Difablepreneur Sriekandi Patra Berdayakan Penyandang Disabilitas di Boyolali
loading...
A
A
A
BOYOLALI - Difablepreneur Sanggar Inspirasi Karya Inovasi Difabel (Sriekandi) Patra di Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali berhasil melahirkan lima pembatik difabel . Mereka kini menghasilkan beragam produk layak untuk dipasarkan.
Difablepreneur Sriekandi Patra merupakan salah satu program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) atau corporate social responsibility (CSR) PT Pertamina Fuel Terminal Boyolali. (BACA JUGA: Di Tengah Pandemi Covid-19, Desa Wisata Relatif Mampu Bertahan )
Program ini dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat difabel melalui kegiatan entrepreneurship, seperti batik, menjahit, dan ketrampilan lain guna meningkatan ekonomi mereka. (BACA JUGA: Cemburu Istrinya Disetubuhi, Pria Kebumen Aniaya Tetangganya )
Butuh proses cukup panjang sebelum produk produk kerajinan mereka bisa dinikmati masyarakat umum. (BACA JUGA: Serda Pardi Rela Panjat Tiang Listrik Tanpa Pengaman demi Menerangi Desa )
“Saya membatik menggunakan kuas, tidak menggunakan canting seperti teman teman lain. Saya takut, gemetaran kalau menggunakan canting,” kata Darmawan Fadli Abdul Syukur (16), salah satu difabel pembatik di Workshop Sriekandi Patra.
Kuas kemudian dipilih sebagai alternatif alat untuk membatik. Karya batik yang dihasilkan dengan kuas itu kemudian disebut batik motif anyaman gedhek (bambu). Remaja yang akrab disapa Wawan ini mengaku belajar membatik berangkat dari nol atau tidak bisa sama sekali.
Kemudian di Workshop Srikandi Patra sekitar tahun 2018 lalu, dirinya diajari membatik berikut ilmu ilmunya selama tiga bulan. Setelah selesai, ia bersama rekan rekannya mulai mencoba untuk belajar sendiri.
Wawan, membatik menggunakan kuas. Foto/SINDOnews/Ary Wahyu Wibowo
Kini produk yang dihasilkan sudah dipasarkan melalui online shop seperti sarung bantal, sandal, baju batik, dompet. Sebelum menempati gedung Workshop Srikandi Patra di Desa Tawangsari, mereka belajar membatik di rumah Sri Maryatun yang merupakan salah satu relawan sosial. “Saat itu belum ada tempat untuk workshop,” ujar dia.
Para penyandang disabilitas ini pun semakin terfasilitasi ketika Pertamina membangunkan gedung workshop Sriekandi Patra yang diresmikan 18 Oktober Tahun 2019 lalu.
“Selain membatik, kami juga diajari ketrampilan pemasaran, promosi menjual produk agar dikenal luas. Juga diajari cara menyambut tamu atau konsumen saat datang. Saya diajari banyak di sini. Selain membatik, juga dapat ilmu ilmu yang lain,” tutur Wawan.
Remaja asal Dukuh Kongklangan, RT 04 RW 05, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali ini mengaku, awalnya tidak memiliki kemampuan dasar membatik sama sekali.
Basic membatik diperoleh ketika bergabung dengan workshop Sriekandi Patra. Kemampuan memproduksi batik semakin terasah. Mulai proses mencanting, mewarnai, menjahit, hingga membuat produk yang siap dipasarkan.
Dalam sebulan, dia bisa menyelesaikan satu karya batik kuas di atas kain ukuran 2,5 meter. Membatik menggunakan kuas rasanya lebih nyaman dan tenang. Saat pandemi COVID-19, dirinya mulai belajar menggambar sendiri motif batiknya. “Untuk percobaan pertama hasilnya lumayan, biasanya digambarkan,” ungkap Wawan.
Koordinator Workshop Sriekandi Patra Siti Fatimah mengatakan, terdapat lima penyandang disabilitas yang bergabung. “Kami tidak menutup kemungkinan teman teman disabilitas yang lain, khususnya dari Desa Tawangsari maupun dari luar untuk bergabung,” ungkap Siti Fatimah.
Mereka diberikan kesempatan untuk mengekspresikan karyanya. Tak hanya mencanting, mereka juga dibebaskan untuk menggambar sendiri. Namun, mengajak para penyandang disabilitas untuk bergabung di dalam program Difablepreneur Sriekandi Patra tidak mudah.
Para relawan sosial bersama tim Pertamina harus datang dari rumah ke rumah. Melalui pendekatan terus menerus, dari pihak keluarga penyandang disabilitas lama kelamaan terbuka hatinya.
