Polisi Diminta Penuhi Jaminan Kesehatan Korban Penembakan Barukang
loading...
A
A
A
"Baru dua hari ini direndam (di laut) sore-sore, supaya kurang rasa nyerinya. Dulu kayak ditusuk jarum, sakit sekali. Berteriak-teriak di kamar biasa. Adaji obat dari dokter, pereda nyeri. Tapi masih kaku kalau jalan, tulangnya juga sakit. Pincang-pincang mami jalan," kata Amar.
Terpisah, Pendamping Hukum korban, Abdul Azis Dumpa dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai kepolisian dalam hal ini Polda Sulsel, Polres Pelabuhan dan Polsek Ujung Tanah seolah-olah tidak bertanggungjawab terhadap korban penembakan.
Ia pun meminta polisi bertanggung jawab terhadap pengobatan dua korban penembakan. Mengingat, keduanya enggan berobat ke rumah sakit lantaran khawatir dengan biaya. "Saya pikir ini merupakan gambaran, jika kepolisian memang tidak menjamin proses pemulihan kesehatan termasuk pengobatan para korban," jelasnya kepada SINDOnews, Selasa (15/9/2020).
Azis berpendapat, kepolisian terkesan abai dan seolah-olah melindungi serta membuat citra baik saja di media. Beberapa proses pascainsiden berdarah dua pekan lalu itu, mestinya dilakukan petugas berseragam coklat tersebut, namun nyatanya urung diwujudkan.
Salah satunya proses pemulihan kondisi korban baik kesehatan maupun psikologis yang berdampak pada keluarga korban. "Padahal mereka sudah bicara di media akan bertanggung dan berkomitmen menyelesaikan masalah yang ditimbulkan baik proses hukum maupun kesehatan para korban," tegasnya.
Menurut Azis, kepolisian tampaknya tak serius menangani persoalan dugaan pelanggaran HAM dan kesalahan prosedur oleh kepolisian terhadap warga sipil. Terlebih kata dia, tidak ada perkembangan berarti yang diungkap kepolisian ke khalayak terkait peristiwa kelam di penghujung Agustus itu.
Bahkan sampai pihaknya mendampingi para korban melaporkan kasus yang diduga melibatkan 16 anggota kepolisian dari Polsek Ujung Tanah dan Polres Pelabuhan Makassar telah dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Sulsel terkait dugaan pelanggaran pidana pada Sabtu, 4 September 2020 lalu.
Keluarga korban melaporkan beberapa petugas, salah satunya, Bripka Usman, anggota Polsek Ujung Tanah yang diduga menjadi otak dalam insiden berdarah di kawasan padat penduduk itu. Kepolisian lanjut Azis, hanya cenderung melindungi anggotanya dan institusinya saja.
"Kasus ini sudah hampir berjalan tiga minggu. Tapi tidak ada transparansi dari kepolisian sendiri bagaimana perjalanan perkaranya. Korban hanya menuntut keadilan tentang transparansi, akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepolisian," ungkap Azis.
Terpisah, Pendamping Hukum korban, Abdul Azis Dumpa dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai kepolisian dalam hal ini Polda Sulsel, Polres Pelabuhan dan Polsek Ujung Tanah seolah-olah tidak bertanggungjawab terhadap korban penembakan.
Ia pun meminta polisi bertanggung jawab terhadap pengobatan dua korban penembakan. Mengingat, keduanya enggan berobat ke rumah sakit lantaran khawatir dengan biaya. "Saya pikir ini merupakan gambaran, jika kepolisian memang tidak menjamin proses pemulihan kesehatan termasuk pengobatan para korban," jelasnya kepada SINDOnews, Selasa (15/9/2020).
Azis berpendapat, kepolisian terkesan abai dan seolah-olah melindungi serta membuat citra baik saja di media. Beberapa proses pascainsiden berdarah dua pekan lalu itu, mestinya dilakukan petugas berseragam coklat tersebut, namun nyatanya urung diwujudkan.
Salah satunya proses pemulihan kondisi korban baik kesehatan maupun psikologis yang berdampak pada keluarga korban. "Padahal mereka sudah bicara di media akan bertanggung dan berkomitmen menyelesaikan masalah yang ditimbulkan baik proses hukum maupun kesehatan para korban," tegasnya.
Menurut Azis, kepolisian tampaknya tak serius menangani persoalan dugaan pelanggaran HAM dan kesalahan prosedur oleh kepolisian terhadap warga sipil. Terlebih kata dia, tidak ada perkembangan berarti yang diungkap kepolisian ke khalayak terkait peristiwa kelam di penghujung Agustus itu.
Bahkan sampai pihaknya mendampingi para korban melaporkan kasus yang diduga melibatkan 16 anggota kepolisian dari Polsek Ujung Tanah dan Polres Pelabuhan Makassar telah dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Sulsel terkait dugaan pelanggaran pidana pada Sabtu, 4 September 2020 lalu.
Keluarga korban melaporkan beberapa petugas, salah satunya, Bripka Usman, anggota Polsek Ujung Tanah yang diduga menjadi otak dalam insiden berdarah di kawasan padat penduduk itu. Kepolisian lanjut Azis, hanya cenderung melindungi anggotanya dan institusinya saja.
"Kasus ini sudah hampir berjalan tiga minggu. Tapi tidak ada transparansi dari kepolisian sendiri bagaimana perjalanan perkaranya. Korban hanya menuntut keadilan tentang transparansi, akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepolisian," ungkap Azis.