72 Calon Kepala Daerah Petahana Langgar Protokol COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan ada 72 calon kepala daerah petahana yang melanggar protokol kesehatan COVID-19 saat pendaftaran bakal pasangan calon untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 di KPU.
"Yang melanggar 243 yang ditegur keras oleh Mendagri langsung, 72 mereka yang petahana bahkan kita ancam sanksi untuk ditunda pelantikannya, ditegur, bahkan diberhentikan kita memakai rujukan undang-undang pemerintahan daerah nomor 23 tahun 2014," ujar Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk Pilkada di Tengah Pandemi, Sabtu (26/9/2020).
Kastorius mengungkapkan hingga tanggal 18 September 2020, jumlah bapaslon sebanyak 740 bapaslon di 270 wilayah. Menurutnya 500 yang dianggap tertib bisa dijadikan contoh bagi 243 bapaslon yang telah melanggar protokol kesehatan COVID-19 .
"Ada distorsi yang sebenarnya kalau dihitung dari statistik, 500 bapaslon tertib 243 tidak tertib kenapa? ada dua kemungkinan satu adalah bahwa mereka tidak tahu tentang aturan itu lalu masih melihat pendaftaran paslon itu bisa diikuti oleh arak-arakan atau konvoi," jelasnya.
Kastorius pun menegaskan bahwa Mendagri Tito Karnavian bersama jajarannya langsung mengevaluasi kejadian tersebut. Karena menurutnya Tito sangat concern dengan jalannya pilkada 2020.
"Lalu dalam kita evaluasi dengan Mendagri dan jajaran karena beliau begitu konsern, pak Tito ingin katakan bahwa pilkada adalah program nasional yabg harus sukses, aman, lancar dan demokratis. Agar daerah memiliki kepemimpinan yang definitif dimasa sulit sekarang karena kita menghadapi COVID-19 dan dampak sosial ekonominya," ungkapnya.
Kastorius juga mengungkapkan alasan tetap digelarnya pilkada 2020 karena ada 210 kepala daerah yang terdiri dari Gubernur, Bupati, Walikota masa tugasnya telah habis. Jadi menurutnya harus ada refreshing of leadership.
Alasan lainnya bahwa Pilkada ini harus dijadikan momentum yang pas untuk gerakan bersama melawan COVID-19 seperti yang dialami oleh hampir 54 negara di dunia yang menyelenggarakan pemilu di masa COVID-19, dan mereka berhasil ada yang berhasil ada kurang berhasil.
"Oleh karenanya dari studi internasional itu dan juga satu tekad dan juga regulasi yang kita buat maka itulah," kata dia.
"Yang melanggar 243 yang ditegur keras oleh Mendagri langsung, 72 mereka yang petahana bahkan kita ancam sanksi untuk ditunda pelantikannya, ditegur, bahkan diberhentikan kita memakai rujukan undang-undang pemerintahan daerah nomor 23 tahun 2014," ujar Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk Pilkada di Tengah Pandemi, Sabtu (26/9/2020).
Kastorius mengungkapkan hingga tanggal 18 September 2020, jumlah bapaslon sebanyak 740 bapaslon di 270 wilayah. Menurutnya 500 yang dianggap tertib bisa dijadikan contoh bagi 243 bapaslon yang telah melanggar protokol kesehatan COVID-19 .
"Ada distorsi yang sebenarnya kalau dihitung dari statistik, 500 bapaslon tertib 243 tidak tertib kenapa? ada dua kemungkinan satu adalah bahwa mereka tidak tahu tentang aturan itu lalu masih melihat pendaftaran paslon itu bisa diikuti oleh arak-arakan atau konvoi," jelasnya.
Kastorius pun menegaskan bahwa Mendagri Tito Karnavian bersama jajarannya langsung mengevaluasi kejadian tersebut. Karena menurutnya Tito sangat concern dengan jalannya pilkada 2020.
"Lalu dalam kita evaluasi dengan Mendagri dan jajaran karena beliau begitu konsern, pak Tito ingin katakan bahwa pilkada adalah program nasional yabg harus sukses, aman, lancar dan demokratis. Agar daerah memiliki kepemimpinan yang definitif dimasa sulit sekarang karena kita menghadapi COVID-19 dan dampak sosial ekonominya," ungkapnya.
Kastorius juga mengungkapkan alasan tetap digelarnya pilkada 2020 karena ada 210 kepala daerah yang terdiri dari Gubernur, Bupati, Walikota masa tugasnya telah habis. Jadi menurutnya harus ada refreshing of leadership.
Alasan lainnya bahwa Pilkada ini harus dijadikan momentum yang pas untuk gerakan bersama melawan COVID-19 seperti yang dialami oleh hampir 54 negara di dunia yang menyelenggarakan pemilu di masa COVID-19, dan mereka berhasil ada yang berhasil ada kurang berhasil.
"Oleh karenanya dari studi internasional itu dan juga satu tekad dan juga regulasi yang kita buat maka itulah," kata dia.
(luq)