Melalui Difablepreneur Sriekandi Patra, harapannya mereka tidak menggantungkan terus menerus kepada orang lain. Sebagaimana slogan di Sriekandi Patra yakni berdaya, mandiri, sejahtera.
Para penyandang disabilitas yang bergabung kini mulai bisa berdaya, sebagian mulai mandiri, kesejahteraannya meningkat. Pada awalnya, Pertamina menjembatani Sriekandi Patra dengan perusahaan yang memberdayakan disabilitas.
Membatik dipilih karena dari awal program yang diinisiasi sejak tahun 2017 dengan Yuni Lestari sebagai penerima manfaat, di bidangnya sudah membatik. Yuni tidak ngeyam pendidikan di sekolah. Ia baru bisa membaca tulis setelah ada handphone.
Sedangkan penyandang disabilitas lainnya sempat mengeyam pendidikan sekolah tetapi tidak tamat. Empat orang penyandang disabilitas berasal dari Desa Tawangsari, dan satu lainnya dari Desa Mojolegi yang juga masuk Kecamatan Teras, Boyolali. Dalam melakukan bimbingan, salah satu yang terpenting adalah menjaga mood mereka.
Dari hari ke hari, mereka terus mengalami kemajuan. Membuat gambar motif batik kini sudah bisa mereka kerjakan sendiri secara lancar. Sejak awal sebenarnya sudah mampu menghasilkan produk.
Namun baru sebatas kain kecil untuk kain sarung bantal sofa, dan selendang. Pertengahan tahun 2018 sudah masuk ke kain. Dalam pemasarannya, diakui masih terus dibantu dari Pertamina. Namun kini sudah merambah onlineshop.
Seperti produk masker batik, dompet kecil, dan kaos tie dye. Pesanan secara ofline juga terus berdatangan. Namun diakui, untuk membuat produk yang sifatnya pesanan membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya.
Ketika moodnya sudah turun, maka ibu ibu relawan sosial di Sriekandi Patra harus turun tangan. “Kalau ibu ibu sudah turun tangan, maka mood mereka balik lagi,” ujar Siti Fatimah.
Produk yang dihasilkan harganya bervariasi. Seperti dompet Rp25 ribu, sandal Rp40 ribu, sarung bantal sofa Rp100 ribu, selendang Rp300 ribu, dan kain batik ukuran 2,5 meter dibanderol Rp600 ribu untuk motif biasa, dan pesanan Rp750 ribu.
Community Development Officer, PT Pertamina Fuel Terminal Boyolali Noor Azharul Fuad mengatakan, workshop Sriekandi Patra sebelum pandemi COVID-19 berlangsung Senin-Jumat pukul 09-15.00 WIB. Saat Pandemi dipersingkat menjadi pukul 09.00-13.00 WIB.
Pertamina memfasilitasi segala kebutuhan Sriekandi Patra sebagai mitra binaan, mulai dari gedung, peralatan, pelatihan. “Untuk tanahnya milik tanah kas Desa Tawangsari,” ungkap Noor Azharul Fuad.
Difabel menjadi sasaran CSR setelah melalui social maping yang dilakukan. Salah satu rekomendasinya programnya ada potensi pemberdayaan disabilitas di Desa Tawangsari. Pada 2018 terdata sebanyak 29 orang penyandang disabilitas di desa tersebut.
Namun dari 29 orang, sejauh ini baru bisa diberdayakan 5 orang. Salah satu kendalanya adalah ada yang masuk bukan usia produktif. Selain itu, ada penyandang disabilitas tuna grahita yang masuk kategori berat.
Sempat ada tambahan dua penyandang disabilitas untuk masuk. Hanya saja, baru sekali atau dua kali datang, mereka sudah tidak berminat. “Untuk grahita memang agak lebih susah. Kalau yang sudah ada di sini adalah daksa dan rungu wicara,” tutur Noor.
Selain untuk penyandang disabilitas di Desa Tawangsari, pihaknya berupaya memperluas jangkauan ke desa lain di sekitarnya. Namun sejauh ini, belum ada yang datang untuk turut mengikuti program Difablepreneur Sriekandi Patra.
Pihaknya juga akan berupaya memberdayakan para pengurus Workshop Sriekandi Patra. Mereka akan dibekali pelatihan dari profesional di bidang marketing pemasaran.
Program Difablepreneur Sriekandi Patra sudah mulai memberikan dampak kesejahteraan bagi pesertanya. Mereka yang semula diam di rumah tanpa pekerjaan, kini sudah mampu membeli handphone sendiri hingga memberikan uang bulanan kepada orangtuanya. Ke depan mereka akan terus didorong masuk level mandiri. Dan harapannya mampu berwirausaha meski hal itu diakui masih sangat jauh.
