bintang,” kata dia.( )

Ke depan, jelas dia, tradisi tersbeut bisa diangkat lewat kreasi yang kreatif olahannya, juga kreatifitas lainnya yang memang sudah ada di desa tersebut. Kerajinan menyulam Keset dari limbah kain, adalah salah satu kreatifitas yang menurutnya bisa terus digali. “Kedepan kami akan buatkan peningkata kapasitas terkait acara ini, dari kreasi kuliner Apemnya dan juga kriya kerajinannya,” papar dia.

Sementara, dalam festival Apem 1 itu juga diisi dengan penampilan seni, baik tradisional maupun modern. Untuk seni tradisional di antaranya Tari Topeng Lovie, Tari Jaipong Mayang Cinde, Seni Beladiri, Seni Debus, Seni musik religi Hadroh. Selain itu, ada juga seni musik dari Sanggar Hujan Keruh dan pembacaan puisi dari komunitas Daun Aksara. Sebagai bentuk penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, di pintu masuk disediakan juga air dan sabun untuk cuci tangan.
(nun)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1566 seconds (0.1#10.140)