Hutan Lindung Remu Papua Barat Digarong Penambang Ilegal
loading...
A
A
A
SORONG - Operasi gabungan di wilayah Kota Sorong, Papua Barat, berhasil membongkar kegiatan penambangan ilegal galian C yang dilakukan di wilayah Hutan Lindung Remu. Sejumlah alat berat, dan alat transportasi untuk kegiatan penambangan ilegal , berhasil disita.
(Baca juga: Bersenjata Lengkap Polisi Bubarkan Pesta Nikah di Maumere )
Terbongkarnya penambangan ilegal tersebut, berhasil dibongkar petugas gabungan dari Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Maluku Papua, bersama Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Papua Barat, Denpom XVII/1 Sorong, Batalion B Pelopor Satuan Brimob Polda Papua Barat, dan KPHL Unit II Sorong.
Selain menyita sejumlah alat berat dan alat transportasi untuk kegiatan penambangan ilegal , petugas gabungan juga memeriksa sebanyak 57 orang operator penambangan ilegal . Mereka didapati petugas gabungan sedang melakukan penambangan di hutan lindung tersebut.
"Saat ini kami sedang memeriksa dan meminta keterangan dari 57 operator yang diamankan. Jika cukup bukti ada tindak pidana, penyidik akan melanjutkan ke tingkat penyidikan," tegas Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Maluku-Papua, Leonardo Gultom.
(Baca juga: Bersenjata Lengkap Polisi Bubarkan Pesta Nikah di Maumere )
Dia menambahkan, operasi gabungan itu merespons pengaduan masyarakat atas masifnya penambangan ilegal galian C di kawasan Hutan Lindung Remu, Kota Sorong, yang mengakibatkan hilangnya wilayah serapan air dan meningkatkan resiko bencana. Dampak dari penambangan ilegal mengakibatkan banjir dan tanah longsor.
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Runaweri F. menyatakan, mendukung kegiatan operasi di kawasan Hutan Lindung Remu Kota Sorong, karena kegiatan penambangan ilegal tersebut sudah terjadi bertahun-tahun sehingga merusak tutupan hutan dan merugikan kelestarian alam.
Lokasi penambangan ilegal tersebut berada dalam kawasan hutan lindung berdasarkan pada surat keputusan (SK) No. 783/Menhut-II/2004 tanggal 22 September 2014, sehingga berdasarkan pada SK tersebut, kegiatan penambangan jelas-jelas melanggar ketentuan undang-undang.
(Baca juga: 5 Hari Bawa Kabur Anak Gadis untuk Dijadikan Budak Seks )
Dukungan juga disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Abdul Latief Suaeri yang menyatakan jika dampak dari penambangan ilegal tersebut telah merusak kondisi lingkungan di Kota Sorong, banjir dan tanah longsor adalah bukti telah adanya kerusakan ekologis di Kota Sorong.
"Penegakan hukum lingkungan mutlak dilakukan untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat, dan sekaligus menjadi aat pemerintah untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup," tegas Abdul Latief.
Sementara itu Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, bahwa kejahatan penambangan ilegal dan perusakan kawasan hutan harus ditindak tegas dan pelakunya dihukum seberat-beratnya.
Dampak dari kejahatan penambangan ilegal merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat, serta sangat merugikan negara. Aksi sekelompok orang yang melakukan kejahatan untuk memperkaya diri mereka, dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat serta merugikan negara, menurutnya harus dihentikan.
"Saya ingatkan, bahwa kami tidak akan berhenti menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan penambangan ilegal di kawasan hutan. Kami akan terus memburu pelaku yang menjadi otak penambangan ilegal galian C di kawasan hutan ini," tegasnya.
(Baca juga: Janda Cantik Tewas Digorok, Ternyata Karena Cemburu dan WIL )
Para pelaku akan ditindak dengan pidana berlapis baik menggunakan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) maupun UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Dengan ancaman pidana 20 tahun penjara dan denda paling Rp50 miliar.
Penyidik juga akan menggunakan pasal 98 dan atau pasal 109 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.