Lihat Juga: Protes Pembatasan Kuota Serapan oleh Industri, Peternak Sapi di Boyolali Demo Mandi Susu
Difablepreneur Sriekandi Patra merupakan salah satu program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) atau corporate social responsibility (CSR) PT Pertamina Fuel Terminal Boyolali. (BACA JUGA: Di Tengah Pandemi Covid-19, Desa Wisata Relatif Mampu Bertahan )
Program ini dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat difabel melalui kegiatan entrepreneurship, seperti batik, menjahit, dan ketrampilan lain guna meningkatan ekonomi mereka. (BACA JUGA: Cemburu Istrinya Disetubuhi, Pria Kebumen Aniaya Tetangganya )
Butuh proses cukup panjang sebelum produk produk kerajinan mereka bisa dinikmati masyarakat umum. (BACA JUGA: Serda Pardi Rela Panjat Tiang Listrik Tanpa Pengaman demi Menerangi Desa )
“Saya membatik menggunakan kuas, tidak menggunakan canting seperti teman teman lain. Saya takut, gemetaran kalau menggunakan canting,” kata Darmawan Fadli Abdul Syukur (16), salah satu difabel pembatik di Workshop Sriekandi Patra.
Kuas kemudian dipilih sebagai alternatif alat untuk membatik. Karya batik yang dihasilkan dengan kuas itu kemudian disebut batik motif anyaman gedhek (bambu). Remaja yang akrab disapa Wawan ini mengaku belajar membatik berangkat dari nol atau tidak bisa sama sekali.
Kemudian di Workshop Srikandi Patra sekitar tahun 2018 lalu, dirinya diajari membatik berikut ilmu ilmunya selama tiga bulan. Setelah selesai, ia bersama rekan rekannya mulai mencoba untuk belajar sendiri.
Wawan, membatik menggunakan kuas. Foto/SINDOnews/Ary Wahyu Wibowo
Kini produk yang dihasilkan sudah dipasarkan melalui online shop seperti sarung bantal, sandal, baju batik, dompet. Sebelum menempati gedung Workshop Srikandi Patra di Desa Tawangsari, mereka belajar membatik di rumah Sri Maryatun yang merupakan salah satu relawan sosial. “Saat itu belum ada tempat untuk workshop,” ujar dia.
Para penyandang disabilitas ini pun semakin terfasilitasi ketika Pertamina membangunkan gedung workshop Sriekandi Patra yang diresmikan 18 Oktober Tahun 2019 lalu.
“Selain membatik, kami juga diajari ketrampilan pemasaran, promosi menjual produk agar dikenal luas. Juga diajari cara menyambut tamu atau konsumen saat datang. Saya diajari banyak di sini. Selain membatik, juga dapat ilmu ilmu yang lain,” tutur Wawan.
Remaja asal Dukuh Kongklangan, RT 04 RW 05, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali ini mengaku, awalnya tidak memiliki kemampuan dasar membatik sama sekali.
Basic membatik diperoleh ketika bergabung dengan workshop Sriekandi Patra. Kemampuan memproduksi batik semakin terasah. Mulai proses mencanting, mewarnai, menjahit, hingga membuat produk yang siap dipasarkan.
Dalam sebulan, dia bisa menyelesaikan satu karya batik kuas di atas kain ukuran 2,5 meter. Membatik menggunakan kuas rasanya lebih nyaman dan tenang. Saat pandemi COVID-19, dirinya mulai belajar menggambar sendiri motif batiknya. “Untuk percobaan pertama hasilnya lumayan, biasanya digambarkan,” ungkap Wawan.
Koordinator Workshop Sriekandi Patra Siti Fatimah mengatakan, terdapat lima penyandang disabilitas yang bergabung. “Kami tidak menutup kemungkinan teman teman disabilitas yang lain, khususnya dari Desa Tawangsari maupun dari luar untuk bergabung,” ungkap Siti Fatimah.
Mereka diberikan kesempatan untuk mengekspresikan karyanya. Tak hanya mencanting, mereka juga dibebaskan untuk menggambar sendiri. Namun, mengajak para penyandang disabilitas untuk bergabung di dalam program Difablepreneur Sriekandi Patra tidak mudah.
Para relawan sosial bersama tim Pertamina harus datang dari rumah ke rumah. Melalui pendekatan terus menerus, dari pihak keluarga penyandang disabilitas lama kelamaan terbuka hatinya.
Melalui Difablepreneur Sriekandi Patra, harapannya mereka tidak menggantungkan terus menerus kepada orang lain. Sebagaimana slogan di Sriekandi Patra yakni berdaya, mandiri, sejahtera.
