Dewan Pastikan Program Padat Karya di Makassar Bisa Tetap Jalan
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Setelah adanya penolakan Rancangan Anggaran Pembiayaan dan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan, program peningkatan ekonomi diharapkan dapat tetap berjalan.
Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Makassar akan memastikan proyek padat karya yang menjadi instruksi nasional bisa terus digalakkan di sisa penganggaran 2020.
Diketahui fokus pemulihan ekonomi pada parsial lima banyak menuai pro kontra, setelah adanya penolakan anggaran perubahan oleh DPRD Kota Makassar . Padahal salah satu upaya peningkatan yang menjadi fokus nasional yaitu penggalakan program padat karya , dimana semestinya ditekankan pada RAPBD-P 2020.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Makassar Fasruddin Rusli mengatakan, meski tanpa penekanan di RAPBD-P, Komisi C memastikan pemulihan ekonomi yang mengacu pada pokok akan tetap dikawal dengan memastikan program padat karya bisa terus digenjot.
"Kami tetap akan mengontrol untuk melihat kinerja. Semua kegiatan di pokok akan tetap terlaksana terutama padat karya," ujarnya.
Menurut Acil sapaan akrab Fasruddin Rusli, setidaknya jika mengacu pada anggaran pokok sudah ada kurang lebih Rp300 juta anggaran yang siap diperuntukkan untuk program padat karya. Sisa bagaimana kelurahan memprioritaskan peruntukan tersebut.
"Rp416 juta itu (anggaran perkelurahan) itu semua kegiatan, dan 153 kelurahan yang akan memakai dan akan mempergunakan dana kelurahan itu 70 banding 30, 70% fisik, 30% non fisik, jadi total dana yang siap ada sekitar Rp300 juta," kata legislator PPP tersebut.
Potensi tersebut dianggap sangat besar namun, ada persoalan lain yang menjadi kendala, realisasi anggaran tersebut sangat minim lantaran pihak kelurahan masih bimbang dalam menggunakan anggarannya.
Dari laporan terakhir realisasi bahkan baru mencapai Rp3 milliar dari total Rp60 milliar anggaran padahal masa anggaran 2020 tersisa dua bulan. Upaya ini sangat lamban sehingga pengaplikasian program utamanya padat karya belum optimal.
Selain itu masih ada persoalan administrasi yang belum optimal di sejumlah kelurahan sehingga anggaran juga sulit terserap.
"Tidak banyak kelurahan mempunyai pegawai tetap, itu harusnya ASN, itukan mininal empat, dan itu banyak kelurahan yang tidak cukup personel ASN-nya, Sebagai contoh Lae-lae, hanya satu dari sekian ribu warga, itu nda ada PNS, ASN-nya jadi nda bisa diberdayakan di kelurahan ASN hanya satu yaitu pak lurah, perangkat lain seperti kepala seksi itu tidak ada justru dijalankan oleh tenaga kontrak Itukan ada strukturnya, struktur penggunaan anggaran kelurahan, itu harus lengkap siapa yang bertanggungjawab administrasi," ucapnya.
Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Makassar akan memastikan proyek padat karya yang menjadi instruksi nasional bisa terus digalakkan di sisa penganggaran 2020.
Diketahui fokus pemulihan ekonomi pada parsial lima banyak menuai pro kontra, setelah adanya penolakan anggaran perubahan oleh DPRD Kota Makassar . Padahal salah satu upaya peningkatan yang menjadi fokus nasional yaitu penggalakan program padat karya , dimana semestinya ditekankan pada RAPBD-P 2020.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Makassar Fasruddin Rusli mengatakan, meski tanpa penekanan di RAPBD-P, Komisi C memastikan pemulihan ekonomi yang mengacu pada pokok akan tetap dikawal dengan memastikan program padat karya bisa terus digenjot.
"Kami tetap akan mengontrol untuk melihat kinerja. Semua kegiatan di pokok akan tetap terlaksana terutama padat karya," ujarnya.
Menurut Acil sapaan akrab Fasruddin Rusli, setidaknya jika mengacu pada anggaran pokok sudah ada kurang lebih Rp300 juta anggaran yang siap diperuntukkan untuk program padat karya. Sisa bagaimana kelurahan memprioritaskan peruntukan tersebut.
"Rp416 juta itu (anggaran perkelurahan) itu semua kegiatan, dan 153 kelurahan yang akan memakai dan akan mempergunakan dana kelurahan itu 70 banding 30, 70% fisik, 30% non fisik, jadi total dana yang siap ada sekitar Rp300 juta," kata legislator PPP tersebut.
Potensi tersebut dianggap sangat besar namun, ada persoalan lain yang menjadi kendala, realisasi anggaran tersebut sangat minim lantaran pihak kelurahan masih bimbang dalam menggunakan anggarannya.
Dari laporan terakhir realisasi bahkan baru mencapai Rp3 milliar dari total Rp60 milliar anggaran padahal masa anggaran 2020 tersisa dua bulan. Upaya ini sangat lamban sehingga pengaplikasian program utamanya padat karya belum optimal.
Selain itu masih ada persoalan administrasi yang belum optimal di sejumlah kelurahan sehingga anggaran juga sulit terserap.
"Tidak banyak kelurahan mempunyai pegawai tetap, itu harusnya ASN, itukan mininal empat, dan itu banyak kelurahan yang tidak cukup personel ASN-nya, Sebagai contoh Lae-lae, hanya satu dari sekian ribu warga, itu nda ada PNS, ASN-nya jadi nda bisa diberdayakan di kelurahan ASN hanya satu yaitu pak lurah, perangkat lain seperti kepala seksi itu tidak ada justru dijalankan oleh tenaga kontrak Itukan ada strukturnya, struktur penggunaan anggaran kelurahan, itu harus lengkap siapa yang bertanggungjawab administrasi," ucapnya.
(agn)