"Operasi penegakan hukum ini menjadi peringatan bagi pelaku kejahatan atas sumber daya alam. Kami tidak akan membiarkan kejahatan ataupun kegiatan ilegal bentuk apa pun di dalam kawasan hutan karena akan merusak lingkungan, mengancam keselamatan masyarakat dan merugikan negara," tegas Rasio Sani.
(Baca juga: Bersenjata Lengkap Polisi Bubarkan Pesta Nikah di Maumere )
Terbongkarnya penambangan ilegal tersebut, berhasil dibongkar petugas gabungan dari Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Maluku Papua, bersama Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Papua Barat, Denpom XVII/1 Sorong, Batalion B Pelopor Satuan Brimob Polda Papua Barat, dan KPHL Unit II Sorong.
Selain menyita sejumlah alat berat dan alat transportasi untuk kegiatan penambangan ilegal , petugas gabungan juga memeriksa sebanyak 57 orang operator penambangan ilegal . Mereka didapati petugas gabungan sedang melakukan penambangan di hutan lindung tersebut.
"Saat ini kami sedang memeriksa dan meminta keterangan dari 57 operator yang diamankan. Jika cukup bukti ada tindak pidana, penyidik akan melanjutkan ke tingkat penyidikan," tegas Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Maluku-Papua, Leonardo Gultom.
(Baca juga: Bersenjata Lengkap Polisi Bubarkan Pesta Nikah di Maumere )
Dia menambahkan, operasi gabungan itu merespons pengaduan masyarakat atas masifnya penambangan ilegal galian C di kawasan Hutan Lindung Remu, Kota Sorong, yang mengakibatkan hilangnya wilayah serapan air dan meningkatkan resiko bencana. Dampak dari penambangan ilegal mengakibatkan banjir dan tanah longsor.
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Runaweri F. menyatakan, mendukung kegiatan operasi di kawasan Hutan Lindung Remu Kota Sorong, karena kegiatan penambangan ilegal tersebut sudah terjadi bertahun-tahun sehingga merusak tutupan hutan dan merugikan kelestarian alam.
Lokasi penambangan ilegal tersebut berada dalam kawasan hutan lindung berdasarkan pada surat keputusan (SK) No. 783/Menhut-II/2004 tanggal 22 September 2014, sehingga berdasarkan pada SK tersebut, kegiatan penambangan jelas-jelas melanggar ketentuan undang-undang.
(Baca juga: 5 Hari Bawa Kabur Anak Gadis untuk Dijadikan Budak Seks )
Dukungan juga disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Abdul Latief Suaeri yang menyatakan jika dampak dari penambangan ilegal tersebut telah merusak kondisi lingkungan di Kota Sorong, banjir dan tanah longsor adalah bukti telah adanya kerusakan ekologis di Kota Sorong.
"Penegakan hukum lingkungan mutlak dilakukan untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat, dan sekaligus menjadi aat pemerintah untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup," tegas Abdul Latief.
Sementara itu Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, bahwa kejahatan penambangan ilegal dan perusakan kawasan hutan harus ditindak tegas dan pelakunya dihukum seberat-beratnya.
Dampak dari kejahatan penambangan ilegal merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat, serta sangat merugikan negara. Aksi sekelompok orang yang melakukan kejahatan untuk memperkaya diri mereka, dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat serta merugikan negara, menurutnya harus dihentikan.
"Saya ingatkan, bahwa kami tidak akan berhenti menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan penambangan ilegal di kawasan hutan. Kami akan terus memburu pelaku yang menjadi otak penambangan ilegal galian C di kawasan hutan ini," tegasnya.
(Baca juga: Janda Cantik Tewas Digorok, Ternyata Karena Cemburu dan WIL )
Para pelaku akan ditindak dengan pidana berlapis baik menggunakan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) maupun UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Dengan ancaman pidana 20 tahun penjara dan denda paling Rp50 miliar.
Penyidik juga akan menggunakan pasal 98 dan atau pasal 109 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.
"Operasi penegakan hukum ini menjadi peringatan bagi pelaku kejahatan atas sumber daya alam. Kami tidak akan membiarkan kejahatan ataupun kegiatan ilegal bentuk apa pun di dalam kawasan hutan karena akan merusak lingkungan, mengancam keselamatan masyarakat dan merugikan negara," tegas Rasio Sani.
(eyt)