Para penyandang disabilitas yang bergabung kini mulai bisa berdaya, sebagian mulai mandiri, kesejahteraannya meningkat. Pada awalnya, Pertamina menjembatani Sriekandi Patra dengan perusahaan yang memberdayakan disabilitas.
Membatik dipilih karena dari awal program yang diinisiasi sejak tahun 2017 dengan Yuni Lestari sebagai penerima manfaat, di bidangnya sudah membatik. Yuni tidak ngeyam pendidikan di sekolah. Ia baru bisa membaca tulis setelah ada handphone.
Sedangkan penyandang disabilitas lainnya sempat mengeyam pendidikan sekolah tetapi tidak tamat. Empat orang penyandang disabilitas berasal dari Desa Tawangsari, dan satu lainnya dari Desa Mojolegi yang juga masuk Kecamatan Teras, Boyolali. Dalam melakukan bimbingan, salah satu yang terpenting adalah menjaga mood mereka.
Dari hari ke hari, mereka terus mengalami kemajuan. Membuat gambar motif batik kini sudah bisa mereka kerjakan sendiri secara lancar. Sejak awal sebenarnya sudah mampu menghasilkan produk.
Namun baru sebatas kain kecil untuk kain sarung bantal sofa, dan selendang. Pertengahan tahun 2018 sudah masuk ke kain. Dalam pemasarannya, diakui masih terus dibantu dari Pertamina. Namun kini sudah merambah onlineshop.
Seperti produk masker batik, dompet kecil, dan kaos tie dye. Pesanan secara ofline juga terus berdatangan. Namun diakui, untuk membuat produk yang sifatnya pesanan membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya.
Ketika moodnya sudah turun, maka ibu ibu relawan sosial di Sriekandi Patra harus turun tangan. “Kalau ibu ibu sudah turun tangan, maka mood mereka balik lagi,” ujar Siti Fatimah.
Produk yang dihasilkan harganya bervariasi. Seperti dompet Rp25 ribu, sandal Rp40 ribu, sarung bantal sofa Rp100 ribu, selendang Rp300 ribu, dan kain batik ukuran 2,5 meter dibanderol Rp600 ribu untuk motif biasa, dan pesanan Rp750 ribu.
Community Development Officer, PT Pertamina Fuel Terminal Boyolali Noor Azharul Fuad mengatakan, workshop Sriekandi Patra sebelum pandemi COVID-19 berlangsung Senin-Jumat pukul 09-15.00 WIB. Saat Pandemi dipersingkat menjadi pukul 09.00-13.00 WIB.
Pertamina memfasilitasi segala kebutuhan Sriekandi Patra sebagai mitra binaan, mulai dari gedung, peralatan, pelatihan. “Untuk tanahnya milik tanah kas Desa Tawangsari,” ungkap Noor Azharul Fuad.
Difabel menjadi sasaran CSR setelah melalui social maping yang dilakukan. Salah satu rekomendasinya programnya ada potensi pemberdayaan disabilitas di Desa Tawangsari. Pada 2018 terdata sebanyak 29 orang penyandang disabilitas di desa tersebut.
Namun dari 29 orang, sejauh ini baru bisa diberdayakan 5 orang. Salah satu kendalanya adalah ada yang masuk bukan usia produktif. Selain itu, ada penyandang disabilitas tuna grahita yang masuk kategori berat.
Sempat ada tambahan dua penyandang disabilitas untuk masuk. Hanya saja, baru sekali atau dua kali datang, mereka sudah tidak berminat. “Untuk grahita memang agak lebih susah. Kalau yang sudah ada di sini adalah daksa dan rungu wicara,” tutur Noor.
Selain untuk penyandang disabilitas di Desa Tawangsari, pihaknya berupaya memperluas jangkauan ke desa lain di sekitarnya. Namun sejauh ini, belum ada yang datang untuk turut mengikuti program Difablepreneur Sriekandi Patra.
Pihaknya juga akan berupaya memberdayakan para pengurus Workshop Sriekandi Patra. Mereka akan dibekali pelatihan dari profesional di bidang marketing pemasaran.
Program Difablepreneur Sriekandi Patra sudah mulai memberikan dampak kesejahteraan bagi pesertanya. Mereka yang semula diam di rumah tanpa pekerjaan, kini sudah mampu membeli handphone sendiri hingga memberikan uang bulanan kepada orangtuanya. Ke depan mereka akan terus didorong masuk level mandiri. Dan harapannya mampu berwirausaha meski hal itu diakui masih sangat jauh.
Lihat Juga: Protes Pembatasan Kuota Serapan oleh Industri, Peternak Sapi di Boyolali Demo Mandi Susu
(awd)