Ini Kata Peneliti UNS Atas Fenomena Ribuan Cacing di Pasar Gede

Minggu, 03 Mei 2020 - 14:03 WIB
loading...
Ini Kata Peneliti UNS Atas Fenomena Ribuan Cacing di Pasar Gede
Warga di Solo, Klaten, dan Boyolali sempat dihebohkan dengan munculnya ratusan cacing yang muncul ke permukaan tanah secara bersamaan
A A A
SOLO - Fenomena munculnya ribuan cacing di Pasar Gede Solo dan sejumlah wilayah di Soloraya beberapa waktu lalu mengundang perhatian peneliti cacing tanah dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr Ir Widyatmani Sih Dewi MP. Kepala Program Studi Magister Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UNS ini menyampaikan pandangannya terkait peristiwa itu.

“Keluarnya cacing ke permukaan tanah merupakan hal yang biasa kita lihat setelah hujan lebat, namun menjadi pemandangan yang luar biasa ketika mereka keluar secara berbondong-bondong. Pasti ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas mereka,” kata Widyatmani Sih Dewi, Minggu (3/5/2020). Dirinya berusaha untuk menafsirkan fenomena tersebut dengan menghubungkan antara beberapa fakta dengan pengalamannya dalam mengenali kehidupan dan perilaku cacing selama ini.

Cacing tanah yang tampak sama bentuknya, sesungguhnya berbeda-beda perilaku. Ada tiga kelompok perilaku cacing tanah. Yakni cacing yang selalu tinggal di permukaan tanah dan mencacah sisa-sisa organik di permukaan tanah. Biasanya ditemukan di bawah sampah, atau pada tumpukan kotoran ternak, disebut sebagai kelompok epigeik. Kedua adalah kelompok cacing tanah yang mencari makan ke permukaan tanah dan membawanya masuk ke dalam tanah, sehingga mereka berjalan naik-turun dan membalik-balikan tanah. Kelompok ini disebut anesik.

Dan ketiga adalah kelompok cacing yang selalu mencari makan dan tinggal di dalam tanah, yang disebut sebagi endogeik. Kelompok cacing tanah yang kedua dan ketiga oleh karena pergerakan tubuhnya dapat membuat saluran-saluran di dalam tanah dan juga membalik-balik tanah sehingga tanah menjadi lebih berongga (berpori). “Sehingga mereka juga disebut sebagai soilecosystem enggineers. Kelompok-kelompok cacing tersebut menunjukkan ciri tubuh yang berbeda-beda,” terangnya.

Berdasarkan pada foto-foto maupun video yang beredar, cacing tanah yang berbondong-bondong keluar dari permukaan tanah di Pasar Gede Solo dan Klaten adalah kelompok anesik. Cirinya warna tubuh pada bagian punggung berwarna coklat keunguan dan warna tubuh di bagian perut lebih pucat. Jika melihat dari jenis cacingnya, maka cacing-cacing tersebut adalah cacing lokal dari keluarga megascolecidae. Dari ukuran tubuh massa cacing yang besar-besar menunjukkan bahwa cacing-cacing tersebut cukup makanan dan tinggal pada tempat yang aman.

Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah mengapa mereka ke luar dari zona nyaman. Diungkapkannya, cacing akan tetap tinggal di habitatnya ketika makanan cukup dan kondisi lingkungannya aman. Mereka akan keluar dari lingkungan hidupnya ketika kondisi dirasa tidak aman. Biasanya mereka akan keluar dari habitatnya jika makanan yang ada tidak disukainya, jika tanah menjadi jenuh air, ada senyawa-senyawa yang menyebabkan iritasi tubuhnya masuk ke dalam tanah, atau ada predator.

Jika suhu di dalam tanah menjadi lebih panas maka cacing biasanya justru akan masuk ke lapisan tanah yang lebih dalam. Tubuh cacing hampir sebagian besar komponennya adalah air. Sehingga mereka menyukai tempat-tempat yang lembab dan tidak tahan terpapar sinar matahari. Jika memperhatikan massa cacing yang muncul ke permukaan tanah di berbagai lokasi berukuran besar-besar, maka asumsi mereka kekurangan makan dan tinggal pada lingkungan yang tidak disukai adalah tidak tepat.

Asumsi ada predator yang datang menyerang tiba-tiba dinilai juga tidak tepat. Sebab predator cacing pada lingkungan tersebut biasanya adalah tikus dan fauna lain yang berukuran besar. Sementara pada saat kejadian juga tidak ada ledakan populasi tikus.Cacing biasanya juga keluar ke permukaan tanah karena mencari jodoh.Hanya saja, memperhatikan kejadian kemarin yang keluar dari dalam tanah adalah massa cacing yang berjumlah ratusan atau bahkan ribuan, maka asumsi mencari pasangan adalah bukan menjadi jawaban.

Cacing akan keluar ke permukaan tanah jika ada larutan yang menyebabkan tubuhnya teritasi masuk ke dalam tanah. Metode menggunakan larutan yang menyebabkan cacing teriritasi sering digunakan untuk mempelajari perilaku, keragaman dan kepadatan populasi cacing di dalam tanah. Metode ini juga banyak digunakan oleh para pemancing ikan untuk mencari cacing sebagai umpan. Larutan yang biasa digunakan sangat beragam, seperti deterjen, formalin 0,04%, larutan mustard, dan lainnya.

Jika dihubungkan dengan masyarakat yang banyak yang menyemprotkan berbagai jenis disinfektan untuk mencegah virus corona (covid-19), maka kemungkinan besar residu disinfektan akan masuk ke lingkungan tanah ataupun badan air permukaan. Jika dihubungkan dengan data kejadian dan curah hujan di wilayah Soloraya, maka hujan yang turun setiap hari dengan tinggi curah hujan sangat ringan hingga lebat selama 16 hari berturut-turut di bulan April 2020.

Dengan melihat fakta ini, sangat dimungkinkan air hujan mengangkut residu disinfektan dan masuk ke ruang pori tanah dimana populasi cacing tanah tinggal. Sehingga menyebabkan cacing teritasi dan naik ke permukaan tanah secara berbondong-bondong untuk menghindari kondisi tidak aman dan mencari habitat baru. Namun sayangnya di permukaan tanah mereka justru terpapar sinar matahari dan mereka juga kesulitan mencari habitat yang baru karena sebagian besar permukaan tanah telah tertutup aspal atau semen.

Cacing yang beruntung masih bisa masuk kembali ke dalam tanah jika menemukan habitat yang baru. Pertanyaan lain muncul mengapa keluarnya baru sekarang dan tidak sejak dulu. “Ya karena penyemprotan disinfektan secara masif di berbagai daerah baru terjadi setelah pandemi Covid-19 ,” terangnya.

Kemunculan cacing hanya terjadi di wilayah tertentu karena populasi cacing tidak tersebar merata di semua daerah. Hanya daerah-daerah tertentu yang ketersediaan makanan cukup dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi cacing, maka di situ populasi cacing akan banyak.

Selain itu juga tergantung pada seberapa tinggi curah hujan, seberapa sering terjadi hujan, dan seberapa banyak residu disinfektan yang ikut larut dalam air hujan di wilayah tersebut. “Untuk mendapatkan kebenaran atas asumsi-asumsi tersebut, perlu pembuktian lebih lanjut,” tegasnya.

Banyak masyarakat yang menghubungkan fenomena itu dengan kemungkinan akan terjadinya gempa bumi. Pendapat ini memang tidak salah, karena beberapa literatur menyatakan bahwa perilaku hewan yang tidak seperti biasanya dapat digunakan untuk memprediksi akan terjadinya gempa.

Hewan jauh lebih mampu merasakan jenis rangsangan geofisika tertentu yang mungkin mendahului sebelum terjadinya gempa bumi,dibandingkan dengan kepekaan manusia. Penelitian tentang hubungan antara perilaku hewan yang tidak seperti biasanya dengan prediksi kejadian gempa telah banyak dilakukan di Cina, Jepang dan Amerika.Banyak ular yang keluar dari persembunyaiannya demikian juga tikus, beberapa bulan sebelum terjadinya gempa bumi di Haicheng, Cina pada tahun 1975. Perilaku yang tidak biasa juga ditunjukkan oleh hewan besar seperti sapi, kuda, anjing dan babi tiga hari sebelum terjadinya gempa. Beberapa peneliti dari Jepang melaporkan bahwa hewan akuatik lebih sensitif terhadap sinyal listrik daripada hewan lainnya.

Beberapa hewan akuatik memiliki sistem elektro-sensorik khusus yang digunakan untuk memperoleh informasi untuk orientasi dan komunikasi satu sama lain. Tikus, musang, ular, dan kelabang dilaporkan meninggalkan habitat mereka dan menuju tempat yang aman pada beberapa hari sebelum kejadian gempa bumi di Amerika Serikat. Namun, perilaku yang konsisten dan bagaimana mekanisme hubungan tersebut masih belum mampu diungkapkan. Gangguan mekanis seperti getaran dapat menyebabkan cacing muncul ke permukaan tanah.

Namun tidak semua jenis cacing tanah menunjukkan respon yang sama. Meskipun beberapa cacing tanah menunjukkan respon terhadap getaran, tetapi terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa kejadian munculnya cacing secara massal di Soloraya sebagai tanda akan terjadinya gempa. Perlu dukungan data yang akurat untuk dapat menyimpulkan hal tersebut.Namun demikian tidak ada jeleknya jika masyarakat terus waspada karena memang wilayah Indonesia terletak pada sabuk gempa sehingga gempa besar bisa terjadi sewaku-waktu.
(nun)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1262 seconds (0.1#10.140)